Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Proses Menyempurnakan Media Pembelajaran TPQLB Spirit Dakwah Indonesia

Pentingnya Media Pembelajaran Komponen penting dalam suksesnya pelaksanaan pendidikan, salah satu di antaranya adalah tersedianya media pembelajaran. Media pembelajaran adalah alat yang digunakan untuk menunjang efektivitas kegiatan belajar. Adapun bentuk fisiknya, bisa berupa apapun yang ditemukan di lingkungan sekitar kita. Misalnya buku, koran, majalah, proyektor, black atau white board dan lain sebagainya. Sebagai perantara, alat yang digunakan sebagai media pembelajaran sudah barang tentu harus memiliki sifat konduktor terhadap materi yang disampaikan. Sebab hakikat dari penggunaan media pembelajaran tidak lain bertujuan membantu pencapaian komunikasi interaktif antara dua belah pihak yang sedang bertansaksi ilmu pengetahuan. Memudahkan tersampaikannya materi yang dipelajari: membantu pendidik dalam menyampaikan sekaligus memudahkan siswa dalam memahami. Digital Indeks Braille Sebagai Media Pembelajaran Santri Tuna Netra Dalam konteks kepentingan melengkapi media pembelajaran

Perihal Nama SPL

Nama Sahabat Pena Lentera (SPL) sendiri terinspirasi dari nama grup menulis Sahabat Pena Nusantara (selanjutnya disingkat SPN) yang pernah membuat saya merasa ngidam untuk menjadi bagian kecil darinya. Rasa ngidam itu sudah barang tentu tidak muncul tiba-tiba, melainkan ada tiga alasan kenapa rasa ngidam itu berhasil bersemayam dalam diri saya. Pertama, rasa ketertarikan timbul tatkala saya kerap mendapati broadcast tulisan yang mengatasnamakan Sahabat Pena Nusantara di berbagai kanal media sosial, utamanya WhatsApp. Kesan pertama itu cukup mengena, sebab grup tersebut begitu santer menampilkan riak suara melalui tulisan di saat khalayak ramai gandrung dengan sikap narsisnya. Karena rasa ketertarikan itu pula, pernah satu ketika saya berusaha melacak seluk-beluk tentang grup itu kepada salah seorang teman yang saya anggap tatkala itu getol mengikuti kegiatan literasi. Bahkan, kabar terakhir yang saya dengar, ia tergabung sebagai salah seorang anggota grup yang dibentuk sekaligus diasuh

Pentingnya Menjaga Akhlak Bermedia Sosial di era teknologi yang semakin pesat (Antara Ironi, Fakta dan Harapan)

Kehilangan ruang privasi di zaman yang serba canggih dan eksis ini adalah wujud keironisan daripada chaos-nya kehidupan nyata. Sebutkan saja seperti ketidakmampuan menerima rupawan, sosial ekonomi masyarakat yang timpang, pendidikan yang timpang dan masalah kesehatan serta kriminalitas. Sebagai akibatnya, banyak orang yang memilih memindahkan segala bentuk aktivitasnya ke media sosial. Gerak sedikit cekrek, lalu unggah. Sialnya, hal itu berbanding lurus dengan konsepsi kemerdekaan yang tak mengenal batas. Apa-apa serba diunggah, meskipun itu kadang kala melanggar kode etik, norma sosial di masyarakat dan lain sebagainya. Ambil saja contohnya, kita kerap kali melihat fake account (akun bodong) yang dengan sengaja menyuguhkan berbagai macam jenis hoaks, gambar senonoh dan video yang tidak semestinya dipertontonkan. Bahkan tidak jarang, tendensi yang justru memenuhi status media sosial itu lebih mengutamakan jumlah viewer daripada bobot dan dampak yang akan dituai oleh khalayak.  Terlebih

Apa Kabar Sarkat?

"Omong kosong kalau ada yang bilang menulis itu mudah. Tapi omong kosong juga kalau ada yang bilang menulis itu sulit. Menulis adalah perkara yang tidak sulit tapi rumit. Rumit bukan berarti sulit", Putut EA. Tiba-tiba saya merindukan program sarapan kata (selanjutnya disebut Sarkat) yang sempat diagendakan kelas menulis online (KMO). Terhitung kurang lebih satu bulan sebelum bulan puasa tahun ini, saya memutuskan bergabung dengan KMO.  Kerinduan itu bisa jadi disebabkan karena saya kerap mengoprak-ngoprak teman-teman yang lain untuk Sarkat. Waktu itu, mengoprak-ngoprak teman-teman untuk Sarkat memang salah satu tanggung jawab saya selaku yang dituakan di grup. Satu tanggung jawab selain merekap setoran Sarkat, menyampaikan instruksi penjabat struktural dan mengamankan kondisi grup. Karena itu pula akhirnya setelah sekian lama puasa chat di grup kecil yang kami beri nama Aksara Rasa, saya berusaha menyapa. "Selamat pagiii semuanya... Bagaimana kabarnya hari ini? Sudah Sa

Putus

Satu kata yang mewartakan duka perasaan Ia ada karena prahara keintiman  hubungan yang bersambung pertikaian salah paham, konflik dan ketelanjuran Atau memang solusi terbaik yang harus timbul ke permukaan Jalan yang harus ditempuh meskipun enggan Setapak demi setapak kita saling meninggalkan Membawa raut wajah yang saling memalingkan  Melipat segala bentuk tingkah sebagai kemaluan Saling mengacuh sembari menyembelih perasaan Mengusap peluh dalam sendu sedan Memupus memori indah kebersamaan Menghapus jejak rayuan maut yang telah kena sasaran Atas nama pengkhianatan, perbedaan keyakinan atau restu yang tak kunjung diberikan Gejolak asmara yang kian mendidih itu pun harus ditanggalkan Tujuan akhir duduk di pelaminan itu segera karam dihantam kenyataan Perlahan-lahan kita mendayung biduk yang menghilirkan arus bernama saling melupakan Meski menyisakan kecamuk perih yang rasanya terus mernyelinap berulang-ulang dalam keheningan Dan semuanya tumpah menjelma sesenggukan Dalam kesendirian masi

Aku Lupa Sekolah Mak!

Apa kabar sekolah? Apa engkau dalam keadaan baik-baik saja di sana? Apa engkau sekarang masih setia merawat harapan, asa dan cita-cita kaula muda dalam duka Corona? Pun sahabat-sahabat juang yang telah lama bersembunyi di balik rentangan jarak  Semoga kalian baik-baik saja menahan rindu yang terus bergejolak Apa kabar gedung-gedung dengan tembok yang kokoh? Atap dan semua isian yang terjaga pagar berkawat Apa engkau sudah mulai berkarat? Atau malah keterpisahan ini menjadikan ego menara gadingmu menjadi kumat? Kelengangan yang tak kunjung berujung ini justru membuatmu tersenyum jail dengan sikap bodo amat Bodo amat? Hahahaha... Siapa? Aku? Atau mungkin engkau bersimpuh di hadapan peraturan yang dikukuhkan para penjabat Engkau membudak atas nama maslahat, institusi dan riwayat Bodo amat! Biarkan orangtua berduyun-duyun mendaftarkan ribuan anaknya hingga sebulan kemudian tamat Biarkan mereka berlomba-lomba memuja nilai hingga kiamat Biarkan mereka bangga dengan angka-angka yang disebut h

Syukur di Balik Kerapuhan Rasa dan Psikis di Hari Raya (Bagian 4)

Alur tulisan ini bersambung dengan unggahan sebelumnya. Sebelum membaca pastikan Anda sudah membaca episode sebelumnya: Bagian 2: https://www.kompasiana.com/manganwar/60c771fdd541df1aa63dcfd3/syukur-di-balik-kerapuhan-rasa-dan-psikis-di-hari-raya Bagian 3: https://www.kompasiana.com/manganwar/60c7e6168ede483d3e43bad2/syukur-di-balik-kerapuhan-rasa-dan-psikis-di-hari-raya Stigma dan stereotip yang berpangkal tajassus Sementara pola yang terakhir, yakni stigma dan stereotip yang berpangkal tajassus telah menjadi bumbu penyedap rasa dalam silaturrahim pasca lebaran.  Stigma dalam konteks ini bukan semata-mata bermakna tanda atau ciri negatif yang menempel pada pribadi tertentu  karena pengaruh lingkungannya melainkan justru citra negatif itu ada dalam diri seseorang karena pelabelan melalui tanda atau ciri yang kian masif digencarkan secara personal yang diamini khalayak ramai. Artinya, di sana ada proses pembentukan hingga akhirnya pelabelan itu menjelma menjadi kenyataan.  Mirisnya, car

Syukur di Balik Kerapuhan Rasa dan Psikis di Hari Raya

"Sadar ataupun tidak, salah satu hal yang banyak mengundang keprihatinan diri di hari yang fitri adalah ketidakmampuan kita keluar dari tradisi tajassus dan gibah yang terus mengakar dan menghegemoni. Tidak pandang bulu, siapapun itu seakan-akan pantas untuk dikutuk dan dikuliti" , Dewar Alhafiz. Seperti halnya koin yang memiliki dua sisi. Pemberlakuan aturan larangan mudik lebaran Idulfitri itu pun pada kenyataannya tidak hanya menampilkan tekanan psikis dan kerapuhan rasa yang bersemayam dalam benak masing-masing kita, melainkan berpotensi juga sebagai ajang untuk memanjatkan syukur. Lah, bersyukur di tengah himpitan bencana dari segala aspek kehidupan memang bisa? Jikapun itu bisa, syukur seperti apa? Apakah syukur itu seperti halnya orang yang merokok? Meskipun terhitung sudah habis satu batang namun tetap saja menguntungkan. Masih saja menyisakan puntung rokok. Bagian filter yang tidak terbakar.   Atau mungkin, syukur itu mirip dengan etika yang menjadi falsafah hidup ma

Buah Tangan Keheningan

Tak selayaknya kita melulu takut dalam kesendirian. Tenggelam dalam keheningan. Toh pada akhirnya setiap manusia kembali pada ketiadaan. Meratap dalam pengasingan. Untuk apa berjumawa dan pongah tinggi-tinggi karena deretan gelar yang kau punya; jika akhirnya yang terjadi hanya hanyut dalam sistem keegoisan perut dan di atas lutut, membebani orang-orang dengan penilaian pincang sembari mengutuk-ngutuk hidup dalam banyolan akut. Waraskah Anda? Tulungagung, 22 Juli 2020. Aku berpikir maka aku tidak pernah menjelma; yang ada hanya distorsi dan rekonstruksi serpihan kesadaran yang bermula dari ketiadaan dan pengakuan. Masa bodoh tentang si waktu. Yang kutahu sekarang, hanya tentang memikul proses dan usaha yang keras. Kalangan bawah kerja keras, kalangan atas ngegas, sudah biasa. Yang luar biasa itu kesalingan dan pengertian dalam mengoreksi kesalah-kesalahan yang pernah dilakukan untuk menjadi lebih baik. Tulungagung, 23 Juli 2020. Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk memudahkan hidup d

Persaudaraan Utang dan Janji

 "Seperti halnya rindu yang harus tuntas terluapkan, utang pun tak akan pernah lunas sekadar ditebus dengan janji imajinatif melainkan hanya butuh cukup bukti yang konkret. Ajining diri soko lathi. Ajining janji soko ati lan driji", Dewar Alhafiz. Mengurai Bongkah Kesangsian Kenapa setiap orang lebih gemar mengobral janji manis di kala membutuhkan pinjaman uang atau materi? Kenapa manusia rela hati menghabiskan waktu dengan basa-basi hanya untuk mengutarakan satu maksud yang dikehendaki? Mengapa dengan sengaja manusia mempertaruhkan harga kata hanya untuk merajut sepenggal kalimat janji supaya orang lain mau menaruh simpati? Pertanyaan-pertanyaan itu terus saja menampakkan batang hidungnya dalam klise kusut pikiran saya. Hingga akhirnya berhasil menarik rasa penasaran saya yang kian membuncah di pucuk ubun. Pendek kata, pertanyaan itu justru menjerumuskan saya pada kehendak mengurai kembali persinggungan benang merah di antara keduanya; keterlibatan antara utang dan janji itu

Utang, Geliat Menulis dan Prinsip Hidup

"Utang ya disaur bukan malah berkelit. Gitu aja kok repot", Dewar Alhafiz. Terhitung sejak berganti nama dan beralih ruang grup WhatsApp -dari Komunitas menulis menjadi Sahabat Pena Kita Tulungagung- pekik takbir literasi belum saja sampai di ujung ubun dan menjelma jiwa bagi para penghuni di dalamnya. Tak terkecuali saya pribadi yang banyak mencekal lengan ide dengan sengaja. Sering memilih menunda kesempatan untuk menuangkan ide yang muncul, belum mampu istakamah dalam menulis Sunnah bahkan sekadar untuk menggugurkan kewajiban saja lebih banyak berkelit dalam segunung alasan kesibukan, alhasil mengutang pun adalah pilihan. Tapi masalahnya, sejak kapan mengutang itu menjadi pilihan? Sejak kapan mengutang itu diperbolehkan? Apakah lapak obral utang itu mulai dijajakan di kala masing-masing kita memilih untuk bergabung menjadi bagian dari grup WhatsApp Sahabat Pena Kita Tulungagung? Apakah kewajiban menulis itu benar-benar telah berikhlas hati mana kala mayoritas memilih untuk

Pentingnya Karakter Kemandirian Belajar Siswa

Salah satu tanda keberhasilan pembelajaran di ruang lingkup sekolah ditunjukkan dengan adanya sikap kemandirian di dalam diri siswa. Menurut Suharnan (2013: 67) kemandirian adalah salah satu komponen terpenting dalam karakateristik kepribadian yang berkaitan erat dengan adanya proses-proses kreativitas. Dengan demikian, kemandirian atau perilaku mandiri dapat dikatakan sebagai wujud kecenderungan pribadi yang sama sekali tidak ditentukan oleh orang lain, melainkan diri pribadilah yang menentukan aktivitas (tindakan) yang hendak dilakukan.  Aktivitas pribadi yang dimaksud ialah mencakup; pola pikir (berpikir), memecahkan masalah, membuat dan menentukan keputusan; melaksanakan tugas dan tangggungjawab. Bahkan Sternberg (1997) menetapkan kemandirian sebagai salah satu terpenting dari dua puluh karakter yang dimiliki oleh mereka successfully intelligent people (orang-orang cerdas yang sukses). Kemandirian siswa tersebut dalam konteks proses pembelajaran dimulai dengan kemandirian belajar. 

Pentingnya Relasi di Era Digitalisasi

Keberadaan jaringan dalam tumbuh suburnya marketing berbagai varian produk teknologi di era digital ini sangat diperhitungan, bahkan dapat dikatakan pula sebagai titik nadir produktivitas itu tersendiri. Bagaimanapun justru karena adanya jaringan itu pula produk teknologi begitu pesat diperbaharui dari segala segi. Dari yang benar-benar penting mendahulukan fungsi sampai dengan sekadar mengunggulkan resolusi dan konfigurasi. Intinya,  ada modus jaringan kekal yang sengaja dibuat dan ditutup-tutupi. Pertanyaan mendasarnya ialah bagaimana mungkin seluruh varian produk teknologi akan terkontribusi secara merata dan dirasakan kemanfaatannya secara nyata akan tetapi tidak ada saluran untuk menghubungkan antara produsen dan konsumen? Tidak ada minat transaksi jual beli yang dipandang mumpuni. Tanpa adanya transaksi, integrasi dan interaksi apakah mungkin akan ada konektivitas antara hardware dan software serta kepentingan manusia dalam menggunakan gadget? Atas dasar itu pula, maka wujud peng