Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2015

Celotehan Tentang Perdiskusian

Sebuah inspirasi telah tercetuskan dari suatu perdiskusian yang nampak menjenuhkan, tidak mampu menghendle keadaan dan buyar akan tujuan pengetahuan yang ingin disampaikan. Memang secara sadar haruslah kita sadari bahwa suatu perdiskusian pada dasarnya berperan sebagai wadah (salah satu sarana komunikasi) untuk menambah, memverifikasi dan meligitimasi benarnya suatu wawasan pengetahuan. Entah itu hanya mencakup satu bidang ilmu pengetahuan atau pun lebih sekali pun. Dalam jalannya perdiskusian tentu memiliki aturan-aturan, norma atau etika sekalipun. Entah itu aturan yang berlaku bagi pembahasan materi yang disajikan, sang pemateri yang berperan sebagai fasilitator, dan para peserta perdiskusian yang berperan sebagai audiensi, yang kadang kala mampu pula berperan ganda sebagai penyanggah (pihak kontra yang menyangkal materi yang disuguhkan) atau pun sebagai penambah (pihak pro yang menyokong materi yang disuguhkan). Kekontradiksian yang terjadi pun telah menjadi warna tersendiri d

Jam Perkuliahan Masuk Siang

Perombakan jadwal kuliah yang optimal dan general, menyebabkan jadwal perkuliahan jurusan Filsafat Agama disemester lima ini sangat perlu diperhatikan dan dikawatirkan. Pasalnya hampir semua jam perkuliahan dimulai dari jam ke-4 sampai jam ke-6 (yang lebih tepatnya kurang lebih pukul 13: 00-17: 30 WIB). Secara sadar memang keadaan yang demikian memiliki dua sisi yang kontradiksi saling berbenturan. Disatu sisi tentu yang demikian menjadi suatu keuntungan (bagi mereka yang sibuk akan masalah pekerjaan, atau mereka yang suka bangun kesiangan. Et...dah salah maksudnya bangun agak siang), hehe. Sedangkan disisi yang lain, hal yang demikian adalah rintangan diluar kebiasaan. Apalagi kalau memperhitungkan jarak tempuh antara tempat tinggal dan kampus tempat perkuliahan, (tapi hal ini berlaku bagi mereka yang jarak rumahnya jauh, atau pulang pergi menuju kampus tempat perkuliahan). Kalau ane sih enggak, heu... heu... heu. Terik mentari disiang hari yang menyengat, kini menjadi kawan setia

Dinner Bersama Menikmati Olahan Jatah Daging Qurban

Tatkala waktu qurban sedang hangat-hangatnya membumi, setiap insan pun dengan sigap, siap menanti jatah daging yang akan menghampiri diri. Kuantitas dan kualitas daging yang diberikan (diterima), tidak menjadi problem serius yang perlu digeluti dan ditekuni. Karena mereka para musytahiq (yang menerima jatah) telah positif thinking dengan keputusan yang telah dikehendaki oleh mereka yang mengurusi. Keabstraksian dalam kuantitas pembagian pun tidaklah menjadi beban yang fokus disiasati. Karena secara sederhananya besar-kecil, banyak-sedikit jatah daging qurban yang akan diberi, haruslah disukuri dan dinikmati. Bukan malah dijadikan sarana untuk dicaci, digunjing dan tajasussi. Begitu pun dengan jenis daging hewan yang tidak perlu dipermasalahi. Entah itu daging kambing, kerbau atau pun sapi. Yang pasti jenis hewan yang dijadikan qurban adalah hewan yang halal, yang dianjurkan oleh Syar’i. Dan telah memenuhi klasifikasi syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Kemudian pembicaraan p

Inspirasi Qurban

Aktivitas yang telah terjadi dihari raya dan pasca hari raya masih terngiang jelas dalam benak pikiran saya. Hal yang demikian pun telah menstimulus jari-jemari saya yang kaku untuk bergerak secara dinamis, efektif dan efisien. Berusaha untuk mengabadikannya dalam sebuah karya tulisan yang penuh dengan kekurangan. Selain itu, di sini saya juga berusaha memangkas rasa malas yang kian lama semakin mengganas. Berusaha menundukan ego malas berpikir yang semakin bringas.   Seakan-akan diguyur hujan dalam kekeringan. Mungkin kata itulah yang dapat mewakili keadaan yang telah terjadi di nuansa Ied al-Adha yang masih hangat, nyata menyelimuti keadaan. Relung-relung permukaan bumi yang gersang dan tandus seakan-akan bersorak riang, tatkala rintik air hujan mulai membasahi permukaan. Makhluk hidup yang nampak kering kerontang, akibat keadaan miskin yang telah lama menjadi kawan. Akhirnya mereka pun merasa senang dan tenang, tatkala do’a-do’anya telah dikabulkan. Hal yang demikian nampak jelas

Memahami Spesifikasi Dalam Keilmuan

Ekspansi dan eksplorasi ilmu pengetahuan yang terus-menerus maju dan berkembang menjadikan masing-masing wilayah berusaha melabeli, mengakui dan mengakomodir setiap ilmu yang muncul dari wilayahnya. Wilayah barat (diwakili Yunani) dan timur (diwakili Arab-Islam) pun seakan-akan disimbolkan menjadi oposisi sejati dalam memunculkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Proses yang demikian pun dapat diketahui, dipelajari dari realita histori dan literatur-literatur yang telah menjadi saksi bisu abadi.   Tidak hanya demikian, perbedaan yang nampak mendasar pun dapat dilihat dan diketahui dari bagaimana paradigma berpikir yang digunakan. Menurut Al-Jabiri dalam salah satu karyanya yang berjudul Bunyah al-aql al-Arabi , yang dikutip oleh A. Khudori Sholeh dalam karyanya yang berjudul Wacana Baru Filsafat Islam dikemukakan bahwa dalam pola pikir Arab-Islam, pijakan utama adalah kata atau bahasa, sementara pikir Yunani berpijak pada makna dan logika, (A. Khudori Soleh : 2012). Spesifikasi

Celotehan Tentang Mudik

Barangkali istilah ‘mudik’ telah menjadi suatu yang lumrah, tatkala perayaan hari besar dalam agama kian mendekati. Barangkali aktivitas ‘mudik’ telah menjadi tradisi yang menghegemoni, tatkala yang demikian terus dijalani. Semua persiapan pun tentu telah terencanakan dan tersusun rapi. Entah itu parsial atau kolektif yang menjalani. Tapi yang pasti telah menjadi suatu kemungkinan besar, bila tepat pada hari raya tersebut keluarga besar berkumpul untuk berbagi dan bersilaturahmi. Entah itu dilengkapi dengan sisipan materi yang sifatnya mengenyangi atau pun sisipan materi yang menutup suatu hal yang diingini. Barangkali istilah ‘cuti’ telah menjadi suatu kepermisifan yang diakui, tatkala semua rutinitas yang dijalani harus sementara ditinggal berhenti. Entah itu rutinitas yang terkategori menguras energi atau pun fisik, materi. Entah itu rutinitas jangka pendek yang hasilnya dengan mudah bisa langsung dinikmati atau pun rutinitas jangka panjang yang hasilnya harus sabar dinanti untuk

Perjalanan Pulang Selepas Pelatihan Epistem

Gerak linier enam roda suatu kendaraan yang menyisir relung koridor perjalanan menjadi tanda telah usainya camp pelatihan. Setiap materil (fisik) yang nampak statis (rigorous) tatkala itu nampak menjadi dinamis, harmonis dan realistis. Kecuali tumpukan tas, sandal dan sebuah terval yang menjadi alas tempat duduk, masih tetap dalam kerigorousannya. Hembusan angin yang fluktuatif dan menyejukkan menjadi penghias disepanjang perjalanan. Langit biru yang menjadi atap pun tatkala itu menjadi kawan setia dalam perjalanan. Keadaan terik panas mentari pun seakan-akan sirna, tersembunyikan dalam keadaan yang teralihkan. Gemuruh kenadraan yang ada disekitar pun menjadi musik pengiring perjalanan. Raut muka (mimik) yang menganalogikan kelelahan pun mulai terenggut, tercerabut dengan perbincangan dan guyonan yang membalut keadaan. Tanpa sungkan dan memperhatikan asas kemaluan, ekspresi tawa yang menyimbolkan kegirangan pun tumpah menghiasi keadaan. Dalam keadaan ramai yang demikian, diri saya p

Generasi Hari Ini Adalah Pemimpin Hari Esok

Iftitah Dalam dunia pendidikan mungkin term “ospek” sudah tidak asing lagi bila terngiang ditelinga, khususnya bagi para akademisi. Pasalnya term ini sering kali dikorelasikan, digembor-gemborkan dan direalisasikan tatkala tahun ajar baru datang menghampiri. Bersesuaian dengan hal tersebut, kegiatan ospek pun menjadi suatu agenda yang lumrah dan memberi warna tersendiri dalam dunia pendidikan. Entah itu dalam dunia pendidikan tingkat SLTP, SLTA ataupun ketika kita memasuki jenjang dunia perkuliahan diperguruan tinggi sekalipun. Tidak hanya demikian, dalam suatu framework pelaksanaan kegiatan ospek pun terkadang dapat dikategorikan sebagai agenda yang kontradiksi, disebabkan karena memiliki dua sisi. Disatu sisi kegiatan ini merupakan suatu agenda yang besifat mutualis simbiosis (keadaan yang saling memberi keuntungan). Pasalnya tatkala kegiatan ospek menjelang berlangsung banyak ranah yang tersentuh. Entah itu ekonomi, sosial, kebudayaan, agama dan politik sekalipun. Tapi meski

Makan Siang Bersama yang Tidak Direncanakan

Rencana Tuhan memang indah. Demikianlah bisikan kata sanubari yang pernah menghujam, menyelimuti diri. Tanpa direncanakan sesuatu hal yang mengena pun terjadi menerpa diri. Tanpa direncanakan suatu momen pertemuan pun terjadi menghibur diri. Tanpa direncanakan kondisi kebersamaan pun menjadi fokus agenda yang menghiasi. Tanpa direncanakan agenda makan siang bersama pun dikehendaki. Tidak sedikit pun terbesit niat dalam hati (gumam saya). Tatkala itu diri pun tidak mampu menebak apa yang akan terjadi. Entah itu sedetik, semenit, sejam, sehari, seminggu, sebulan, setahun dan panjang kadar selanjutnya. Tatkala itu yang terbesit dalam hati saya pribadi (adanya niat yang tercanangkan) hanyalah bermaksud untuk mengembalikan buku rekening yang isinya telah dikuras. Beberapa jam sebelum berjumpa dengan mereka yang bersangkutan, saya pun dengan sigap dan berterus terang terlebih dahulu menghubungi koordinator angkatan, (seorang teman yang dianggap lebih mengayomi, memahami dan mengerti aka

Abstraksi Diri Tentang Persoalan

Terkadang tidak selamanya apa yang kita inginkan itu baik, Entah itu baik untuk diri kita pribadi atau pun orang lain yang ada disekitar kita. Namun, adanya gejolak rasa, nafsu, dan hasrat yang terus membelenggu jiwa, seakan-akan telah memangkas dan mengintimidasi semua hal yang lebih utama (kebutuhan primer lebih tepanya). Tidak selamanya apa yang telah kita rencanakan akan berjalan mulus, lurus dan sukses (berhasil) linier sesuai dengan keinginan. Dengan polosnya kita, seolah-olah tidak mengenal istilah “gagal” dalam kehidupan. Dengan polosnya kita, seolah-olah tidak mengenal istilah “pengorbanan” dalam kehidupan. Yang ada hanya keegoisan dan keapatisan terhadap keadaan. Terkadang di sana pun kita dengan tergesa-gesa mejustis keadaan tanpa pertimbangan yang matang. Sehingga yang ada dalam diri pun pada akhirnya hanya penyesalan dan keterpurukan yang setia menjadi kawan. Diri pun seakan-akan dibuat bingung dan kewalahan tentang apa yang sedang menerpa diri. Diri pun seakan-akan

Normalisasi Rutinitas Perkuliahan II

Hari kedua perkuliahan pada awal masuk kuliah diminggu kedua  (yang lebih tepatnya selasa, 08/09) normalisasi rutinitas pembelajaran benar-benar telah terasa menghampiri setiap diri mahasiswa/i. Hal yang demikian nampak jelas dari adanya tugas yang kian hari kian menambah, menumpuk. Entah itu tugas makalah, resume dan lain sebagainya. Adanya celotehan-celotehan yang terlontar dari MABA (Mahasiswa Baru), kian jelas mewarnai keadaan pembelajaran yang belum mereka kenali, pahami dan mengerti. Akhirnya sebagaian dari mereka yang kreatif dan kritis berusaha untuk menyusun strategi, rencana dan sistem yang sekira dapat diandalkan untuk beradaptasi dan bahkan berniat untuk mendominasi (menjadikan kawan sendiri sebagai oposisi sportif sejati dalam eksistensi dan wawasan pengetahuan yang mumpuni). Berbagai pendekatan pun mereka adopsi, entah itu melalui pendekatan parsial kepada kakak kelas jurusan yang dianggap telah mumpuni, mendekatkan diri menjalin suatu sosialisasi yang intens kepada

Normalisasi Rutinitas Perkuliahan

Minggu kedua awal perkuliahan ini, yang lebih tepatnya hari senin, 07 September 2015, akhirnya kami (panggilan saya dan teman sekelas Filsafat Agama/v) mulai menerima tugas makalah pertama. Mata kuliah yang menjadi tugas pertama kami ini ialah Filsafat Islam Timur. Ya... betul Filsafat Islam Timur, sebuah mata kuliah yang hampir mirip dengan salah satu mata kuliah kami yang telah dipelajari di semester empat kemarin. Yang lebih tepatnya lagi ialah Filsafat Islam. Bila diperhatikan secara sepintas antara kedua mata kuliah tersebut memang dapat dikategorikan, dikorelasikan dan dikatakan masih mempunyai hubungan (satu rumpun) dalam materi pembahasan. Hal yang demikian dapat dilihat dari adanya kesamaan dua kata awal (Filsafat Islam) yang ada diantara nama kedua mata kuliah tersebut. Sedangkan perbedaan yang ketara jelas ialah dengan adanya embel-embel kata “Timur” yang terletak pada akhir nama mata kuliah baru ini. Yang secara simplenya mata kuliah Filsafat Islam yang telah dipelajari

Analogi yang Tidak Biasa

Terkadang sesuatu hal yang biasa mampu menjadi sesuatu yang luar biasa, tatkala sesuatu hal yang biasa tersebut dikerjakan dengan jalan yang berbeda (tidak biasa). Terkadang suatu sikap (tingkah laku) yang telah menjadi adat kebiasaan dalam keseharian mampu menjadi sesuatu yang unik dan istimewa, tatkala yang melakukan adalah subjek (tokoh) yang berbeda. Terkadang suatu lelucon dalam sandiwara atau pun drama mampu menjadi sesuatu yang menjengkelkan, mendeterminasikan, dan mengontruksi permasalahan, tatkala lelucon yang ditampilkan hiperbolrealita. Terkadang suatu kemarahan akan mampu menjadi hiburan (lelucon), tatkala meluapkan gejolak rasa marah dalam eskpresi, mimik dan sikap yang tidak biasa. Ya... seakan-akan sesuatu hal yang telah lumrah dilakukan akan menjadi sesuatu hal yang berbeda, tatkala momen, setting ruang dan waktu, gejolak rasa, ekspresi dan mimik, serta subjek baru (lain yang berbeda) tidak terposisikan pada keharusan (kerelatifan) proporsi yang telah ada. (dalam art

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Gejolak Rasa dihari Wisuda

Tatkala mentari mulai terbit di ufuk timur. Sirnanya menyerbak, menjamah semua relung tempat kegelapan. Mengungkap indahnya penjuru alam sebagai simbol keagungan Tuhan yang telah nampak dimuka bumi. Keindahnya pun tak lekas habis dipandang. Keindahannya pun tak lekas nikmat dirasakan. Namun keindahannya seakan-akan sirna tatkala kegelapan mulai menyelimuti kembali keadaan. Namun keindahannya akan benar-benar sirna tatkala semuanya mulai digerus zaman, tertimpa bencana alam dan tidak adanya upaya untuk melestarikan. Disaat demikianlah mereka yang merasa beruntung (karena masih diberikannya kesempatan) hidup sehingga masih bisa merasakan indahnya alam akan berbisik: “akal pikiran dan hati ini akan terus bergumam (bertasbih) tatkala indera merasakan terjamahnya diri oleh keindahan alam”. Tatkala mentari mulai terbit di ufuk timur. Sinarnya pun mulai menyentuh semangat hidup yang melekat, tertanam dan terpatri dalam diri semua makhluk yang bernyawa. Entah itu makhluk yang kadarnya kecil

Renungan Diri di Dini Hari

Tatkala kesunyian dan dinginnya pagi dini hari merenggut kenyamanan, kenikmatan dan kelangsungan mimpi yang menghiasi jiwa. Dengan serentak jiwa yang tenang pun bangkit dari istirahatnya. Keadaan polos yang menghiasi mimik wajahnya, tingkahnya ketara jelas terdeskripsikan dari bungkamnya mulut, diam seribu kata. Namun entah kenapa jiwa yang telah terjaga tersebut tidak menyegerakan diri untuk bangkit, beranjak dari keadaan duduknya (tepat diatas hamparan tempat tidurnya). Keadaan tersebut pun mencuatkan beberapa prasangka yang tersimbolkan melalui pertanyaan. Apakah jiwa yang tenang tersebut merasa terusik dengan keadaan yang memaksanya terperanjat untuk bangun? Apakah jiwa masih merasa ngantuk? Sehingga agak sungkan untuk beranjak menuju tempat penyadaran diri yang sejuk. Ataukah mungkin jiwa yang masih terbalut kepolosan tersebut sedang merenung dan menghujamkan seribu niat, mempersoalkan perbuatan (tindakan) baik apa yang akan dilakukannya sepanjang hari nanti?.  Tidak adanya res

Abstraksi Pembelajaran diawal Perkuliahan

Aktivitas perkuliahan kini telah dimulai kembali. Kampus tercinta pun kini mulai dipadati oleh mahasiswa baru yang kuantitasnya lebih berdikari. Lalu-lalang kendaraan pun kini mulai menghiasi area kampus yang mulai dipadati. Keindahan area kampus pun mulai terenggut, terjamahi oleh deretan kendaraan yang tidak terbenahi. Parkir sana, parkir sini pun kini menjadi realita yang terjadi. Mungkin hari Selasa, 01 September 2015-lah yang telah menjadi saksi bisu terhadap realita yang telah terjadi. Mungkin gedung-gedung perkuliahanlah yang telah menjadi saksi bisu, mengerti tentang pembelajaran apa yang telah mulai dipelajari. Mungkin kursi yang telah menjadi saksi bisu yang lebih mengerti bagaimana gejolak rasa yang menyelimuti diri tatkala mereka bersadar dipangkuannya.      Tapi meskipun demikian, mulai aktifnya perkuliahan diminggu ini belumlah semaksimal (senormal) yang mesti jalani. Pasalnya pada minggu ini, (yang lebih tepatnya lagi pada hari Sabtu, 05 september 2015) nanti akan dia

Hikmah Ngetrip ke Surabaya 2

Secara sadar saya menyadari bahwa perjalanan panjang ke kota Surabaya kini telah diakhiri. Namun, kini perjalan itu telah menorehkan banyak pembelajaran hidup yang berarti dan menambah pengalaman pribadi yang akan menghiasi memori. Tidak hanya demikian, dalam realitanya ternyata perjalanan tersebut pun telah memberikan oleh-oleh pribadi yang tidak lumrah. Ya... betul oleh-oleh yang tidak lumrah. Pasalnya selepas diri pribadi sampai di tempat tinggal pengembaraan, perubahan yang signifikan pun mulai menyelimuti raga (jasmani) yang awalnya ketara sehat bugar. Yang lebih spesifiknya lagi yakni, perubahan pada desahan suara yang serak-serak basah, ya... mirip ustadz Arifin Ilham gitu deh...heu..heu..heu. Tidak hanya itu, rasa pegal disekujur tubuh pun kian ketara nyata mengiasi aktivitas keseharian yang dijalani. Bersesuaian dengan rasa sakit yang menerpa diri, dengan serentak akal pikiran saya pun memberikan respon yang berarti, memberikan penjelasan, alasan dan perenungan yang se