Semua Butuh Responsible
Jika dalam tulisan saya terdahulu
yang telah diposting diakun media sosial pribadi saya mempersoalkan tentang
segala sesuatu yang diinginkan, yang diharapkan dan yang dicita-citakan pasti
membutuhkan adanya suatu proses. Ya... betul suatu proses. Baik itu suatu
proses yang di dalamnya melibatkan psikis yang mecakup berbagai macam gejolak
rasa yang sifatnya impressable. Yang bila dideskripsikan tidak jauh bedalah
seperti premen nano-nano, hehe. Atau pun suatu proses yang di dalamnya
melibatkan fisik yang mecakup berbagai macam halau rintangan yang mengandung
advice, lesson atau pun blessing yang perlu diperhatikan. Maka dalam tulisan
saya kali ini, saya akan mempersoalkan tentang segala sesuatu yang diinginkan,
yang diharapkan dan yang dicita-citakan pasti senantiasa membutuhkan
responsible. Ya, betul tanggungjawab.
Terkadang di satu sisi kita secara
eksplisit terang-terangan dan seenaknya menganggap suatu pekerjaan yang kecil,
ringan dan mudah itu mudah untuk dilakukan. Entah itu mudah dalam
menyelesaikannya, mudah dalam proses pelaksanaannya, mudah dalam mendapat
kepuasannya, mudah konsisten dalam pelaksanaannya dan mudah dalam
menanggungjawabinya. Ya... betul sebuah prespektif superior telah tertanam kuat
yang menghegemoni dalam diri pribadi kita ketika menghadapi hal yang demikian.
Tapi sayang di sisi yang lain
ternyata kesuperioran yang ada di dalam diri pribadi kita, terkadang tidak
selalu balance dengan tanggungjawab baik yang perlu diperhatikan dan diberikan.
Yang ada hanyalah sikap kesupersioran yang keadannya kacau balau akibat dari
kurangnya perhatian (dalam artian diabaikan, diacuhkan).
Sehingga apabila kita mengerjakan
suatu tugas (pekerjaan) kecil, ringan dan mudah yang selalu diiringi dengan
sikap kesuperioran dan sinisme yang ada di dalam diri pribadi kita, tanpa
diimbangi dengan kemapanan pengetahuan (kapabelitas dalam memiliki terhadap
tanggungjawab yang telah diberikan), maka yang ketara adalah suatu hasil
pekerjaan yang tidak jelas.
Beda halnya ketika kita berusaha mengerjakan
sesuatu yang dalam realitanya memang benar-benar kecil, mudah dan ringan, tapi
tidak diiringi dengan sikap kesuperioran dan sinisme, melainkan diiringi dengan
ketelitian, keuletan, kemapanan dalam pengetahuan (kapabelitas) dan
kebalance-nan yang disertai dengan tanggungjawab yang penuh perhatian, maka
hasilnya pun tentu tidak akan jauh dengan apa yang telah terplaningkan, bahkan
ada kemungkinan besar hasil yang diterima akan lebih baik dari apa yang telah
terplaningkan.
Nah, berhubungan dengan hal yang
demikian maka jalankanlah setiap detik, menit, jam, hari, minggu dan bulan
ramadhan yang mubarak ini senantiasa diiringi dengan ketelitian, keuletan,
kemapanan dalam pengetahuan (kapabelitas) dan kebalance-nan yang disertai
dengan tanggungjawab yang penuh perhatian, tentunya dengan alasan bahwa kita
perlu muhasabah yaumiyah untuk kebaikan diri di masa yang akan datang.
Toh Allah SWT telah menjanjikan keadilan dalam firman-Nya yang termaktub dalam
kitab suci Al-Qur’an surat Al-Zalzalah : 7-8.
Yang artinya: Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
Tidak hanya demikian, apabila kita
senantiasa memberi harapan positif terhadap apa yang telah menjadi tugas
tanggungjawab diri pribadi kita, tentu di satu sisi kita telah berusaha
meneladani sifat-sifat yang wajib ada dalam diri para Rasul (yang disebut
dengan kalam klasik). Yang mana sifat empat yang wajib ada dalam diri para
Rasul tersebut ialah Siddiq (benar, jujur), Amanah (dapat
dipercaya), Tabligh (menyampaikan) dan fatonah (cerdas). Dan bila dipilah kembali dari sifat empat yang
wajib tersebut, yang memang benar-benar sangat relevan dengan sikap responsible
ialah sifat Amanah.
Komentar
Posting Komentar