Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2023

Mendaras Basmalah Syahadatain

Dokpri cover buku Nadom Sunda Syahadatain  Tradisi yang telah mengakar rumput di Madrasah dan saya kira di seluruh pondok pesantren adalah, senantiasa mulai mempelajari ilmu dibuka dengan memanjatkan (mendedah; menafsirkan) basmalah. Hal yang sama juga berlaku tatkala saya mulai mempelajari nadom Syahadatain.  بسم الله  Kalawan nyebat jenengan dzat anu ngumpulkeun sadaya sifat kasampurnaan nyaeta Gusti Allah. (Dengan menyebut nama dzat yang mengumpulkan segala sifat kesempurnaan yaitu Gusti Allah). الرحمن Anu maparinan nikmat Allah kupirang-pirang nikmat ageng di dunya sareng di akherat. (Yang memberikan nikmat Allah dengan beberapa nikmat besar di dunia dan di akhirat). الرحيم Anu maparinan nikmat Allah kupirang-pirang nikmat alit di akherat hungkul. (Yang memberikan nikmat Allah dengan beberapa nikmat kecil di akhirat saja). Pemaknaan basmalah di atas memang jauh lebih spesifik jika dibandingkan dengan pemaknaan basmalah secara umum. Baik basmalah yang kerap kita temukan di Al-Qur&

Mendaras Mukadimah Nadom Sunda Syahadatain

Dokpri cover buku Nadom Sunda Syahadatain  Nadom Syahadatain adalah salah satu materi yang sempat diajarkan ajengan kepada saya tatkala duduk bangku di madrasah. Madrasah Diniyah Ta'limiyah Awaliyah (MDTA) Al Ikhlas adalah nama yang kerap digemakan para santri untuk tempat tholabul 'ilmi itu. Mula-mula Nadom itu didiktekan ajengan sedangkan para santri menulisnya di buku tulis masing-masing.  Selain menggembol beberapa kitab kuning dan Al-Qur'an, memang para santri dianjurkan untuk membawa buku catatan. Sang ajengan dengan sabar senantiasa memberikan pengertian dengan menganalogikan ilmu sebagai hewan buruan. Ibarat hewan buruan, ilmu pengetahuan itu perlu diikat dengan kuat melalui tulisan. Sebab, ilmu itu bersifat nisbi bagi orang yang lalim atas kuasa akal pikiran.  Maksudnya apa? Bagi orang yang tidak mampu berkonsentrasi dan tidak memiliki maharah istima' ilmu yang disampaikan ajengan hanya masuk sesaat. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Artinya, bagi santri

Secarik Sejarah MDTA Al Ikhlas

Dokpri gambar hanya pemanis bukan asli Lembaga pendidikan yang berpengaruh kuat di kampung saya salah satunya adalah Madrasah. Madrasah yang berjarak 500 meteran dari rumah saya itu santer disebut Al Ikhlas oleh masyarakat sekitar. Madrasah yang belakangan--setelah saya amati akhir-akhir ini--mempertegas kedudukannya dengan tergabung sebagai bagian dari Diniyah Ta'limiyah Awaliyah (DTA). Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah no. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan pasal 21, pendidikan Madrasah Diniyah dibedakan menjadi tiga jenjang. Yakni jenjang Madrasah Diniyah Ta'limiyah Awaliyah (MDTA), Madrasah Diniyah Ta'limiyah Wustho (MDTW) dan Madrasah Diniyah Ta'limiyah Ulya (MDTU). Masing-masing jenjang pendidikan non formal tersebut memiliki muatan materi keagamaan yang berkelanjutan. Selaiknya jenjang pendidikan formal yang menjadi sistem baku yang dianut selama ini. Perbedaan mendasar itu tidak terletak pada status legalitas, mela

Menjadi Pribadi yang Berkualitas Melalui Karya

Dokpri ilustrasi siswa menulis Bahagia tak terkira tatkala saya mengetahui penyusunan naskah buku perdana siswa-siswi SDIT Baitul Qur'an rampung dan siap terbit. Rasa bahagia yang menyeruak seiring rasa syukur terpanjatkan ke haribaan pemilik Kalam dan Qolam. Tentu ini merupakan capaian baru yang selaiknya dirayakan dan dilestarikan.  Dirayakan karena siswa-siswi dapat keluar dari zona nyaman yang stagnan. Keluar dari hegemoni sistemik yang dilanggengkan dari tahun ke tahun. Paradigma sekolah sekadar menggugurkan kewajiban formalitas belaka tanpa ada out put nyata yang dapat dinikmati bersama harus segera ditinggalkan. Diubah menjadi aksi nyata yang menghasilkan pundi-pundi karya sebagai jejak peradaban. Dilestarikan karena memang hakikat dari lembaga pendidikan adalah kanalisator peradaban. Peradaban yang lekat akan tradisi literasi. Sementara sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya adalah agen of change untuk kemapanan masa depan. Maka dapat dipahami secara saksama bahwa pr

Qoutes Pamungkas

Dokpri: Cover buku solo terbaru saya Hal yang terkadang luput dari pandangan seorang penulis adalah jumlah halaman naskah. Luput dari pandangan di sini bermakna tidak menjadi bahan pertimbangan, perdebatan ataupun permasalahan yang serius dalam penulisan naskah. Terlebih, umumnya aktivitas menulis dipersepsikan cukup manakala penulis berhasil mengeksplorasi gagasan pemikiran hingga mentok.  Mentok di sini ditandai dengan rampungnya naskah dan adanya rasa plong yang timbul di dalam diri. Bukan mentok dalam makna berkonotasi negatif: kehabisan ide, terbelenggu rasa malas atau bahkan menolak aksi nyata untuk menulis karena berlindung di balik panji segala bentuk alasan. Disadari atau tidak, masing-masing kita lebih lanyah mengkambinghitamkan segenap keadaan untuk membenarkan keadaan diri yang vakum; tidak produktif. Faktanya memang penulis pemula seperti saya cenderung fokus menulis hingga dirasa cukup. Menulis untuk mencari kepuasan diri secara pribadi bukan menulis untuk kepentingan kha

Membuat Prakata Buku Antologi Perdana SDIT Baitul Qur'an

Dokpri: Ilustrasi pengetikan naskah buku Akhir-akhir ini saya fokus menyempurnakan naskah buku antologi perdana siswa-siswi SDIT Baitul Qur'an. Targetnya buku itu terbit dalam waktu dekat dan mampu launching di momentum pembagian raport semester ganjil. Target yang terbilang cukup sederhana dan mudah dilakukan jika disertai dengan tanggung jawab dan ketekunan. Kendati demikian, seiring dengan berjalannya waktu pada kenyataannya target tersebut berubah menjadi agak sedikit mengigit. Menguras waktu, tenaga dan pikiran. Terlebih jika dibenturkan dengan rundown agenda acara yang sudah mengantre panjang dan berdekatan. Saya sadar betul antara dasein dengan das solen selalu ada distingsi yang ketat. Bahkan jika ditinjau dari hasilnya terkadang jauh dari idealisme yang diekspektasikan sebelumnya.  Sedikit kecewa tentu saja. Akan tetapi tidak boleh larut di dalamnya. Jika boleh jujur, target pembuatan buku antologi tersebut sebenarnya telah dijadwalkan di awal semester namun tetap saja dal

Meet up Bersama SPK TAM

Dokpri foto bersama dengan anggota SPK TAM Selain program Safari Literasi yang ditujukan khusus untuk penanaman spirit literasi kepada siswa-siswi di satuan lembaga pendidikan, SPK Tulungagung juga mencanangkan program menggalakkan budaya literasi di kalangan mahasiswa Tulungagung. Program tersebut lantas diberi nama SPK Tulungagung Mahasiswa. Dalam upaya mempermudah penyebutan, kami bersepakat menyebut program itu dengan akronim SPK TAM. Program ini tercetus tatkala kopdar perdana SPK Tulungagung di kediaman Prof. Ngainun Naim. Entah kebetulan atau tidak, terilhami atau tidak, program ini persis seperti halnya program yang diusung oleh SPK pusat tatkala Kopdar di Universitas Sunan Ampel Surabaya (UNESA). Kendati begitu latar belakang terbentuknya saya kira jelas-jelas berbeda. Bahkan perbedaan itu tampak jelas di antara keduanya.  Di titik mana perbedaan mendasar itu muncul? Seperti apa latar belakang yang mengitarinya? Mari kita jawab satu persatu. SPK TAM pada dasarnya diusulkan Ban

Dapur Safari Literasi Edisi Perdana

Dokpri Tempat Meet up di Warung Salman  Panggilan dari nomor tak dikenal via WhatsApp tiba-tiba masuk. Dengan penuh keraguan dan khawatir saya memberanikan diri untuk mengangkat gawai yang terus bergetar dan berdering. Salam terucap sebagai pembuka percakapan. Selebihnya pertanyaan introgatif berhambur saling berkelindanan dua arah. Seiring durasi percakapan di ujung smartphone, di antara kami saling memintal janji dan kesepakatan.  Belakangan, saya baru ngeh bahwa yang menelpon saya itu adalah Pak Qoyyimun Nafal (selanjutnya disebut Pak Qoyyim). Wakil Kepala Sekolah bidang kesiswaan (wkasis) SMPI Al Fattahiyah Maren, Ngranti, Boyolangu, Tulungagung. Melalui panggilan itu beliau menegaskan bermaksud dan bertujuan meminta kesediaan saya untuk menjadi narasumber pelatihan menulis cerpen. Sontak saya sedikit kikuk dan tidak percaya mendengar permintaan tersebut. Jika boleh saya menganalisis, permintaan itu tidak datang ujug-ujug melainkan atas wasilah Prof. Ngainun Naim selaku guru dan pe

Safari Literasi sebagai Babak Baru Menebar Kemanfaatan

Dokpri flyer Safari Literasi Perdana  Bahagia bercampur haru menyelimuti diri-- saya secara pribadi--mendapati satu demi satu program terbaru Sahabat Pena Kita Tulungagung (SPKTA) mulai terealisasi. Satu  dari sekian program terbaru besutan SPKTA tersebut yakni Safari Literasi. Safari Literasi dicanangkan sebagai program menanamkan kecintaan terhadap literasi secara dini kepada sumber daya manusia yang ada di berbagai jenjang satuan lembaga pendidikan. Baik itu di sekolah dasar (SD/MI), sekolah menengah pertama (SMP/MTs) atau pun sekolah menengah atas (SMA/MA). Dalam prakteknya, segelintir anggota SPKTA yang dipandang representatif: kompeten dan siap menjadi pemateri bertandang ke sekolah tertentu. Materi yang didedahkan pun sesuai dengan permintaan lembaga yang bersangkutan. Pendelegasian tugas ini tentu bertumpu pada parameter kesiapan yang kompleks. Penguasaan materi, kesiapan mental dan public speaking yang mumpuni. Selama acara berlangsung, ada citra--marwah SPKTA--yang dipikul da

Pantun Literasi Diri

Dokpri: Kopi Sumber Inspirasi  Beli ikan ke pasar Koja Pulangnya mampir beli jamu Mari galakan tradisi membaca Supaya kita pandai berilmu * Batang tebu rasanya manis Biji kopi pahitnya kuat Mari kawan giat menulis Supaya ilmu kita bermanfaat ** Jalan-jalan ke Gondaria Pulangnya beli martabak manis Mari kawan rajin berkarya Supaya lekas menjadi penulis *** Minggu pagi olahraga bersepeda Pedal dikayuh pelan-pelan Mari lestarikan budaya membaca Menyongsong bangsa yang berperadaban **** Jus tomat rasanya segar Diminum saat siang bolong Tetaplah menjadi pribadi tegar Meski dunia kian sombong **** Burung Kasuari khas Papua Bulunya cantik terjuntai tanah Jangan pernah besar kepala Karena akhirnya berkalang tanah Tulungagung, 5 November 2023

Berkomunitas sebagai Jalan Transformasi Karya

Dokpri Ilustrasi Pembuatan Kata Pengantar  Saya menyambut baik permintaan kata pengantar untuk buku solo perdana yang disampaikan oleh Mbak Rodiah (sapaan akrab Siti Rodiah; penulis). Permintaan itu ia sampaikan via chat WhatsApp. Mbak Rodiah merupakan salah seorang anggota Sahabat Pena Kita  (SPK) Tulungagung. Belakangan, tepatnya di pertengahan Oktober 2023, ia dipercaya sebagai wakil bendahara di SPK Tulungagung. Senang rasanya saya menyaksikan--menjadi saksi hidup-- perkembangan geliat literasi para anggota SPK Tulungagung. Termasuk di dalamnya perkembangan berkarya yang tumbuh dalam diri Mbak Rodiah. Sejauh pengamatan saya, intensitas menulis yang dilakoni Mbak Rodiah di tahun-tahun sebelumnya tampak fluktuatif. Meski demikian di lain sisi harus diakui pula ia begitu bersemangat untuk mengikuti acara-acara besar yang dihelat oleh SPK.  Berkat keaktifannya dalam mengikuti berbagai acara besar SPK itu pula saya mulai mengenal baik Mbak Rodiah. Padahal sebelumnya saya hanya sekadar t

Penyisipan Materi Dasar

  Dokpri ilustrasi seseorang sedang menulis  Tampaknya harus ditegaskan di muka, bahwa tulisan ini merupakan lanjutan dari series tumbuh kembang seorang penulis pemula melalui komunitas literasi. Supaya mendapatkan alur pembahasan yang runtut dan mengena silakan baca terlebih dahulu posting saya sebelumnya.  ********* "Dunia menulis merupakan dunia yang dinamis. Ia tidak berkaitan dengan teori saja. Juga tidak berkaitan dengan praktek saja. Teoridan praktek berkait-kelindan. Keduanya sama-sama penting sehingga tidak bisa saling menafikan" , Prof. Dr. Ngainun Naim, M. HI.  Tahapan yang tidak kalah penting setelah pembentukan kelompok adalah penyisipan materi dasar. Materi dasar tentang kepenulisan tentunya. Referensi teoritis yang dapat diaplikasikan dalam tenggat waktu yang singkat. Mengapa demikian? Sebab materi tersebut berhubungan banyak dengan penyamarataan posisi awal; penyamaan persepsi yang beredar di seluruh anggota; start poin untuk memulai dari mana sampai dengan ta

Ruang Domestik dan Banyolan Kopdar

Dokpri Peserta Kopdar SPK Tulungagung  Pecah telur, sejarah baru telah SPK Tulungagung torehkan di kediaman Prof. Ngainun Naim, tepatnya di perumahan BMW Permadani Bago. Belakangan saya baru mafhum bahwa itu merupakan rumah singgah sekaligus tempat jihad putra sulung Prof. Naim selama kuliah di UIN SATU. Kopdar perdana yang sempat tertunda dalam rentang waktu satu tahun akhirnya terwujudkan. Bahagia bercampur haru menyelimuti diri saya dalam satu waktu. Terselenggaranya kopdar perdana SPK Tulungagung tersebut tidak terwujud dalam ruang yang hampa, melainkan puncak akumulasi dari berbagai pengorbanan dan rencana yang telah disusun sedemikian rupa. Ada mini panitia, hasrat dan gagasan visioner yang menginisiasi betapa pentingnya kopdar itu diwujudkan. Jika boleh jujur, saya dan bang Woks banyak berdiskusi--bertukar gagasan dan usulan--tentang persiapan kopdar ini. Sedangkan kos-kosan saya menjadi saksi bisu sejarah. Secara spesifik, bang Woks berjasa dalam menentukan tema yang diusung

Kopdar sebagai Candu

Dokpri Flyer Kopar SPK Tulungagung  " Tak ada penyakit yang tak bisa disembuhkan kecuali kemalasan. Tak ada obat yang tak berguna selain kurangnya pengetahuan ", Ibnu Sina.  Salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses  berkomunitas--organisasi apa pun bentuknya--adalah kopdar. Kopdar merupakan akronim dari kopi darat. Istilah populer--lintas usia generasi y sampai dengan z--yang digunakan untuk pertemuan tatap muka (offline) di antara sesama anggota komunitas di tempat tertentu.  Tak jarang pertemuan tatap muka itu memilih tempat yang strategis. Strategis jika ditinjau dari berbagai kemungkinan yang ada. Tempatnya yang nyaman, suasana yang mendukung, dekat dengan sumber daya alam dan manusia, terjangkau secara ongkos ataupun jarak dan lain sebagainya. Termasuk di dalamnya memperhatikan kapasitas tempat yang mampu menampung peserta kopdar yang berkenan hadir.  Kopdar memang sudah selaiknya menjadi momentum yang dielu-elukan oleh seluruh anggota komunitas. Tampak

Pentingnya Mengelola Kesibukan

Dokpri Sowan ke dalem Prof. Ngainun Naim  Tulisan ini adalah lanjutan dari postingan sebelumnya: Motivasi Komunal, The Secret of Creation, Komunitas sebagai Support System dan Pendamping Kelompok sebagai Poros Tengah . Saran saya, untuk mendapatkan alur pembahasan yang genap, silakan baca terlebih dahulu posting sebelumnya.  *** Dari pemaparan tugas dan peran kakak pendamping (PJ) di kelompok menulis online tersebut kita bisa menuai hikmah tentang pentingnya manajemen waktu. Utamanya bagi seseorang yang mendapuk peran sebagai penulis. Pengarusutamaan pradigma yang hendak ditampilkan ke muka--terlebih dalam konteks produktivitas menulis--bukan tentang menunggu waktu luang atau pun menunggu mood yang terkondisikan, melainkan meluangkan waktu di tengah kesibukan.  Ya, meluangkan waktu di tengah kesibukan. Meluangkan waktu di tengah kesibukan sendiri secara ontologis bukan hadir dalam dunia imajinasi. Hidup berkeliaran dalam pikiran seseorang yang idealis. Bebas membayangkan konsepsi, citr