Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

Tugas Artikel Mata Kuliah Feminisme Radikal

Penyakralan Dominasi Patriarki dalam Praktek Poligami ‘Sexual politics’ (1970), itulah karya Kate Millet, salah seorang tokoh feminisme radikal yang tergolongan ke dalam madzab libertarian. Dalam karyanya ‘sexual politics’ tersebut, Millet berusaha  medeskripsikan dan merepresentasikan khalayak seorang perempuan pada zamannya. Seorang yang terjerat oleh keluguan dan ketidakkesadaran terhadap hegemoni sistem seks/gender patriarki yang tercover dalam subordinasi dan penindasan. Ya, demikianlah kiranya ideologi patriarki akut yang berusaha melegitimasi perbedaan biologis yang ketara antara male dan female . Semangat yang sama demikian disodorkan pula oleh tokoh feminisme radikal libertarian yang lain, yakni Sulamith Firestone. Melalui karyanya yang berjudul ‘ Dialectic of Sex ’, firestone berusaha menegaskan bahwa dasar material ideologi seksual atau politik submisi perempuan merupakan dominasi patriarki yang terus mendiskreditkan dan mengalienasikan sosok perempuan dari kebebasanny

Tugas Mata Kuliah Feminisme Liberal

Kesetaraan Gender dalam Transportasi  Online  Perkembangan teknologi yang begitu pesat haruslah diimbangi dengan kreativitas, inovasi dan kapabilitas parsial ataupun kolektif. Sehingga situasi perkembangan teknologi tersebutpun tidak menjadi phobia akut yang terus membayang-bayangi,  (istilahnya disebut gaptek-lah) dan menjadi kendala dalam menjalankan rutinitas keseharian, (menjadi candu yang berimbas pada hiperrealita), sehingga tidak mampu memaksimalkan kesempatan kerja yang ada. Sungguh aneh memang, jika dalam episode kelanjutannya, perkembangan Infomation and Technology (selanjutnya disebut IT) malah menjadi suatu problem yang ikut serta dalam menghambat perkembangan dan kemajuan. Entah itu secara personal ataupun kolektif.  Entah itu dalam aspek pendidikan, ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain sebagainya. Padahal tujuan utama dari dikembangkannya teknologi adalah untuk mempermudah kelangsungan perkembangan dan kemajuan dalam interaksi sosial masyarakat.   Namun berbed

Cerita di Putih Abu-abu

Joget Berkamuflase Oleh: Roni Ramlan Putih abu-abu. Warna seragam yang pernah tersempai dikujur tubuh lurus-kecil, badan. Sungguh tidak terasa memang, tiga tahun itu pun telah berlalu. Secarik alur cerita telah mengukir bingkai kisah kehidupan. Tertanggal sudah, geliat semangat dalam tumpukan buku kusam dan foto buram yang menjadi saksi perjuangan. Sejuta suka-duka yang dulu menggelayutpun, kini menjadi nostalgia yang haru-menggelikan. Sungguh tidak aneh memang, jika khalayak umum selalu menggada-gadakan bahwa dunia pendidikan masa-masa adolsen menuju remaja awal (SLTA), memiliki sejuta kenangan yang sulit untuk dilupakan. Dan saya pun setuju demikian. Sebagai subjek yang pernah larut dalam pergumulan sistem di masa sekolah putih abu-abu. Eit’s, namun harus diingat pula, tatkala itu pun saya berperan sebagai pelaku sekaligus tokoh utama dalam alur cerita yang akan dipaparkan. Bukan sebagai pelaku utama dalam tindak kriminal-kekerasan ataupun pelaku nakal yang sering jadi bahan bul

Tugas Kepenulisan (Pertemuan Dua)

Asyiknya Bermain Game (Telaah Kebiasaan Mahasiswa dalam Mencari Hiburan) Iftitah Menjadi kebanggaan tersendiri mungkin, jika seseorang yang dikategorikan sebagai remaja akhir menuju dewasa awal menyandang status sebagai seorang mahasiswa. Kenapa tidak?  Bayangkan saja, term mahasiswa yang telah biasa berdengung ditelinga kita, sering kali dikoherensikan dengan status sosial kelas menengah-atas. Dalam artian, mereka yang menginjakkan kaki di dunia perkuliahan sering dikonotasikan sebagai seorang anak yang berlatar belakangkan keluarga yang berkecukupan dan memiliki jaminan masa depan yang cerah berkelanjutan. Kemungkinan besar demikianlah perspektif orang kecil pinggiran mengemukakan. Namun berbeda halnya, dengan mereka yang hidup dihiruk-pikuk dunia perkotaan-metropolitan. Seolah-olah bukan lagi sesuatu yang waw dan niscaya untuk dilakukan, ketika seseorang mampu menyandang labelitas sebagai mahasiswa yang intens bergumul dengan dunia perkuliahan. Dalam realita kehidupan, me

Tugas Kepenulisan (Pertemuan Pertama)

Kemandegan dalam Menulis Seakan berat untuk memulai kembali. Tradisi yang telah lama terjaga pun seakan-akan telah susut dalam kurun waktu yang terbatasi. Ya, terbatasi waktu yang begitu singkat. Terbengkalai dengan buaian aktivitas liburan semester kemarin ini. Entahlah, entah karena virus yang telah menjangkit geliat-hasrat untuk berkomitmen dalam berkarya telah digerogoti rasa “sok sibuk” yang terus menyelimuti. Menggelayut, terus membebani kedua tangan ini untuk membiasakan beraktivitas kembali. Bergumul dengan abjad-fonemis yang acak, namun tersusun rapi. Duduk santai, menghadap sebuah layar yang terus ditatapi. Apalagi bila proses mengetik tersebut ditemani oleh segelas teh atau si hitam-manis, secangkir kopi. Sungguh mantap bukan?. Terasa parah memang. Tatkala rasa malas yang kian hari terus menumpuk, hanya terdiam terus dibiarkan mendekap diri. Mungkin inilah realita rasa malas akut di liburan semester kemarin, yang mengikut serta pada awal semester enam ini. Tidak hanya

Catatan mata kuliah Feminisme

Refleksi Feminisme Sungguh tidak terasa, hari Rabu pun kini telah menghampiri diri kembali. Seakan-akan masih terlelap dalam buaian semangat review salah satu mata kuliah di semester lima kemarin. Sejenak tertegun. Merefresh kembali ingatan saya pada sistem perkuliahan yang memang sama sekali berbeda dengan khalayak metode perkuliahan konvensional pada umumnya. Namun syukur alhamdulillah, dipertemuan semester enam ini, jiwa jari-jemari yang telah lama terkujur kaku pun mulai kembali terenyuh dengan semangat review mata kuliah baru. Ya, mata kuliah baru. Sebut saja mata kuliah feminisme . Mata kuliah yang terkategorikan baru di fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) milik abah-ku (sebutan akrab bagi bapak dekan). Sekaligus mata kuliah asing, yang masing belum familiar berdengung ditelinga umumnya mahasiswa, termasuk saya. Meskipun sama sekali demikian, namun dalam hal ini saya harus sadar betul dan benar-benar berusaha memaksimalkan fokus pemikiran untuk memahami seluruh inti

Puisiku 2

Menilik Rindu Rindu, Biar ku simpul dalam jerit malam yang sunyi Terikat dalam khayal, lautan mimpi Kian pasang, semu memberi arti Menjamu, semai nada-nada harapan janji Melukis damai, sepercik indah warna pelangi Rindu, Begitu culas, menakar rasa Menenteng curah-gubahan isi hati Mencuri senyum, dikala sepi Menyikut rasa keluh-kesah dihati Tertegun... Menilik kata rindu yang terselip dihati Termangu... Menelisik makna-makna rindu yang suci Entahlah, Fatamorgana mulai menyelimuti Mengukir sepercik arti, di dalam diri Menghilir anggun, terbawa pergi Menanti sang merpati kembali Entahlah, Bingung pun mulai menghampiri Menggelayut, bertasbih terus membisiki Menumpuk terus, bertambah lagi Tanpa sedikitpun dikuras, terkurangi Munajat rasa Tersungkur, dalam lamunan rasa Menerjang, senyum pelita senja Tenggelam, dalam beribu tanya Terjerembab, dalam kubangan tawa Menyingsung, tirai-tirai rahasia Meminta, berdo’a.