Perombakan jadwal kuliah yang optimal
dan general, menyebabkan jadwal perkuliahan jurusan Filsafat Agama disemester
lima ini sangat perlu diperhatikan dan dikawatirkan. Pasalnya hampir semua jam
perkuliahan dimulai dari jam ke-4 sampai jam ke-6 (yang lebih tepatnya kurang lebih pukul 13: 00-17:
30 WIB). Secara sadar memang keadaan yang demikian memiliki dua sisi yang
kontradiksi saling berbenturan. Disatu sisi tentu yang demikian menjadi suatu
keuntungan (bagi mereka yang sibuk akan masalah pekerjaan, atau mereka yang
suka bangun kesiangan. Et...dah salah maksudnya bangun agak siang), hehe. Sedangkan
disisi yang lain, hal yang demikian adalah rintangan diluar kebiasaan. Apalagi
kalau memperhitungkan jarak tempuh antara tempat tinggal dan kampus tempat
perkuliahan, (tapi hal ini berlaku bagi mereka yang jarak rumahnya jauh, atau
pulang pergi menuju kampus tempat perkuliahan). Kalau ane sih enggak, heu...
heu... heu.
Terik mentari disiang hari yang
menyengat, kini menjadi kawan setia dalam mengawali jalannya rutinitas perkuliahan.
Meskipun jarak tempuh antara tempat tinggal dan kampus tempat perkuliahan
dikategorikan dekat. Namun dengan penuh kesadaran, irama langkah kedua kaki
saya pun diatur cepat, linier mengikuti jalan. Dengan alasan menghindari terik
panas mentari yang berlebihan. Rasa gerah (bahasa jawa= sumuk) pun dengan
piawai dan tanpa sungkan menjamah diri yang masih ngos-ngosan. Secara serentak,
diri saya pun berusaha mencairkan keadaan, guna mengoptimalkan fokus pada
tujuan. Entah menjadi suatu keberuntungan atau tidak, tatkala saya masuk kuliah
tidak kesiangan. Tapi, secara general alhamdulillah saya selalu tetap waktu ketika
masuk perkuliahan. Sebab dengan jeli, teliti dan mengerti, saya selalu mengukur tempuh
waktu yang dibutuhkan untuk menuju kampus tempat perkuliahan, (usaha
memanajemen waktu)*. (Entah bagaimana usaha, trik atau strategi yang
teman-teman gunakan. Mungkin hal ini mampu menjadi topik yang perlu
dibincangkan).
Selain itu, berubahnya jam
perkuliahan disiang hari juga tidak jarang menyebabkan kami (sebutan untuk saya
dan teman-teman) harus berjuang ekstra untuk fokus mengikuti jalannya alur
pembelajaran. Pasalnya keadaan panas yang larut menjadi kawan, seakan-akan
menjadi pengiring kami untuk menuju dunia alam permimpian. Atau rasa kantuk
yang tidak bisa lagi ditahan. Sehingga di sini pun suatu kebijakan seorang
dosen sangatlah diperlukan. Tentu yang dimaksud adalah membolehkan membawa
secangkir kopi sebagai penawar yang dibutuhkan.
Komentar
Posting Komentar