Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2022

Proses Pembelajaran Mengaji di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung

Dalam ulasan sebelumnya yang berjudul Pengabdian Tanpa Henti saya sempat menyinggung tentang jadwal mingguan dan bulanan pembelajaran mengaji di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung, akan tetapi di sana saya belum sempat memaparkan tentang bagaimana proses pembelajaran mengaji di TPQLB secara keseluruhan dan rinci. Berpijak pada kesadaran atas ketidaksempurnaan dalam tulisan terdahulu itulah tulisan kali ini dibuat. Tulisan kali ini secara khusus akan mendeskripsikan tentang proses pembelajaran mengaji di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung. Kegiatan pembelajaran mengaji di TPQLB yang secara konsisten diselenggarakan pada setiap hari Minggu selalu dimulai dengan mempersiapkan tempat pembelajaran. Persiapan sebelum masuk itu dimulai dengan membersihkan musala, menata meja hingga menyiapkan absensi kehadiran santri dan asatidz.  Bagian dalam dan luar musala menjadi zona teritorial yang harus dibersihkan sebelum pembelajaran mengaji dimulai. Biasanya kegiatan membersihkan musal

Mengulik Narasi Kehidupan eks-Kaprodi AFI

Kisah inspiratif yang sempat mewarnai setiap jalan kehidupan orang lain bagi saya adalah sesuatu hal yang menyenangkan untuk disimak, dikulik dan dipetik ibrahnya. Tanpa pandang bulu tentang jalan hidup siapa pun itu. Tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, suku bangsa, agama, ras dan budaya.  Bagi saya, semua orang itu sama saja tatkala dihadapkan dengan persoalan hidup: sama-sama memiliki jalan hidup yang unik dan menarik. Lantas, saya kira teramat keliru jika masing-masing kita sibuk membanding-bandingkan proses, alur dan capaian atas hidup antara satu sama lain. Sebab, tak jarang upaya membanding-bandingkan antara satu sama lain itu hanya menjerembabkan kita pada jurang sinisme dan fatalisme. Di lain sisi, sikap upaya membanding-bandingkan itu secara eksplisit juga mendorong paradigma kita untuk fokus memandang dan menampilkan sisi yang dipaksakan benar adanya menurut kita. Bersifat kaca mata kuda. Padahal realitasnya masih mungkin berwujud abu-abu. Mendahulukan menerka-nerka terhadap

Pengadaan Educational Toys

Selain menggenapkan tersedianya media visualisasi pembelajaran, di tahun 2020 pada kenyataannya dewan asatidz TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung juga berhasil mewujudkan keinginan untuk memiliki educational toys (mainan edukasi). Mainan edukasi dalam konteks ini bermakna beragam jenis mainan yang dapat menunjang proses pembelajaran anak. Kendati demikian tidak sembarang mainan dapat dijadikan sebagai media pembelajaran. Hanya kategori mainan yang dapat merangsang potensi sensoris motorik, afektif dan psikomotorik santri saja yang dapat digunakan. Pemilahan yang didasari dengan pengetahuan yang tepat tentang educational toys dan adanya upaya cocokologi dari dewan asatidz menjadi kunci utama dalam proses pengadaan educational toys yang harus dibeli. Kala itu, saya dengan Mas Zakaria sempat melakukan browsing beberapa produk educational toys yang recommended dan harus diburu. Tidak hanya itu, bahkan kami berdua juga sempat membandingkan harga, kualitas dan daya tahan di antara beb

Modul Mengaji Santri Tunagrahita

Tampaknya harus ditegaskan sejak awal, bahwa tulisan ini dibuat dengan maksud hendak meneruskan pembahasan tentang empat eksemplar buku yang diberikan oleh Pak Sinung ke TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung. Jika tulisan sebelumnya yang berjudul Buah Pena Asatidz Relawan fokus mendedahkan mengenai dua buah antologi karya asatidz relawan yang mengabdikan diri di TPQLB maka pada sesi kali ini saya akan mengulas tentang dua eksemplar buku modul mengaji khusus untuk santri tunagrahita. Supaya tidak blunder selama penjabaran, secara mendasar, alangkah baiknya kita memahami terlebih dahulu dua istilah penting yang kemungkinan besar akan terus disebut berulangkali dalam pembahasan ini. Dua istilah tersebut yakni modul dan tunagrahita. Kamus ilmiah populer mengartikan modul sebagai kegiatan program belajar-mengajar dengan memberikan tugas-tugas melalui aturan yang dipakai (aturan yang dipakai sudah mencakup acuan/petunjuk, tujuan serta materi pelajaran dan evaluasi; bahan dasar; buku acu

Buah Pena Asatidz Relawan

Empat bulan menjelang akhir tahun 2021 Pak Sinung selaku pendiri Yayasan Spirit Dakwah Indonesia memberikan empat eksemplar buku ke TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung melalui Mas Zakaria. Empat eksemplar buku itu terdiri dari: dua eksemplar buku antologi karya relawan dan dua eksemplar buku modul pembelajaran mengaji. Harus ditegas di sini, bahwa tulisan kali ini hanya akan mendedahkan dua eksemplar buku antologi karya relawan yang akan disinkronisasi dengan kandasnya rencana menyusun antologi yang saya rumuskan. Sedang mengenai dua eksemplar buku modul akan dibahas pada tulisan selanjutnya. Mari kita fokus membahas tentang dua eksemplar buku antologi buah pena relawan yang mengabdikan diri di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung. Kedua buku itu memiliki genre yang berbeda. Secara fisik, hal itu dapat dilihat dari masing-masing judul kedua buku tersebut. Buku pertama berjudul Spirit Dakwah Indonesia Kumpulan Puisi Dakwah dan Spirit Dakwah Indonesia Kumpulan Meme Dakwah adal

Majalah Media Al Ishlah

Beberapa saat sebelum acara seminar Literasi Nasional dimulai, moderator sempat mempromosikan kegiatan literasi rintisan PP Al Ishlah yang dijalankan selama ini. Sebagai bentuk konkret dari hasil kerja kerasnya, para undangan--utamanya anggota SPK-- masing-masing diberikan majalah Media Al Ishlah edisi 4-Dzulqa'dah/Juni 2022. Sepintas saya amati, majalah Media Al Ishlah itu berisikan reportase (liputan) beberapa agenda kegiatan yang telah dihelat oleh PP Al Ishlah Bondowoso. Secara konten, narasi liputan agenda acara itu ditulis dalam dua sampai empat paragraf. Tidak kurang atau pun lebih.   Tentu saja, hemat saya, Media Al Ishlah itu akan sangat baik lagi manakala memuat beberapa buah pena santri dalam bentuk lain. Misalnya cerpen, esai, puisi, komik atau pun humor. Sehingga konten majalah Media Al Ishlah itu tidak memberikan kesan monoton, melainkan akan lebih beragam dan menarik antusias massa yang membacanya. Kendati mungkin yang dibaca terlebih dahulu adalah bagian-bagian tert

Seminar Literasi Nasional

Sepuluh menit pra acara KH. Masruri Abdul Muhsit tiba di gedung serba guna. Beliau duduk di kursi paling depan setelah sebelumnya bersalaman dengan peserta yang hadir mendahuluinya. Beliau duduk sendiri. Saya perhatikan beliau sibuk memainkan gawainya yang digenggam. Tak berselang lama datanglah sosok lelaki yang berjaket. Ia sungkem kepada KH. Masruri sembari menyodorkan senyum manis yang menandakan bahwa mereka berdua telah lama tak bersua. Mereka berdua terlihat sangat akrab. Untuk beberapa saat mereka saling menumpahkan kerinduan dengan menjalin percakapan. Sempat sekali lelaki muda itu mengangkat tangan kanannya ke arah belakang. Memalingkan wajahnya ke arah kursi yang diduduki Mas Fahrudin sembari tersenyum. "Hai Gus", celetuk Mas Fahrudin yang menyadari sapaannya. Tak lama Mas Fahrudin menghampiri dan berjabat tangan dengannya. Kini bergantian, mereka berdua yang hanyut dalam obrolan hangat yang tampak menyenangkan. Di saat itu pula seorang ustadz pengabdi dengan set

Tempat Penginapan

Sepanjang perjalanan menuju tempat penginapan, seolah-olah Mas Febri paham betul pertanyaan besar apa yang terbenam di benak kami, lantas beliau berperan sebagai tour guide yang baik. Mas Febri mulai menyebutkan setiap sudut dan tempat yang kami lewati. Pertama beliau menyebutkan nama dan fungsi gedung wisma broading school yang Prof. Naim tempati.  Kedua, tepat di bagian Barat jalan terdapat kediaman KH. Thoha Yusuf Zakariya, Lc. selaku pengasuh pondok pesantren Al Ishlah. Kemudian persis di sebelah utaranya terdapat pintu gerbang asrama santriwati. Setelah diam sejenak, dan Mas Febri menceritakan awal mula berkhidmat di PP Al Ishlah hingga sekarang beliau menyekolahkan salah satu putrinya di tempat yang sama, kami melanjutkan perjalanan menyusuri jalan paping yang lebarnya tidak lebih dari 2 meter. Rute jalan yang kami lewati membetuk huruf T.  Ketiga, pada bagian belakang wisma broading school terdapat gedung BLK Komunitas. Mas Febri menyebutkan bahwa santri dikerap ditempa ketrampi

Sambutan "Wah" Tuan Rumah

Selepas Prof. Naim bertukar sapa dengan Mas Febri, kami dibimbing Mas Febri menuju ruang tamu VIP. Di balik pintu kami disambut ustadzah Afifah yang merupakan putri kedua pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren Al Ishlah, almarhum KH. Muhammad Ma'shum. Masing-masing kami berjalan menyusuri karpet merah menuju kursi yang sudah tersusun rapi dan ditata sedemikian rupa. Format peletakan kursi membentuk tusuk sate. Kursi diletakkan secara berhadapan; antara sisi Timur dan Barat. Setiap dua kursi dipasangkan dengan satu meja yang beralas kaca hitam transparan. Di setiap meja tersuguh toples camilan, air mineral dan tisu. Masing-masing meja tersebut hanya dipisahkan celah untuk orang lewat. Tampak, di bagian Selatan tengah-tengah ruangan terdapat dua kursi utama sebagai singgasana khusus untuk pengasuh pondok pesantren. Kedua sisi singgasana itu dilengkapi dengan dua bendera kebanggaan. Sisi bagian Timur dilengkapi empat buah bendera merah-putih. Sedang pada sisi bagian Barat diletak