Secara sadar saya menyadari bahwa
perjalanan panjang ke kota Surabaya kini telah diakhiri. Namun, kini perjalan
itu telah menorehkan banyak pembelajaran hidup yang berarti dan menambah
pengalaman pribadi yang akan menghiasi memori. Tidak hanya demikian, dalam
realitanya ternyata perjalanan tersebut pun telah memberikan oleh-oleh pribadi yang
tidak lumrah. Ya... betul oleh-oleh yang tidak lumrah. Pasalnya selepas diri
pribadi sampai di tempat tinggal pengembaraan, perubahan yang signifikan pun
mulai menyelimuti raga (jasmani) yang awalnya ketara sehat bugar. Yang lebih
spesifiknya lagi yakni, perubahan pada desahan suara yang serak-serak basah,
ya... mirip ustadz Arifin Ilham gitu deh...heu..heu..heu. Tidak hanya itu, rasa
pegal disekujur tubuh pun kian ketara nyata mengiasi aktivitas keseharian yang
dijalani.
Bersesuaian dengan rasa sakit yang
menerpa diri, dengan serentak akal pikiran saya pun memberikan respon yang
berarti, memberikan penjelasan, alasan dan perenungan yang semstinya diyakini.
Bahwa rasa sakit yang timbul dari perjalanan tersebut hanyalah bersifat
sementara, yang ditidak akan pernah setara dengan pembelajaran yang diterima, (husnudzon
saya terhadap keadaan yang menerpa diri).
Dalam keadaan sadar saya pun mulai
merenungi, sehingga saya pun mendapat pencerahan diri dan simpulan, bahwa rasa-rasanya
tidaklah baik, adil tatkala diri saya hanya melihat, memahami dan mengerti apa
yang telah terjadi hanya berdasarkan pada sisi negatifnya saja.
Untuk itu, mungkin seharusnya saya
pun mengemukakan sisi positif yang dapat dikategorikan sebagai pembelajaran
hidup yang berarti. Di mana pembelajaran tersebut nampak tersiratkan tatkala
saya dan teman-teman mengunjungi tempat pemakaman Sunan Ampel (ziarah wali). Tatkala
itu saya mulai mempertanyakan sebuah alasan logis dan kepercayaan masyarakat yang
diyakini, tentang persoalan ziarah kubur yang tidak pernah sepi dari kunjungan
masyarakat berasal dari berbagai penjuru daerah yang kian lama semakin berbondong-bondong
datang menghampiri area pemakaman. Meskipun tatkala itu gelapnya malam kian
ketara menyelimuti keadaan.
Dari sana saya pun merasa takjub, (sembari
mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir). Dengan sadar saya melihat,
merasakan dan mengerti akan hebatnya waliyullah tersebut, seorang hamba Allah SWT
yang diberikan kemuliaan, kehormatan dan keistimewaan diantara mahkluk ciptaan-Nya
yang lain. Seorang tokoh Islam yang mampu menorehkan sejarah peradaban dan
perkembang Islam di tanah Jawa. Seorang tokoh Islam yang mempunyai jasa besar (peran
penting) dalam tegaknya agama Allah di muka bumi. Sehingga usianya panjang tak
lekas digerus zaman (selalu dikenang).
Bersesuaian dengan hal tersebut saya
pun dengan penuh harapan, berkeinginan dan motivasi diri berupaya untuk menjadi
pribadi yang lebih baik lagi, (bagaimana memanfaatkan kehidupan di dunia yang
singkat ini menjadi lebih berarti). Dengan alasan, saya pun ingin menjadi
seseorang yang memiliki usia panjang tak lekas digerus zaman (selalu dikenang),
meskipun raga dan jiwa sudah tidak menyatu lagi. Dan yang pastinya bukan dengan
jalan yang sama, melainkan dengan jalan yang berbeda.
Komentar
Posting Komentar