Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Sukses Tak Lain Karena Proses

 Segala sesuatu membutuhkan proses, termasuk pula untuk mencapai satu keadaan ideal yang kerap disebut dengan istilah sukses. Sukses senantiasa dipersepsikan sebagai target, tujuan dan pusar dari sekian banyak alasan kenapa orang harus bekerja keras. Bekerja dengan giat, disiplin dan bertanggungjawab dipandang sebagai jalan untuk mencapai keadaan sukses. Entah itu, sukses dalam segi karier, rekam jejak kehidupan dan upaya meningkatkan kualitas hidup. Namun yang menjadi pertimbangan utama selanjutnya ialah ketidakmampuan istilah sukses itu hadir tanpa adanya sandaran, mandiri. Katakanlah istilah sukses di sini memiliki posisi pakem sebagai predikat dari berbagai subjek yang menjadi sandaran atau biang dari adanya pembicaraan. Atas dasar demikian, maka runtutan itu senantiasa menunjukkan adanya hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang benar-benar harus logis dan sistematis dalam pandangan manusia.  Tentu dalam konteks ini keadaan-keadaan yang tak pernah mampu terjangkau oleh nalar kewajar

Golongan Manusia Karet

 Hemmm... perbincangan ini mari kita mulai dengan beberapa buah pertanyaan ringan. Ya ringan, seringan ngemil satu-dua bungkus snack yang paling kita sukai. Jam berapa si anda bangun tidur? Duluan ayam berkokok atau anda mendahului ayam berkokok? Setelah adzan Subuh berkumandang? atau malah setelah matahari menggeliat?  Mungkin iya, pertanyaan ini agak sedikit sensitif bagi mereka yang mendaulatkan diri sebagai pecinta begadang. Termasuk pula sebagian orang yang memang memiliki kesulitan untuk memejamkan mata hingga bandul jam benar-benar telah menunjukkan dini hari.  Sebutkan saja golongan yang kedua itu dengan si penderita insomnia. Satu golongan yang hobinya membuat story di medsos dengan kurasi waktu di atas jam dua belas malam hingga menjelang subuh tiba.  Entah itu golongan yang pertama ataupun kedua, secara hukum kausalitas keduanya hampir dapat dipastikan selalu ada alasan yang melatarbelakanginya.  Golongan pecinta begadang misalnya, tak mungkin mereka terus-menerus melek tanp

Setiap Manusia Berfilsafat

 Apa gerangan yang ada di benak Anda ketika mendengar kata filsafat? Mampukah Anda memberi sedikit penjelasan tentang makna filsafat dengan sangat sederhana? Tanpa njlimet, menyisipkan embel-embel tak berlogika, stigmatif dan ketakutan akut yang tak berdasar. Pertanyaannya, apakah bisa? Mungkin kita masih ingat dengan hot news atau pun berita tentang fluktuatif perilaku keagamaan seseorang yang dikait-kaitkan dengan filsafat. Di sana,  filsafat dihakimi, dijadikan sebagai kambing hitam atas memudarnya keyakinan dan peralihan agama. Seolah-olah filsafat adalah biang kerok atas chaos yang ada.  Padahal, fluktuatif perilaku keagamaan seseorang sendiri sangat dipengaruhi berbagai macam faktor internal dan eksternal yang terkadang tak mampu diterka-terka begitu saja. Sementara, kebiasaan buruk manusia adalah gemar menghakimi, mendikte dan memaksa. Utamanya, mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya pada kesempatan yang ada di depan mata. Nah, itu dia masalahnya, tak sedikit orang yang lebih m

Menyongsong Dua Perayaan Sekaligus

Minggu 25 Oktober 2020, Alhamdulillah, taman pendidikan Qur'an Luar Biasa (TPQLB) Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung telah menggelar dua lomba secara serentak dalam rangka memeriahkan peringatan hari santri nasional dan Maulid Nabi Muhammad Saw. Dua lomba tersebut ialah mewarnai dan menggambar kaligrafi. Kategori lomba mewarnai dikhususkan untuk santri disabilitas yang berusia lima-sepuluh tahun. Sementara santri yang berusia sebelas sampai dua puluh tahun ke atas diarahkan untuk mengikuti lomba menggambar kaligrafi. Dalam pelaksanaan lomba mewarnai, para asatidz telah menyediakan satu lembar gambar yang bernuansa islami. Deskripsi singkat dari gambar tersebut di antaranya; satu bangunan mesjid megah yang dikelilingi hijaunya alam, di mana tepat di pelataran masjid tersebut terdapat satu keluarga utuh dan bahagia.  Tampak jelas, di sana berada seorang ibu yang menentang makanan ringan, sang ayah yang membawa beberapa gelas di atas baki dan putra-putrinya yang riang gembira bermain

Bu Tejo dalam Peran Sebagai Citra Anak Zaman

Kurang lebih tiga bulan yang lalu jagat maya dihebohkan dengan boomingnya film pendek berjudul 'Tilik'. Salah satu film karya anak bangsa yang disutradarai oleh Wahyu Agung Prasetyo, Ravacana Film yang bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Film Tilik sendiri sebenarnya telah diproduksi semenjak 2018. Namun entah karena alasan apa, kemudian film itu menjadi trending topik dan bahan pembicaraan yang empuk kalangan netizen di dua tahun berikutnya.  Upaya menerka-nerka alasan pun kian tumpah ruah ke permukaan. Film Tilik yang nangkring di kanal YouTube Ravacana Films akhirnya menyedot berjuta-juta pasang mata yang tercekik rasa penasaran. Jika diperhatikan, kian hari viewernya terus melesat hingga menyentuh angka 23 juta kali ditonton. (Satuan kalkulasi viewer hari ini). Belum lagi ditambah dengan jumlah viewer repost film Tilik pada akun YouTube lain yang berusaha memanen hasil keboomingan tersebut. Seperti biasanya, akan selalu ada tangan-tangan jahil

Seleksi Masa

Merebus mantra seketika Apapun itu namanya Mengenalnya atau tidak, tak apa Memahaminya maupun tak bisa Tetap saja takan pernah sama Masing-masing mengemban beban pundak nan berbeda Berpijak di bumi antara Lantas di bagian kurun waktu mana aku harus mengiba? Di langkah kaki mana aku harus berputusasa? Pada bagian kerling keberapa aku harus memutuskan berhenti memahaminya? Dalam jengkal keyakinan setebal apa aku harus bersua? Akhirnya aku leluasa, Sesekali menebar prasangka tak mengapa Tak lagi harus berlaga pilon berpura-pura Menimbang-nimbang kemerdekaan tiada tara Menghitung-hitung kebaikan kehendak tak terhingga Bahkan engkau mengkalkulasikan semuanya Entah itu segunung pun atau seujung kuku miliknya Kenyataannya? Diam-diam engkau menabuh genderang curiga Menuding-nuding setiap kepingan dosa kesalahan pena Pada malaikat pencatat amal itu dirimu telah durhaka Dan engkau sibuk mengekalkannya Mengutuk-ngutuk dengan curah caci tak terduga Senyum sinismu kini tak lebih hanyalah tanda Sump

Hujan dan Kesumpekan Manusia

 Derasnya hujan yang turun di tengah malam kemarin nyata belum benar-benar lekas berpamitan pulang, dan itu terlampiaskan sudah dalam ritme gerimis di Senin pagi sebagai tuan.  Tuan yang kehadirannya kerapkali banyak diperbincangkan, entah itu oleh para atasan pun atau khalayak kerumunan karyawan. Tuan yang kehadirannya selalu dalam persimpangan di antara dua keadaan; beranjak dari rasa malas dan ketepakasaan. Tuan yang lambat-laun menjadi tanda sukses-tidaknya satu tujuan dan tindakan. Loh, mengapa demikian? Sebagai faktanya, bukankah setiap masing-masing kita lebih suka menghabiskan waktu libur tiba bersama dengan keluarga tercinta? Bukankah, dikala waktu libur tiba, kepayahan yang acapkali kita cari adalah kebebasan dari setiap tekanan yang ada.  Alhasil sebagai bentuk realisasinya, bercengkrama, mengumbar tawa dan saling melontarkan sepenggal humor atau berbagi pengalaman dalam wujud cerita bersama pasangan dan anak-anak adalah candu yang senantiasa diidam-idamkan atas segudang kes

Tekanan Psikis sebagai Kawan Keseharian Anak

Selain mengondisikan kembali peran orangtua dan ketergantungan atas internet, pembelajaran jarak jauh juga akhir-akhir ini dipandang berakibat fatal atas keadaan psikis anak didik. Hal yang demikian diceritakan betul oleh beberapa teman yang berprofesi sebagai guru honorer ataupun guru tetap di dua-tiga sekolah. Mereka menegaskan bahwa banyak anak didiknya yang merasa rindu dengan rutinitas pembelajaran di sekolah.  Selain itu, ditemukan pula tidak sedikit di antara anak didik yang mengeluhkan capeknya proses pembelajaran dari rumah. Bagaimanapun proses pembelajaran yang sekadar mengerjakan bejibun tugas tanpa penjelasan yang gamblang membuat anak didik mudah bosan dan jenuh. Lebih lanjut, keluh-kesah tersebut bermula dari cara membimbing dan tuntutan yang dikehendaki oleh orangtua terkadang lebih kerap tampil dengan luapan emosional yang merundung mental anak didik.  Celah borok atas pengalihan proses pembelajaran dari ruang publik ke ruang domestik yang menyebabkan adanya pemangkasan

Koneksi Internet sebagai Kebutuhan Pokok

Kepemilikan dan kapabilitas atas gadget pada kenyataannya tidak dapat termaksimalkan fungsi dan manfaatnya untuk menunjang proses pembelajaran selama tidak terkoneksi dengan jaringan internet.  Koneksi gadget dengan internet dalam konteks kelangsungan pembelajaran jarak jauh di sini dapat dianalogikan layaknya ruh dan jasad yang saling melengkapi sekaligus menghidupi.  Dua komponen integral yang tak dapat dipisahkan antara satu sama lain tatkala membicarakan banyak tentang multifungsi kemutakhiran teknologi terhadap peradaban umat manusia. Bagaimanapun proses pembelajaran di masa pandemi ini sangat bergantung pada penggunaan aplikasi ruang belajar berbasis sosial media yang mengharuskan adanya koneksi internet. Entah itu koneksi internet melalui kouta data kartu perdana atau WiFi Indihome sekalipun. Atas dasar ketergantungan itu pula pada akhirnya koneksi internet pun menjadi kebutuhan pokok baru yang lambat-laun bersaing ketat dengan upaya pemenuhan kebutuhan primer dalam menjalani ke

Pentingnya Memiliki dan Kapabilitas atas Gadget di Masa PJJ

Pembelajaran jarak jauh pada kenyataannya mengharuskan setiap kepala keluarga memiliki dan menguasai betul atas smartphone, tablet dan laptop.  Kehadiran piranti-piranti kemutakhiran teknologi ini yang semula dipandang dan diposisikan sebagai kebutuhan sekunder bahkan tersier oleh khalayak ramai namun kini beranjak cepat menjadi salah satu kebutuhan primer di berbagai lapisan sosial masyarakat yang ada. Disadari ataupun tidak, dengan diberlakukan PJJ intensitas transaksi jual-beli gadget meroket tajam. Entah itu produk gadget yang benar-benar berkapasitas terupdate ataupun second (bekas) sekalipun penjualannya lebih laris di pasaran. Hal ini menunjukkan bahwa Covid-19 di satu sisi memberikan keberkahan bagi sebagian orang. Tentu dalam prakteknya tidak hanya cukup sekadar memiliki gadget, akan tetapi orangtua dan sang anak juga harus menguasai betul cara penggunaannya. Mengetahui bagaimana cara menggunakan aplikasi ruang belajar seperti WhatsApp, ruang guru, google class, google room, z

Pola dalam Mendampingi Belajar Anak

Pengalihan ruang pembelajaran vis a vis (metode klasikal) menjadi ruang virtual pada kenyataannya mengoyak kembali kemapanan tatanan peran guru dan orangtua terkait efektivitas pembelajaran anak didik.  Dalam konteks pengalihan ruang pembelajaran inilah sejatinya guru sedang menyerahkan marwah untuk menjaga dan melestarikan lima aspek yang membentuk anak didik: dimensi intelektual, dimensi kultural, dimensi nilai-nilai transendental, dimensi keterampilan fisik/jasmani dan dimensi kepribadian manusia itu sendiri pada genggaman orangtua (Saiful Mustofa, 2017: x). Jika selama ini pembelajaran teoritis dan moral secara porposional lebih terpusat dilakukan di sekolah dengan banyak melibatkan peran aktif guru maka pada pembelajaran jarak jauh adalah kebalikannya, di mana upaya itu lebih dominan mengandalkan peran orangtua. Orangtua dan anggota keluarga yang ada di lingkungan rumahnya sebagai pusat pembelajaran setiap masing-masing siswa. Entah itu dalam mengerjakan tugas sekolah via daring a

Pembatas Buku

Dari sekian banyak keterkaitan dan pola yang berlaku dalam dunia literasi, membaca buku adalah satu hal penting yang tidak dapat dipisahkan keberadaannya dari lahirnya tulisan yang mengandung ide-ide baru atau sekadar refleksi.  Aktivitas membaca buku di era digitalisasi sekarang ini bisa dilakukan dengan dua cara, yakni membaca buku secara manual dan membaca buku versi digital.  Membaca buku secara manual lebih banyak melibatkan common sense, sensasi tersendiri dan aroma khas kertas buku menjadi kenikmatan yang tidak dipungkiri.  Membaca buku secara manual di sini bila dianalogikan seperti halnya kita menemukan bunga mawar di taman, yang kemudian dijerat dengan pandangan kedua bola mata, kita raba keindahannya dengan jemari hingga kita hirup aroma khas yang melekat di dalamnya sebagai identitas asali.  Percaya atau tidak, keterlibatan indera peraba atas setiap lembar kertas buku yang kita baca seakan-akan menjadi tantangan tersendiri sekaligus motivasi yang harus dinikmati.  Terlebih-

Kategori Waktu dalam Menunaikan Salat

Ada banyak pembagian waktu dalam agama Islam, di antaranya: waktu untuk menunaikan ibadah salat, puasa, mengeluarkan zakat, ibadah haji, umrah, waktu yang tepat untuk berdo'a, melafalkan akad, mengikrarkan janji, mengazamkan niat dan lain sebagainya. Setiap masing-masing waktu itu memiliki cakupan ruang, kuantitas, intensitas dan aturan tertentu yang berlaku khusus dalam menunaikan satu perbuatan yang dikehendaki oleh subjeknya, sehingga sangat tidak mungkin untuk saling memukul rata satu sama lain di antaranya.  Misalnya saja, waktu yang berlaku untuk menunaikan salat tidak pernah bisa disamakan dengan waktu yang berlaku dalam mengeluarkan zakat. Begitu halnya rentan waktu untuk menunaikan ibadah puasa tidak akan sama seperti waktu dalam menunaikan ibadah haji atau umrah. Meskipun demikian, dari sekian waktu yang telah disebutkan di atas, namun penulis di sini lebih tertarik untuk sedikit mengorek waktu terkait dengan ibadah salat. Ibadah salat hukumnya wajib bagi setiap muslim da

Khotbah Jumat Sebagai Ajang Evaluatif

Salat Jumat pada minggu pertama di bulan September ini saya tunaikan di masjid Al-Azhar. Salah satu masjid yang letaknya tidak jauh dari kompleks perumahan Permei, satu rute yang sama dengan destinasi wisata warung kopi sekaligus track jogging pinggir kali (Pinka) Ngrowo. Tepat di sebelah selatan masjid Al-Azhar Sukoanyar itu terdapat bangunan PAUD Taam dan madrasah Diniyah Al-Azhar.   Pelataran bangunan itu jelas dihiasi dengan permainan khas kesukaan anak-anak, di antaranya; ayunan, selorotan, kursi berputar, bola dunia panjat dan jembatan panjat.  Dari kejauhan tampak jelas, salah satu ciri yang menandakan bahwa bangunan itu tempat belajar anak-anak ialah dekorasi dinding yang mulai tampak usang termakan zaman. Bahkan, beberapa paruh waktu, saya sering membuang wajah sejenak ke arahnya. Entah itu tatkala saya sedang beristirahat sejenak di serambi masjid ataupun di kala masih menduduki jok motor di parkiran. Ah, tapi bukan potret sarana itu yang hendak saya ceritakan pada tulisan in

ERA TEKNOLOGI DIGITAL SEBAGAI PELUANG DAN TANTANGAN

               Perkembangan teknologi digital yang setiap tahun kian mutakhir pada kenyataannya tidak sekadar menjelma sebagai peluang yang serta-merta menyodorkan berbagai produk yang berusaha memberi kemudahan bagi segenap para penggunanya, netizen.                 Kemudahan tersebut ditandai dengan terintegrasinya data-data penting kehidupan manusia dalam jaringan internet; mulai dari persoalan kebutuhan pokok sehari-hari, pekerjaan, pendidikan, ekonomi sampai dengan urusan bersosial masyarakat.              Bahkan hampir-hampir dapat dipastikan, selama ada jaringan internet segala urusan hanya dapat dipecahkan dengan menggenggam salah satu produk teknologi digital yang sangat ringan, smartphone misalnya.             Alih-alih menjadi produk teknologi digital yang sangat fleksibelitas dalam memecahkan segala urusan namun pada kenyataannya persaingan produk di antara brand smartphone ini terus mengalami transformasi yang menjonjolkan kualitas skunder produk menjadi tren dan fashion

Meraba Sepenggal Cerita di Hari Rabu

Agenda saya hari ini lumayan merayap. Mulai dari berangkat kerja pukul delapan, mampir ke toko kain Bintang Mas sampai dengan rapat perdana pengurus Sahabat Pena Kita (SPK) Tulungagung. Seperti biasanya, setiap pagi saya akan memacu si kuda besi matic dengan kecepatan enam puluh. Dengan kecepatan itu saya mampu melewati jarak tempuh sekitar 4 km dalam kurun waktu 20 menit. Termasuk di dalamnya, terhitung lima kali berhenti di lampu merah.  Loh kok banyak banget? lampu merah mana saja si itu? Oke, kita sebutkan satu persatu. Pertama, lampu merah perempatan Tirto. Kedua, lampu merah Bis Guling. Ketiga,  lampu merah perempatan Jepun. Keempat, lampu merah perempatan Tamanan. Sedangkan yang terakhir ialah lampu merah perempatan Gleduk. Oh... iya, kebetulan hampir mau dua mingguan ini di perempatan lampu merah Tamanan ada pembatas pengalihan jalur menuju daerah Trenggalek-Ponorogo. Selain di sana, pembatas pengalihan jalur juga ditemukan di perempatan lampu merah Gleduk.  Pemasangan pembatas

Kelengangan Itu Disebut Tanda

Belakangan ini saya tidak sempat mengunggah tulisan di website langganan. Terhitung sudah empat hari coretan kecil buah pena saya tidak nangkring di laman akun media sosial. Entah itu di blog, di Facebook, Twitter maupun Instagram. Tak terkecuali di story WhatsApp, sepatah-dua patah kalimat lebih konsisten mengimbangi foto terpajang. Untuk lebih mudah mengingatnya, sebutkan saja keadaan lengang itu dengan mandul. Ma'af-ma'af saja, mandul di sini bukan berarti satire ataupun nyinyir ala netizen. Melainkan hanya penyomotan istilah untuk menegaskan suatu keadaan yang tak sesuai dengan kehendak untuk mewujudkan keistikamahan menulis. Eh, ma'af pula sebelumnya, anda tahu kan apa yang disebut mandul? Kalau kita menilik makna dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) mandul diartikan tidak dapat mempunyai anak; majir. Atau dalam bahasa ibu saya menyebutkan keadaan itu dengan bajir atau gabug (red; bahasa Sunda).  Bahkan di kampung saya, ada tradisi yang identik dengan keadaan baji