Langsung ke konten utama

Satu Persoalan Beribu Argumen Bertaburan

Seiring dengan pekembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang sains, seolah–olah menjadikan semua yang awalnya diyakini kebenarannya oleh banyak orang kini berbalik arah menjadi suatu persoalan yang mulai diragukan dan disangsikan kembali atas kebenarannya. Hal ini bisa jadi dikarenakan dalam sesuatu yang dianggap benar tersebut belum ada dan terpenuhinya tahapan-tahapan tertentu yang menjadi syarat dalam pembuktian ilmiah atas kebenarannya. Sehingga menurut mereka para ahli (saintis), semua hal yang diyakini kebenarannya haruslah mampu dibuktikan melalui eksperimen dan observasi secara empiris.
Begitu pula dengan para filosof yang senantiasa berpikir dan merenungi atas semua yang hal yang sekira patut dan mesti dipecahkan atas keraguan dan kesangsian yang ada dalam realita kehidupan, baik itu sesuatu hal yang sifatnya materi ataupun immateri, (yang nampak ataupun yang tidak nampak) yang mampu dibuktikan baik itu secara rasional maupun secara empiris.
Karena banyak dan beragamnya interpretasi yang dilontarkan atau dikemukakan oleh para filosof tersebut, maka mengakibatkan suatu hak kebebasan (free will and free act) yang menuntut setiap orang yang berpikir untuk mampu mengklasifikasikan, mendiskursuskan, dan memilah-milah antara mana suatu presfektif yang berasal dari produk pemikiran satu tokoh, dan mana suatu presfektif yang merupakan produk yang berasal dari tokoh yang lain. Sehingga ketika seseorang telah mampu memahami, mengerti dan hafal dengan peta konsep pemikirannya suatu tokoh. Maka yang ada ialah tidak akan ditemukannya term salah, keliru dan bercampur aduk ketika dihadapkan dengan pemikiran tokoh yang lain. Mungkin yang lebih tepatnya lagi benar dalam memahami dan menempatkan suatu arus pemikiran yang dimaksudkan oleh salah seorang tokoh. Sehingga kemungkinan besar yang ada hanyalah komparasi produk pemikiran para tokoh.
Kemudian bila berlandaskan pada hal yang demikian, bagaiman apa bila dalam suatu persoalan ternyata memunculkan dua argumen yang saling bertolak belakang? Apakah kita memang harus selalu mengambil suatu argumen yang benar? Tanpa mempedulikan argumen yang dianggap salah dalam perspektif kita? Ataukah kita selayaknya juga memperhatikan atau lebih berpegang pada suatu argumen yang dalam perspektif kita salah? maka yang demikian memang akan menimbulkan persoalan baru yang mesti dipecahkan.  
Hemmm, berkaitan dengan hal yang demikian akal pikiran saya dengan serentak berusaha untuk merepresentasikan suatu argumen yang memang memiliki dua sisi yang bertolak belakang demikian. Di mana yang dimaksudkan ialah mengenai suatu argumentasi tentang penentangan Tuhan yang berasal dari sudut Eksistensialisme. Untuk lebih jelasnya mari kita pahami dan hayati penjelasan yang akan dipaparkan sebagai berikut.
            Pertama, kita harus mengerti dan memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan eksistensialisme. Eksistensialisme secara etimologi berasal dari kata eks yang berarti keluar, dan sistensi atau sisto yang berarti, menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh dirinya. Sedangkan dalam perspektif lain, menyatakan bahwa “eksistensialisme” merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.
Kedua, kita harus memahami dan mengerti apa saja yang menjadi ciri dari aliran Eksistesialisme. Yang menjadi ciri dari aliran eksistensialisme ialah terdiri dari empat faktor (aspek), yakni; satu, motif utamanya adalah apa yang disebut eksistensi, yaitu cara manusia berada. Dua, bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Tiga, dalam filsafat  eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka. Dan yang terakhir, filsafat eksistensialisme memberi tekanan kepada pengalaman yang kongkrit, pengalaman eksistensialis. Yang mana empat faktor tadi diambil dari inti pemikiran para tokoh, yaitu Martin Hedegger, Jean Paul Sartre, Karl Jaspers dan Gabriel Marcel.
Ketiga, kita harus memahami dan mengerti bagaimana pemikiran Eksistensialisme Tentang Tuhan. Mengenai pemikiran aliran eksistensialisme tentang Tuhan ini, pembahasannya hanya difokuskan dan diarahkan pada spekulasi yang berasal dari satu tokoh saja yakni  Jean Paul Sartre (yang selanjutnya disebut Sartre). Sartre menyatakan bahwa konsepsinya tentang eksistensialisme sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menyerang agama (mengingkari keberadaan Tuhan). Namun perlu diketahui bahwa Sartre demi membela makna kebebasan mutlak manusia, ia lebih cenderung mejustifikasi bahwa kepercayaan akan adanya Tuhan telah menjadi penghalang bagi kebebasan manusia dan sekaligus memusnahkan eksistensi otentik manusia.
Meskipun demikian, di sisi yang lain ternyata apa yang telah digagas atau dikemukakan oleh Sartre ini sangatlah membahayakan bagi orang-orang yang beragama (dalam artian sekaligus menjadi lawan bagi agamawan). Selain itu teori yang telah digagas oleh sartre itu ditolak mentah-mentah oleh mayoritas orang yang lebih memihak kepada suatu keyakinan dogma, yang menyatakan bahwa karena adanya hukum kausalitaslah maka telah merepresentasikan keberadaan Tuhan (bersifat teleologis). Hal ini disebabkan karena dalam argumentasi-argumentasi sebelumnya, yang mempersoalkan tentang keberadaan Tuhan sudah sangatlah relevan dan dapat diterima oleh akal pikiran (rasional) terhadap keabsahannya. Diantara argumentasi tentang keberadaan Tuhan tesebut ialah argumentasi ontologi, kosmos, teleologi dan moral. Yang mana dari keempat argumentasi tentang keberadaan Tuhan tersebut selalu berkoneksi dengan teori kausalitas yang menunjukkan bahwa dibalik adanya segala sesuatu dimuka bumi ini pasti tidak lepas dari adanya sosok yang ideal, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa.



 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal