Segala sesuatu yang diinginkan, yang
diharapkan dan yang dicita-citakan pasti membutuhkan adanya suatu proses. Ya...
betul suatu proses. Baik itu suatu proses yang di dalamnya melibatkan psikis yang
mecakup berbagai macam gejolak rasa yang sifatnya impressable. Yang bila
dideskripsikan tidak jauh bedalah seperti premen nano-nano, hehe. Atau pun
suatu proses yang di dalamnya melibatkan fisik yang mecakup berbagai macam
halau rintangan yang mengandung advice, lesson atau pun blessing yang perlu
diperhatikan.
Ya, ya, ya mungkin betul demikian.
Pasalnya mie instan saja yang benar-benar sudah instan masih perlu membutuhkan suatu
proses. Apalagi persoalan hidup yang belum instan (problematika hidup yang
perlu dihadapi dan dipecahkan), pasti selalu membutuhkan adanya suatu proses
untuk mencapai kultuminasi kenikmatan (kepuasaan). Meskipun pada hakikatnya kita
bersama telah mengetahui bahwa salah satu sifat dari manusia ialah tidak akan
pernah berhenti mencari dan merasa puas dengan apa yang telah ia dapatkan
(segala apa yang telah ia miliki). Kecuali waktunya untuk menghadap pada Sang
ilahi memang benar-benar telah tiba, baru ia akan berhenti dari hasrat
keduniawian yang menghegemoni kehidupan dirinya.
Ya... kematianlah yang menjadi tabir
pembatas dari aktivitas ikhtiar kehidupan. Maka semasa hidupnya manusia hanya mampu terus
berikhtiar menjalankan hasrat roda kehidupan yang telah diatur dan direncakan,
yang bila dianalogikan seperti bermain peran dalam sandiwara pewayangan.
Meskipun kita semua mengetahui yang demikian, bahwa manusia tidak akan pernah
mampu mencapai titik kesempurnaan yang hakiki. Tapi kita harus tetap optimis
jauh memandang ke depan, berharap beribu bahkan sejuta kenikmatan dan keindahan
datang menghampiri realita kehidupan.
Tidak hanya demikian di sisi yang
lain kita pun secara sadar harus benar-benar mengakui bahwa kultuminasi
kesempurnaan hakiki hanyalah milik Allah sang pencipta alam, Allah yang
berperan penting sebagai dalang dari permainan sandiwara pewayangan.
Tapi meskipun demikian Allah tidak
egois sehingga lupa dengan ciptaannya. Melainkan Allah memberikan suatu
pendeskripsian yang nampak dan tersampaikan dalam firman-Nya yang termaktubkan
dalam kitab suci Al-Quran. Yang lebih
tepatnya berbunyi sebagai berikut.
Artinya: Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah
yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di
atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat,
dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak
Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.
Nah, bila kita merenungi, menghayati
dan memahami secara betul isi kandungan ayat tersebut. Maka seharusnya kita
mengerti bahwa Allah swt. saja yang telah menciptakan kita dan serba Maha
dengan kemampuan (كن
فيكون)–Nya pun tidak
memilih sesuatu yang instan melainkan lebih menyukai dan menghendaki adanya
suatu proses, seni ataupun estetika dalam kejadian. Dan seharusnya itu menjadi
suatu teladan bagi setiap makhluk ciptaan-Nya bahwa segala sesuatu yang
dilakukan dan memiliki proses adalah sesuatu yang lebih baik untuk menjadi
pilihan. Sebab Allah swt. lebih awal telah mengetahui bahwa semuanya akan indah
pada waktunya.
Komentar
Posting Komentar