Langsung ke konten utama

Wawasan Tentang Kebudayaan

Masyarakat yang ada di Indonesia merupakan masyarakat yang kaya akan kultur. Hal ini tentu dilatar belakangi oleh banyaknya suku yang bersikukuh untuk tetap melestarikan adat-istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya. Adanya kultur ini menjadikan masyarakat berusaha terus untuk saling interaksi, menjaga dan mengupayakan agar tetap lestari. 
Kultur atau kebudayaan oleh Koentjaranungrat diartikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Jadi kebudayaan merupakan hasil karya manusia baik berupa fisik maupun nonfisik.
Segala sesuatu yang ada didunia ini terdiri atas sesuatu yang disebut dengan unsur. Begitu juga dengan budaya/kebudayaan tentu memiliki unsur-unsur yang akan membedakannya dengan sesuatu yang lain. Mengenai unsur kebudayaan ini Kontjaraningrat merguraikan sebagai berikut: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan.
Sedangkan menurut Edward B. Taylor yang disebut dengan kebudayaan ialah sebagai berikut. “Culture or Civilization, taken in it’s wide ethnographic sense, is that complex whole which includes knowledge, belife, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society”.
Seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman, sebuah kebudayaan akan mampu mengalami suatu perubahan, pergeseran atau bahkan akan hilang tertelan zaman. Akan tetapi tidak semua kebudayaan demikian, jikalau mereka yang merasa memiliki terhadap kebudayaan maka kebudayaan tersebut akan tetap dilestarikan, meskipun pada dasarnya kebudayaan tersebut nantinya akan mengalami suatu proses percampuran.
Entah itu suatu proses pencampuran budaya yang berbentuk akulturasi ataupun inkulturasi. Bentuk yang pertama ialah akulturasi. Akuluturasi ini berarti suatu proses kontak antara dua kelompok sosial yang memiliki kebudayaan berbeda yang kemudian terus-menerus saling berhubungan sehingga terjadi pertukaran unsur-unsur kedua kebudayaan tersebut. Sedangkan menurut kamus ilmiah populer yang dimaksud dengan akulturasi ialah proses percampuran dua kebudayaan atau lebih.
Berkaitan dengan proses terjadinya akulturasi tersebut, ada beberapa unsur yang memang terjadi dalam proses akulturasi. Yang mana beberapa unsur tersebut di antaranya ialah  sebagai berikut.
Pertama Substitusi. Substitusi merupakan suatu proses pengantian unsur kebudayaan yang lama diganti dengan unsur kebudayaan baru yang lebih bermanfaat untuk kehidupan masyarakat.
Kedua Sinkretis. Sinkretis merupakan suatu percampuran unsur-unsur kebudayaan yang lama dengan unsur kebudayaan baru sehingga membentuk sistem budaya baru.
Ketiga Adisi. Adisi merupakan perpaduan unsur-unsur kebudayaan yang lama dengan unsur kebudayaan baru sehingga memberikan nilai tambah bagi masyarakat.
Keempat Dekulturasi. Dekulturasi merupakan suatu proses hilangnya unsur-unsur kebudayaan lama yang digantikan dengan unsur kebudayaan baru.
Kelima Originasi. Originasi merupakan proses masuknya unsur budaya yang benar-benar baru dan tidak dikenal (asing) sehingga menimbulkan perubahan budaya dalam masyarakat.
Keenam Rejeksi. Rejeksi merupaka suatu proses penolakan yang muncul sebagai akibat dari proses perubahan sosial yang sangat cepat sehingga menimbulkan dampak negatif bagi anggota masyarakat yang tidak siap menerima perubahan.
Sedangkan bentuk yang kedua ialah inkulturasi. Secara etimologi istilah inkulturasi berasal dari bahasa Latin, yaitu inculturatio. Istilah ini dibentuk dari dua kata yakni in yang berarti menunjukkan di mana sesuatu ada/berlangsung: di dalam atau menunjukkan ke mana sesuatu bergerak: ke dalam dan kata kerja colo, colere, colui, cultum yang berarti menanami, mengolah, mengerjakan, mendiami, memelihara, menghormati, menyembah, beribadat. Kemudian kata kerja tersebut dijadikan sebagai kata benda, maka menjadi cultura  yang berarti pengusahaan, penanaman, tanah pertanian, pendidikan, penggemblengan; pemujaan, dan penyembahan.
Jadi secara tegasnya yang dimaksud dengan ‘inkulturasi’ ialah suatu proses pengintegrasian pengalaman suatu kelompok lokal ke dalam kebudayaan setempat sedemikian rupa sehingga pengalaman tersebut tidak hanya mengungkapkan diri di dalam unsur-unsur kebudayaan yang bersangkutan, melainkan juga menjadi kekuatan yang menjiwai, mengarahkan, dan memperbaharui kebudayaan bersangkutan, dan dengan demikian menciptakan suatu kesatuan dan ‘communio’ baru, tidak hanya di dalam kebudayaan tersebut, melainkan juga sebagai unsur yang memperkaya kelompok besar.
Tapi meskipun pada hakikatnya kebudayaan itu tidak mampu menolak perkembangan zaman, kita sebagai pemiliknya tentu haruslah berusaha melestarikan hingga sampai pada generasi berikutnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal