Beberapa saat sebelum acara seminar Literasi Nasional dimulai, moderator sempat mempromosikan kegiatan literasi rintisan PP Al Ishlah yang dijalankan selama ini. Sebagai bentuk konkret dari hasil kerja kerasnya, para undangan--utamanya anggota SPK-- masing-masing diberikan majalah Media Al Ishlah edisi 4-Dzulqa'dah/Juni 2022. Sepintas saya amati, majalah Media Al Ishlah itu berisikan reportase (liputan) beberapa agenda kegiatan yang telah dihelat oleh PP Al Ishlah Bondowoso. Secara konten, narasi liputan agenda acara itu ditulis dalam dua sampai empat paragraf. Tidak kurang atau pun lebih.
Tentu saja, hemat saya, Media Al Ishlah itu akan sangat baik lagi manakala memuat beberapa buah pena santri dalam bentuk lain. Misalnya cerpen, esai, puisi, komik atau pun humor. Sehingga konten majalah Media Al Ishlah itu tidak memberikan kesan monoton, melainkan akan lebih beragam dan menarik antusias massa yang membacanya. Kendati mungkin yang dibaca terlebih dahulu adalah bagian-bagian tertentu yang mengasyikkan dan seru.
Kendati demikian, setidaknya eksistensi majalah Media Al Ishlah itu telah menjadi bukti konkret terkait sepak terjang penempaan geliat literasi yang digalakkan oleh PP Al Ishlah dalam upaya mengarahkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing santri dan santriwati. Tentu saja proses penempaan ini penting untuk dilakukan, mengingat kondisi zaman sekarang yang serba instan. Tugas ini dan itu sekadar gugur dengan copy paste. Padahal, proses penempaan panjang dan terkondisikan atas potensi literasi diri itu secara implisit mengajarkan santri dan santriwati untuk lebih peka terhadap informasi yang berseliweran dalam berbagai media massa. Baik offline atau pun online.
Berpikir kritis, pandai menyaring dan memiliki kemauan untuk lebih kreatif serta manajemen pengelolaan tujuan dari aktivitas literasi yang dilakukan setidaknya mampu menjadi segelintir kunci untuk meningkatkan kemampuan literasi diri sekaligus benteng pertahanan dari kebebalan zona serba instan. Penempaan pontesi literasi itu saya kira akan kian melesat drastis manakala pihak pengelola memiliki orientasi, ekspektasi dan output yang harus dicapai. Meski kemudian, proses penyaluran kreativitas dan inovasi para santri dan santriwati akan banyak bertumpu pada kerangka berpikir, tradisi dan kebudayaan serta kode etik yang berlaku di lembaga tersebut. Dan itu adalah rambu-rambu yang harus diperhatikan tatkala menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan.
Itu tidak menjadi soal manakala para santri dan santriwati menyadari status dan posisinya. Terlebih ada sistem coaching (instruktur) dalam proses penempaan dan penyaluran potensi literasi diri tersebut.
Yang krusial justru tidak adanya kesadaran dan kemauan untuk bertindak, berproses dan terus belajar dari waktu ke waktu. Tak terkecuali belajar mengabadikan jejak hidup dan gagasan melalui guratan pena.
Ohya, Mas Febri juga sempat menunjukkan siapa ustadz yang dengan sungguh-sungguh selama ini berperan sebagai coaching (instruktur) penempaan literasi para santri dan santriwati serta pengembangan majalah Media Al Ishlah.
Tulungagung, 18 Agustus 2022
Komentar
Posting Komentar