Dinginya air yang membasuh muka menyadarkan diri yang masih
terbalut dengan kepolosan. Bayang-bayang tentang aktivitas yang telah
dijalankan mulai terrepresentasikan dalam memori ingatan. Entah itu bayangan
dari aktivitas keseluruhan ataupun bayangan yang tersikap sebagian.
Kemungkinan besar hal yang demikian disebabkan karena jiwa yang
berakal belum terpanggil untuk beraktivitas sebagaimana rutinitas, yakni
berpikir. Entah itu sekadar berpikir tentang apa yang sedang dilakukan ataupun
tentang apa yang akan dilakukan. Yang ada hanya masih berbentuk niat (rencana) yang
belum terrealisasikan. Sehingga proses yang terjadi adalah pikiran berusaha
merepresentasikan apa yang telah dijalankan.
Akan tetapi sesuai dengan bergeraknya badan, berjalannya kaki,
meleknya mata menjadikan akal yang belum beraktivitas tersebut semakin
terfokuskan terhadap apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan.
Ya..., betul demikian. Besesuaian dengan hal itu pikiran saya pun
mulai merenungkan terhadap apa yang telah terjadi pada hari kemarin. Aktivitas
yang sering dijalankan hingga menjadi suatu rutinitas (kebiasaan), ternyata
mempunyai peran penting dalam membentuk kehidupan seseorang. Entah itu ketika
seseorang tersebut berbicara, berpikir dan bertindak sebgaimana kebiasaan yang
sering ia lakukan. Bila dipandang dari perspektif psikologi, tentu hal ini
bersesuaian dengan teori behavioris. Dalam pandangan behavioris, perilaku itu
dapat dibiasakan karena adanya proses pembiasaan. Diantara bentuk real yang
terdapat dalam perilaku kebiasaan mahasiswa misalnya selalu membiasakan telat (molor
dalam bahasa jawa) yang pada akhirnya mengkonstruk sifat malas dalam hal
mengerjakan tugas. Entah itu telat dalam mengikuti jalannya rutunitas
perkuliahan ataupun telat dalam mengumpulkan tugas yang menjadi
tanggungjawabnya.
Sehingga hal yang terjadi adalah menggantungkan hasil tugasnya pada
usaha memanfaatkan kemampuan dirinya yang terakhir, yakni the power of
kepepet. Melalui the power of kepepet tersebut setidaknya dalam
benak mereka yang terdeskripsikan adalah adanya usaha yang sempat dilakukan. Entah
merasa puas atau tidak yang pasti orang yang bersangkutan tidak sempat mempertimbangkan
kualitas hasil dari tugasnya tersebut.
Selain itu kebiasaan telat pun mulai mebabi buta. Pembiasaan yang
awalnya bermula dari diri pribadi (yang bersifat individu), kini telah menjadi
kebiasaan yang ketara dalam semua aspek kehidupan. Baik itu ketika mengadakan event,
menjalankan ritual keagamaan, ataupun bentuk interaksi sosial yang membentuk
telat waktu. Mungkin salah satu bentuk solusi yang mesti dilakukan adalah
dengan mulai membiasakan diri untuk berpacu dengan waktu (jangan menunda-nunda
tugas yang mesti dikerjakan).
Komentar
Posting Komentar