Rencana Tuhan memang indah.
Demikianlah bisikan kata sanubari yang pernah menghujam, menyelimuti diri. Tanpa
direncanakan sesuatu hal yang mengena pun terjadi menerpa diri. Tanpa direncanakan
suatu momen pertemuan pun terjadi menghibur diri. Tanpa direncanakan kondisi
kebersamaan pun menjadi fokus agenda yang menghiasi. Tanpa direncanakan agenda
makan siang bersama pun dikehendaki.
Tidak sedikit pun terbesit niat dalam
hati (gumam saya). Tatkala itu diri pun tidak mampu menebak apa yang akan
terjadi. Entah itu sedetik, semenit, sejam, sehari, seminggu, sebulan, setahun
dan panjang kadar selanjutnya. Tatkala itu yang terbesit dalam hati saya
pribadi (adanya niat yang tercanangkan) hanyalah bermaksud untuk mengembalikan buku
rekening yang isinya telah dikuras.
Beberapa jam sebelum berjumpa dengan
mereka yang bersangkutan, saya pun dengan sigap dan berterus terang terlebih
dahulu menghubungi koordinator angkatan, (seorang teman yang dianggap lebih
mengayomi, memahami dan mengerti akan bagaimana mengendalikan banyak teman yang
berbeda jurusan). Saya pun menanyakan kesenggangan waktu yang ia miliki,
mengatur waktu dan tempat perjumpaan, (perasaan diri pun seakan-akan membuat
janji dengan penjabat yang super sibuk). Hehe
Tatkala waktu yang telah dijanjikan
tiba, diri saya pun dengan serentak secara reflek melangkahkan kedua kaki
menuju tempat pertemuan yang telah ditentukan. Kecepatan gerak kaki saya pun
berusaha saya kendalikan, mengingat terik panas mentari yang terus menhujam.
Beberapa saat kemudian, saya pun
sampai ditempat tujuan (tepatnya dibelakang rektoran tempat perkumpulan). Satu,
dua orang (salah seorang teman perempuan dan seorang teman laki-laki yang
bersangkutan) pun tatkala itu telah standby ditempat pertemuan. Tanpa
pikir panjang buku rekening yang dimaksud pun dengan serentak saya berikan. Sedikit
obrolan (sapaan) dan perbincangan tatkala itu sempat saya lontarkan. Ketika
ditengah asyiknya perbincangan, satu, dua orang pun mengahmpiri diri. Dengan
tidak sungkan kami pun mengumbar sapa dan guyonan.
Namun dengan serentak saya pun
dibuat bingung tatkala mereka menawarkan ajakan. Dengan penuh kepenasaran saya
pun membalasnya dengan sebuah pertanyaan. Namun greget dan senyum manis yang
merekah menghiasi muka, satu, dua diantara mereka pun tidak merespon,
memberikan jawaban secara spontan. Rasa penasaran saya pun kian memuncak dan
meluap-luap. Kekritisan diri tentang apa yang mereka tawarkan pun seakan-akan
rahasia penting yang tidak boleh dibocorkan. Namun, dengan penuh kekritisan saya
pun kembali menanyakan apa yang ditawarkan. Dengan penuh keanggunan dan
kesantaian salah seorang teman perempuan pun menjawabnya dengan isyarat “waktu
sarapan pagi telah telat, kini waktu makan siang pun telah dekat”. Saya pun
mulai mengerti dengan apa yang ditawarkan (gumam saya dalam hati). Namun sayang,
saya pun belum tahu-menahu betul akan kemana dan tempat mana yang dituju.
Tidak lama kemudian, kendaraan pun mulai
dinyalakan, (sebagai tanda siap untuk keberangkatan). Satu-persatu kendaraan
pun mulai dilajukan. Tatkala perjalanan masih di dalam kampus, kami pun sempat
berhenti disamping FASIH dan kembali menjajakan tawaran kepada salah seorang
teman (yang mempunyai peran penting dalam ForMaSi). Dengan sedikit perbincang
dan alasan yang diutarakan, akhirnya ia pun berkenan untuk ikut bergabung. Di
sana pun dengan serentak saya mengetahui akan kemana kita pergi dan tempat mana
yang dituju, (saya mendengar langsung apa yang diperbincangkan).
Perjalanan pun kembali diteruskan.
Satu-persatu kendaraan pun melaju dengan beraturan, membentuk mata rantai yang
terkondisikan. Disepanjang perjalanan, saya pun sesekali bertanya pada teman
yang mengendarai kendaraan, meskipun pada akhirnya diri saya pun diam seribu
kata larut, carut marut dalam perputaran roda yang beraturan.
Tatkala sampai ditempat yang telah
ditentukan, ternyata tempat mengumbar kenikmatan, penyambung kehidpan itu pun tertutup
rapi, sembunyi dalam keramaian. Akhirnya kami pun mengambil keputusan untuk
berbalik arah menuju tempat yang lain. Beberapa saat kemudian, kami pun sampai
ditempat tujuan. Dengan menyegerakan dan menertibkan diri kami pun mulai
menjamah tempat kosong yang telah disediakan. Dengan musyawarah kami pun
langsung menentukan selera menu yang diinginkan. Sembari menunggu apa yang kami
pesan, kami pun dengan tidak sungkan kembali mengumbar pembicaraan. Namun tidak
lama kemudian menu yang kami pesan pun telah siap terhidangkan. Sehingga
rasa-rasanya tidaklah sopan bila kami terus mengumbar pembicaraan dalam kondisi
melahap makanan. Dengan beberapa menit, kami pun disibukan oleh hidangan yang sangat
memuaskan. Namun tatkala menu yang kami nikmati akan habis, ternyata beberapa
teman yang lain pun datang menghampiri kami. Sayang kalian telat, mungkin bila
datangnya lebih awal, makan siang bersama pun tidak dapat terelaki, (gumam saya
dalam hati).
Namun sayang, kebersamaan pun harus
segera diakhiri. Momen perjumpaan pun seakan-akan telah habis waktunya, perpisahan
pun tidak dapat terelakkan akan segera menghampiri diri, dan yang demikian pun real
terjadi tatkala salah seorang teman (laki-laki) mengajak saya untuk pulang
duluan.
Komentar
Posting Komentar