Langsung ke konten utama

lupa karena terburu-buru

Pertemuan ke 8
Pertemuan ke delapan ini tidak seperti biasanya. Jika biasanya perkuliahan selalu digelar pada hari Rabu jam kedua maka pada kali ini kelas FA 4 menggelar perkuliahan metodologi penelitian kualitatif pada hari senin jam pertama. Padahal bila melihat pada kebiasaan hari senin, biasaanya selalu masuk pada jam kedua, pasalnya hampir dari semua mata kuliah di FA 4 selalu dimulai dari jam kedua. Hem, iya... sebenarnya perkuliahan metodologi penelitian kualitatif pada hari senin ini merupakan perpindahan jam (waktu) perkuliahan, hal ini dikarenakan pada pertemuan pada hari Rabu minggu kemarin kelas FA 4 tidak masuk (sibuk mempersiapkan untuk acara Institut Transvaluasi yang kedua).
Meskipun demikian perkuliahan tetap berjalan dengan lancar. Seperti biasanya pak dosen mulai memasuki ruang perkuliahan dengan menggedong tasnya. Beliau duduk ditempat biasa kami mahasiswa presentasi dan langsung mengeluarkan beberapa barang dari tasnya yang tidak ketinggalan tentunya buku catatan beliau, kemudian beliau menyuruh kepada para mahasiswa yang hadir untuk membacakan tugasnya. Kebebtulan pada hari senin tersebut mahasiswa yang baru hadir hanya berjumlah sepuluh orang (setengah dari jumlah aslinya). Dengan melihat pada kondisi yang demikian beliau langsung saja menyuruh setiap orang yang hadir tersebut membacakan tugasnya. Orang yang pertama kali memdapatkan bagian untuk membacakan hasil tugasnya yakni saya. Akan tetapi dengan penuh rasa sangat disayangkan pada saat itu saya belum sempat mencetak (memprint out) hasil dari tugas saya, Padahal pada malam harinya saya mengerjakan tugas tersebut sampai-sampai tidur agak larut malam, tapi karena pada pagi hari senin itu saya terburu-buru berangkat kekampus jadinya saya belum sempat mencetaknya. Dengan sedikit rasa malu dan sangat disayangkan saya menyampaikan apa yang terjadi sejujurnya kepada beliau. Masalah beliau percaya atau tidak itu masalah belakangan. Kemudian orang berikutnya setelah saya yakni saudara Ahmad khoirul Anam (selanjutnya dipanggil Anam). Tugas Anam juga sebenarnya belum diprint tapi dia mempunyai catatan awalnya dalam buku perkuliahannya. Jadi ketika disuruh membacakan anam masih bisa membacakan hasil dari tugasnya. Sebuah judul yang anam angkat ialah tentang “Nilai Filosofis dalam Tradisi Pernikahan Jawa”. Orang yang selanjutnya yakni saudari Fitria Ulfa (selanjutnya dipanggil fitri). Judul dari penelitian Fitri yakni tentang “Sosiologi Plagiasi dalam Perspektif Emile Durkheim”. Orang yang membacakan hasil tugas berikutnya yakni saudari Dian Kurnia Sari (selanjutnya dipanggil Dian). Dian ini membuat suatu penelitian tentang sosial. Judul yang Dian angkat dalam proposal penelitiannya yakni tentang “Mitos dan Konservasi Alam”. Orang yang membacakan hasil tugas berikutnya yakni saudari Fatim (sapaan akrab). Fatim mengangkat sebuah judul yang bersifat religi, yakni tetang “Tradisi Jamasan Pusaka Kiyai Upas dalam Dimensi Nilai Agama”. Kemudian orang berikutnya membacakan hasil dari tugasnya yakni saudari Anita Widiya Sari (selanjutnya dipanggil Anita). Dalam tugas ini Anita mengusung sebuah judul tetang pewayangan. Yakni tentang “Jimat Kalimosodo dalam Perspektif Semiotika Roland Barthes”. Seorang perempuan terakhir yang mengutarakan hasil tugasnya yakni Laela Nurapipah (sebut saja teteh). Dalam mengerjakan tugas ini teteh mengusung sebuah judul yang melibatkan dua kebudayaan yakni antara kebudayaan Jawa dan Sunda, yang terkaper dalam perang bubat. Judul yang diangkat teteh yakni tentang “Pengaruh Perang Bubat Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat Sunda”. Kemudian dilanjutkan oleh saudara Farid (sapaan akrab). Farid mengusung sebuah judul yang berkaitan tenatang Sumpah Palapa Gajah Mada. Dan orang yang terakhir membacakan hasil tugasnya yakni saudara M. Khoirul Fata (selanjutnya dipanggil Fata). Sebuah judul yang diusung oleh Fata yakni tentang “Wacana Dakwah HTI melalui Media (Tinjauan Kritis Atas Wacana Dakwah HTI di Media Online Cetak selam satu tahun)”.
Setelah pembacaan tugas selesai pak dosen langsung mengambil alih pembicaraan, yakni dengan tujuan berusaha mengoreksi (mengomentari) setiap judul dan latar belakang yang telah dibacakan perindividu tadi. Sebelum menyampaikan hasil dari koreksinya, beliau memberikan tambahan untuk pertemuan ke 9 hari Rabu besok  yakni semua tugas sudah diprint dan diberi tambahan untuk menguraikan bagaimana metodologi yang akan digunakan dalam penelitiannya. Kemudian fokus pembicaraan langsung mengarah pada koreksi dari hasil tugas setiap individu. Koreksi pertama mengarah kepada Anam. Menurut pak dosen judul yang diusung oleh Anam masih terlalu umum dan hal ini berarti masih bisa difokuskan lebih signifikan lagi. Kedua koreksi yang mengarah pada fitri. Dalam perspektifnya pak dosen dalam pemaparan latar belakangnya fitri sudah menyentuh pada bagian dari isinya, padahal layaknya dalam latar belakang tidak boleh terlalu dalam menyentuh isi/problem yang akan dipermasalahkan. Ketiga koreksi untuk Dian, kesalahan yang terdapat dalam latar belakang Dian hampir sama dengan kesalahan yang dilakukan oleh fitri, yakni terlalu banyak menyentuh pada isi pembahasan. Keempat koreksi untuk Fatim. Kesulitan yang nantinya akan dialami oleh fatim ialah terletak pada saat penggalian data. Hal ini dikarenakan obyek yang diteliti oleh fatim hanya akan terjadi satu kali dalam setahun. Kelima koreksi untuk Anita. Berlandaskan pada judul yang diusung oleh Anita, berarti sang peneliti memang dituntut untuk menguasai dan paham betul atas cerita/alur dalam pewayangan sedangkan Anita sendiri belum begitu paham dengan persoalan yang demuikian. Jadi hal ini merupakan suatu hal yang sulit bagi Anita. Keenam koreksi untuk Teteh. Judul yang ditawarkan oleh teteh ini dikatakan cakupannya terlalu luas yakni menyentuh dua kebudayaan sehingga akan kesulitan (kewalahan) dalam mencari data, seharusnya cukup difokuskan pada satu perspektif kebudayaan saja. Ketujuh koreksi untuk Farid. Dalam memaparkan alur/latar historis cerita Gajah Mada tidak stabil (naik turun). Hal ini disebabkan karena ketidak konsistenan Farid dalam menggunakan sudut pandang sehingga adanya ketidak jelasan perspektif yang digunakan. Dan yang terakhir koreksi untuk Fata. Koreksi yang dilontarkan pak dosen untuk Fata ini sebenarnya hampir sama dengan permasalahan teman-teman yang sbelumnya, yakni terletak pada bagian latar belakang. Dalam latar belakang Fata sudah timbul/menampakan kontradiksi terhadap objek yang diteliti/dipersoalkan, padahal seharusnya dalam latar belakang masih bersifat dangkal yang belum menampakan analisis dari perspektif peneliti itu sendiri. Akan tetapi hal tersebut boleh dinampakan pada bagian isi/pembahasan secara implisit.          

Demikianlah catatan saya yang berasal dari pemahaman atas pemaparan materi pada pertemuan ke delapan minggu ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal