Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2016

Kontekstual Kemandirian dalam Keragaman

Manusia adalah makhluk sosial. Ya... betul demikian, makhluk yang tidak mampu mandiri dalam relasi memenuhi kompleksitas kebutuhannya. Entah itu kebutuhannya yang bersifat jasmaniah atau pun ruhaniah. Entah itu kebutuhannya yang terkategorikan personal polarisasi-kontinuitas atau pun komunitas makro-kompleksitas. Bukankah manusia secara pribadi haruslah menyadari tentang adanya keberagaman dalam aspek realita kehidupan? Baik itu keragaman dalam aspek sosial, agama (spiritualitas), budaya dan lain sebagainya. Adakalanya di saat-saat tertentu, intropeksi pun menjadi sesuatu hal penting yang mesti dilakukan dan diperhatikan. Dalam artian, berperan sebagai jalan untuk mencapai hal yang bersifat keposiitifan. Mencari tujuan lokus pasti, fokus-terarah dan terkendali. Tentu saja dalam rangka memahami diri sebagai subjek yang kapabel akan hadirnya kemungkinan-kemungkinan kompleksitas secara pribadi yang terus-menerus mebayang-bayangi. Sehingga dengan kehadirannya, manusia pun  tidak har

Tugas UTS Mata Kuliah Feminisme

Analisis Feminisme dalam Realita Kehidupan Sebut saja ia Miss. Y. Ia merupakan salah seorang mahasiswi yang sekaligus kekasih (pasangan dalam relasi pacaran) dari salah seorang mahasiswa kampus tercinta, IAIN Tulungagung. Untuk lebih jelasnya sebut saja sang pacar Mr. X. Sebelum memutuskan untuk menjalin suatu hubungan serius (yang disebut pacaran), awalnya Miss. Y bersikap, bertingkah dan bertindak sebagaimana khalayak perempuan yang memiliki kemerdekaan ekspresi total dalam ranah domestik dan publik tatkala menjalani rutinitasnya. Entah itu dalam hal membagi waktu antara kuliah, organisasi dan keluarga, serta dengan siapa pun ia melakukan relasi komunikasi pertemanan dan persahabatan. Tanpa adanya kecenderungan untuk memilah dan memilih dengan siapa ia bergaul, sejenis atau pun lawan jenis. Yang pasti ia merasa nyaman, tatkala ia masih dalam kesendirian, atau yang lebih sering dikenal dengan status single yang melekat pada diri pribadinya. Alih-alih merasa minder dengan status

Si Buta Mencari Tetangga

Mengenal arah namun mendadak buta. Mondar-mandir hilir mudik, kesana-kemari. Timur ke barat, selatan ke utara menjadi kabur dalam hitungan seketika. Si pemilik dua bola mata pun seolah-olah menjadi buta dalam pencariannya. Menjadi seorang amnesia yang terkujur kaku dalam ketidaktahuannya. (Sumber : https://tymask.wordpress.com/2008/06/11/) Mengenal jalur sekitar namun tak piawai memindai tempat yang pernah terjamah oleh sepasang mata. Apalagi tempat yang belum pernah terjamah indra visual sebelumnya, kemungkinan besar hanya imaji fatamorganalah yang ada dibenak kepala. Terus mengada dan menduga-duga, itulah kondisi yang sedang merong-rong sang pencari jejak tali silaturahmi yang telah dibentangkan sebelumnya. (Sumber : http://vietquers.blogspot.co.id/2012/07/blog-post.html) Mengendus dan terus mengendus, mengorek serpihan informasi akurat yang masih samar dalam tutur kata kabur informan yang disodorkan. Menelusuri sepanjang jalan dengan rentetan pertanyaan yang menjad

Lorong Kehidupan Tak Bernyawa

Riuh kerisauan telah sirna dalam kedamaian.  Kesunyian. Tenang dalam belaian ag (angin gelebug) yang alami. Tenang dalam artian transparansi. Faktual, natural dan asali dalam keajegan kondisi tanpa manipulasi. (sumber : http://jepunbaliproperty.agenproperti.com/) Lorong-lorong sempit pun telah menguak beribu misteri. Mengupas realita kehidupan hakiki setiap insan yang menjadi penghuni. Menjadi saksi buta yang tak perlu dibayar dengan kuantitas materi. Apalagi sekadar dibayar dengan gaji buta hasil korupsi. Deretan lorong pun ketara jelas dalam form asali. Lorong yang tak butuh akan hadirnya para penghuni. Yang gemar menghimpun janji tanpa satu pun terpenuhi, manipulasi tanpa memberi solusi. Lorong yang hanya menuntut satu aksi, yakni meminta kewajibannya untuk dibersihkan setiap hari. Bak perawan yang menjadi kembang desa. Senang bersolek, wangi dan mempesona. Ditambah lagi dengan lesung pipi yang  merekah dari senyuman manis yang membahana. Tentunya dong, menjadi sosok i

Celotehan Tentang Sekitar

Persepsi Kehadiran Bazzar Sedikit aneh dan tidak biasa. Mungkin kata itulah yang dapat mendeskripsikan keadaan area depan fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (selanjutnya disebut FUAD), kampus IAIN Tulungagung dalam beberapa hari belakangan ini (yang lebih tepatnya tanggal 16-24 Maret 2016 ). Ya, ada yang aneh dan tidak biasa dipandang mata memang. Dua terop telah standby, terkujur kaku di tempat yang tidak biasa. Yang demikian pun sangatlah mudah memancing prasangka saya. Menduga-duga, menebar tanya, mencari tahu sini-sana, gerangan apa yang akan dilakukan selanjutnya.  Demikian asumsi saya dihari pertama, sebelum bazzar itu dibuka. Padahal bila melek dan sadar akan informasi yang ada, pajangan banner besar yang terpampang di depan gerbang utamapun sudah cukup jelas menyumpal tanya. Belum lagi dibumbuhi dengan selembaran pamplet yang dipasang disetiap pojok sini-sana. Hehe, ya ampun. Bak pesulap profesional mancanegara, yang memiliki mantra ampuh mengubah semua benda. Bim salabi

Review Mata Kuliah Feminisme

Feminisme Psikoanalisis Pembahasan feminisme Psikoanalisis ini merupakan persoalan keempat dari paham (aliran) feminisme yang ada. Seperti yang telah diketahui dan dipelajari secara seksama bahwa pada pertemuan sebelumnya ada tiga paham (aliran) yang telah dibahas, yakni feminisme liberal, feminisme radikal dan feminisme Marxisme dan sosialis.             Pada pembahasan feminisme Psikoanalisis ini tentunya sangat khas dan identik dengan satu tokoh yang kapabel dalam persoalan psikoanalisis sendiri, yakni Sigmund Freud . Freud sendiri dalam pembahasannya yang identik tergolongkan pada kajian psikologi berusaha mengeksplorasi bagaimana perkembangan psikis yang dikorelasikan dengan kesadaran subjektivitas sejak bayi lahir, anak-anak, remaja, dewasa hingga cara orang tua bertindak dalam mengasuh anak tersebut.             Begitu pula dengan cara pandang feminisme yang berusaha meng-counter grand teori oleh tokoh berikutnya atau murid dari Freud sendiri yang jauh melampui. Berusaha