Langsung ke konten utama

Dinamika Dalam Menyambut Ramadhan

Aroma khas suasana Ramadhan kini mulai menyerbak kesegala arah memecah aroma suasana yang khalayaknya lumrah. Menjadi pembeda di antara bulan-bulan lain yang lumrah, dengan membawa ciri khasnya yang penuh berkah. Berkahnya yang melimpah menjadikan bulan ramadhan sebagai bulan yang penuh dengan kehangatan yang tercerminkan dalam suasana khas di dalamnya. Pantas saja bila semua orang muslim yang ada dipenjuru dunia menantikan akan kehadirannya.
Ya... betul, bulan ramadhan yang kini tinggal dihitung dengan maksimal dua jari telah memberi simbol tersendiri. Suatu tradisi yang berisikan kalimat ucapan permintaan maaf melalui berbagai media sosial pun menjadi salah satu ciri yang marak mewarnai. Baik itu seuntai kata permintaan maaf yang tersusun dengan kalimat yang paradoks, hiperbola atau pun dengan menggunakan style bahasa yang sedang booming menjadi tren.
Tidak hanya demikian, bulan ramadhan yang akan menghampiri pun disambut baik dengan problematika tentang tutupnya tempat hiburan malam dan rumah/warung makan selama bulan ramadhan berlangsung. Suatu dinamika problematika kehidupan beragama yang dikorelasikan dengan toleransi sosial antar umat beragama.    
Salah satu bentuk sambutan yang terkadang kontroversi dalam kubu umat islam pun masih tetap dikukuhkan, dipertahankan dan dilanggengkan selama landasan yang diyakini dan digunakan masih sejalur dengan sistem yang benar dalam memutuskan. Sebuah persoalan lama yang terdapat dalam cara memutuskan kapan waktu tiba awal bulan ramadhan (awal puasa). Sehingga masyarakat umum terkadang menjadi bingung untuk mengikuti kubu yang mana dalam memutuskan kapan awal mereka melakukan puasa.
Sambutan baik terhadap bulan ramadhan pun mulai marak ramai dalam dunia pertelevisian. Mulai dari acara perfilman dan persinetronan yang tercover dalam suasana islami, siraman rohani (kultum) yang disuguhkan menjelang berbuka, acara perkompetisian dalam  rangka mencari spesifikasi generasi islam yang berbakat dan acara yang tidak kalah pentingnya yang pasti sering disajikan (disuguhkan) ialah program memberikan solusi atau tawaran terhadap menu untuk berbuka puasa yang tercover dalam promosi iklan suatu produk, serta program media pertelevisian lainnya yang tercover khusus dalam bulan ramadhan.
Nah, jika segala sesuatu (lingkungan sekitar biotik dan abiotik atau pun sarana dan prasarana) telah berusaha baik dalam menyambut datangnya bulan suci ramadhan yang penuh keberkahan. Terus bagaimana dengan tradisi anda pribadi dalam menyambut datangnya bulan ramadhan?  Apakah sama halnya demikian? Ataukah mungkin malah lebih formal lagi dengan cara mengadakan tasyakuran, ziarah kubur, bersilaturahmi dengan mendatangi satu rumah ke rumah lain dan lain sebagainya?
Meskipun kita berbeda suku, ras, daerah ataupun bansgsa yang pasti secara pribadi saya yakin bahwa setiap orang muslim yang ada di dunia memiliki caranya terendiri dalam rangka menyambut datangnya bulan suci ramadhan.






         

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Koleksi Buku sebagai Pemantik

Dokpri buku solo ke-10 Saya kira transaksi literasi saya dengan Qadira akan usai seiring tuntasnya koleksi komik yang dibaca namun ternyata tidak. Di luar prediksi, transaksi literasi itu terus berlangsung hingga kini. Kini dalam konteks ini berarti berlangsung hingga detik-detik akhir pelaksanaan Sumatif Akhir Semester genap.  Keberlangsungan ini, jika boleh menerka, hemat saya tak lain karena provokasi dan motivasi yang saya berikan. Tepatnya saat mengembalikan buku terakhir yang saya pinjam. "Besok, koleksi komiknya ditambah ya. Nanti ustadz pinjam lagi. Bilang sama ibu, mau beli komik lagi supaya bisa dipinjamkan ke teman-teman sekolah", seloroh saya setelah menyerahkan komik. Qadira menganggukan kepala pertanda memahami apa yang saya katakan.  Motivasi itu saya berikan bukan karena saya ketagihan membaca komik gratisan, sungguh bukan seperti itu, melainkan dalam rangka memantik geliat memiliki koleksi buku mandiri. Motifnya sederhana, dengan memiliki koleksi buku mandiri...