Langsung ke konten utama

Makan Siang Bersama yang Tidak Direncanakan

Rencana Tuhan memang indah. Demikianlah bisikan kata sanubari yang pernah menghujam, menyelimuti diri. Tanpa direncanakan sesuatu hal yang mengena pun terjadi menerpa diri. Tanpa direncanakan suatu momen pertemuan pun terjadi menghibur diri. Tanpa direncanakan kondisi kebersamaan pun menjadi fokus agenda yang menghiasi. Tanpa direncanakan agenda makan siang bersama pun dikehendaki.
Tidak sedikit pun terbesit niat dalam hati (gumam saya). Tatkala itu diri pun tidak mampu menebak apa yang akan terjadi. Entah itu sedetik, semenit, sejam, sehari, seminggu, sebulan, setahun dan panjang kadar selanjutnya. Tatkala itu yang terbesit dalam hati saya pribadi (adanya niat yang tercanangkan) hanyalah bermaksud untuk mengembalikan buku rekening yang isinya telah dikuras.
Beberapa jam sebelum berjumpa dengan mereka yang bersangkutan, saya pun dengan sigap dan berterus terang terlebih dahulu menghubungi koordinator angkatan, (seorang teman yang dianggap lebih mengayomi, memahami dan mengerti akan bagaimana mengendalikan banyak teman yang berbeda jurusan). Saya pun menanyakan kesenggangan waktu yang ia miliki, mengatur waktu dan tempat perjumpaan, (perasaan diri pun seakan-akan membuat janji dengan penjabat yang super sibuk). Hehe
Tatkala waktu yang telah dijanjikan tiba, diri saya pun dengan serentak secara reflek melangkahkan kedua kaki menuju tempat pertemuan yang telah ditentukan. Kecepatan gerak kaki saya pun berusaha saya kendalikan, mengingat terik panas mentari yang terus menhujam.
Beberapa saat kemudian, saya pun sampai ditempat tujuan (tepatnya dibelakang rektoran tempat perkumpulan). Satu, dua orang (salah seorang teman perempuan dan seorang teman laki-laki yang bersangkutan) pun tatkala itu telah standby ditempat pertemuan. Tanpa pikir panjang buku rekening yang dimaksud pun dengan serentak saya berikan. Sedikit obrolan (sapaan) dan perbincangan tatkala itu sempat saya lontarkan. Ketika ditengah asyiknya perbincangan, satu, dua orang pun mengahmpiri diri. Dengan tidak sungkan kami pun mengumbar sapa dan guyonan.
Namun dengan serentak saya pun dibuat bingung tatkala mereka menawarkan ajakan. Dengan penuh kepenasaran saya pun membalasnya dengan sebuah pertanyaan. Namun greget dan senyum manis yang merekah menghiasi muka, satu, dua diantara mereka pun tidak merespon, memberikan jawaban secara spontan. Rasa penasaran saya pun kian memuncak dan meluap-luap. Kekritisan diri tentang apa yang mereka tawarkan pun seakan-akan rahasia penting yang tidak boleh dibocorkan. Namun, dengan penuh kekritisan saya pun kembali menanyakan apa yang ditawarkan. Dengan penuh keanggunan dan kesantaian salah seorang teman perempuan pun menjawabnya dengan isyarat “waktu sarapan pagi telah telat, kini waktu makan siang pun telah dekat”. Saya pun mulai mengerti dengan apa yang ditawarkan (gumam saya dalam hati). Namun sayang, saya pun belum tahu-menahu betul akan kemana dan tempat mana yang dituju.
Tidak lama kemudian, kendaraan pun mulai dinyalakan, (sebagai tanda siap untuk keberangkatan). Satu-persatu kendaraan pun mulai dilajukan. Tatkala perjalanan masih di dalam kampus, kami pun sempat berhenti disamping FASIH dan kembali menjajakan tawaran kepada salah seorang teman (yang mempunyai peran penting dalam ForMaSi). Dengan sedikit perbincang dan alasan yang diutarakan, akhirnya ia pun berkenan untuk ikut bergabung. Di sana pun dengan serentak saya mengetahui akan kemana kita pergi dan tempat mana yang dituju, (saya mendengar langsung apa yang diperbincangkan).
Perjalanan pun kembali diteruskan. Satu-persatu kendaraan pun melaju dengan beraturan, membentuk mata rantai yang terkondisikan. Disepanjang perjalanan, saya pun sesekali bertanya pada teman yang mengendarai kendaraan, meskipun pada akhirnya diri saya pun diam seribu kata larut, carut marut dalam perputaran roda yang beraturan.
Tatkala sampai ditempat yang telah ditentukan, ternyata tempat mengumbar kenikmatan, penyambung kehidpan itu pun tertutup rapi, sembunyi dalam keramaian. Akhirnya kami pun mengambil keputusan untuk berbalik arah menuju tempat yang lain. Beberapa saat kemudian, kami pun sampai ditempat tujuan. Dengan menyegerakan dan menertibkan diri kami pun mulai menjamah tempat kosong yang telah disediakan. Dengan musyawarah kami pun langsung menentukan selera menu yang diinginkan. Sembari menunggu apa yang kami pesan, kami pun dengan tidak sungkan kembali mengumbar pembicaraan. Namun tidak lama kemudian menu yang kami pesan pun telah siap terhidangkan. Sehingga rasa-rasanya tidaklah sopan bila kami terus mengumbar pembicaraan dalam kondisi melahap makanan. Dengan beberapa menit, kami pun disibukan oleh hidangan yang sangat memuaskan. Namun tatkala menu yang kami nikmati akan habis, ternyata beberapa teman yang lain pun datang menghampiri kami. Sayang kalian telat, mungkin bila datangnya lebih awal, makan siang bersama pun tidak dapat terelaki, (gumam saya dalam hati).

Namun sayang, kebersamaan pun harus segera diakhiri. Momen perjumpaan pun seakan-akan telah habis waktunya, perpisahan pun tidak dapat terelakkan akan segera menghampiri diri, dan yang demikian pun real terjadi tatkala salah seorang teman (laki-laki) mengajak saya untuk pulang duluan.    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Make a Deal

Gambar: Dokumentasi Pribadi saat bertamu di kediaman mas Novel Jauh sebelum bedah buku Tongkat Mbah Kakung digemakan sebenarnya secara pribadi saya berinisitif hendak mengundang mas Novel ke SPK Tulungagung. Inisiatif itu muncul tatkala saya mengamati bagaimana himmah dan ghirah literasi dalam dirinya yang kian meggeliat. Terlebih lagi, 2 tahun belakangan ia berhasil melahirkan dua buku solo: Tongkat Mbah Kakung: Catatan Lockdown dan Teman Ngopi (Ngolah Pikir) . Dua buku solo yang lahir dibidani oleh Nyalanesia.  Apa itu Nyalanesia? Nyalanesia merupakan star up yang fokus bergerak dalam pengembangan program literasi di sekolah secara nasional. Karena ruang lingkupnya nasional maka semua jenjang satuan pendidikan dapat mengikuti Nyalanesia. Hanya itu? Tidak. Dalam prosesnya tim Nyalanesia tidak hanya fokus memberikan pelatihan, sertifikasi kompetensi dan akses pada program yang prover,  melainkan juga memfasilitasi siswa dan guru untuk menerbitkan buku.  Konsepnya ya memberdayakan pot

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal