Langsung ke konten utama

Menimbang Media Komunikasi Pembelajaran

Dokpri Buku Media Komunikasi Karya Mas Feri

Melompat dari fokus pembahasan Ngaji Literasi edisi sebelumnya--yang gayeng mendiskusikan buku bertemakan refleksi-- pada edisi 7 kita berusaha mencecap hiruk-pikuk dunia pendidikan. Tepatnya, buku Guru Penggerak Media Komunikasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (2021) karya Mas Feri Fadli menjadi teras satu kamar dari ribuan objek pembahasan yang diwacanakan dalam dunia pendidikan. 

Media komunikasi pembelajaran di era yang serba mutakhir menjadi kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh setiap insan yang bertitel pendidik. Utamanya ia mendapuk peran versi terbarukan: Guru Penggerak. Satu identitas baru yang kemudian mendikotomikan kemapanan profesi guru yang telah lama mendarah daging. Meski kemudian identitas itu mulai disanksikan kembali eksistensinya seiring dengan pergantian Kemendikbudristek setelah 5 tahun sekali. 

Statemen yang menggiring pertanyaan: Apakah perbedaan mendasar antara keduanya? Pertanyaan mendasar yang muncul setelah penulis menegaskan bahwa buku ini dirancang sebagai prasyarat untuk mengikuti seleksi program Guru Penggerak. Usaha yang dikehendaki gagal namun karya harus tetap terpublikasi dan apresiasi. Alhasil penulis mengirimkan naskahnya ke penerbit INDOCAMP yang merupakan partner dari penerbit Telaga Ilmu. 

Secara konten, buku Media Komunikasi Pembelajaran berisikan 7 bab. Penguraian bahasan dimulai dari definisi, korelasi antara media komunikasi pembelajaran dan pendidikan agama Islam, tujuan dan fungsi, model dan pendekatan pemilihan media, bentuk tahapan, kriteria pemilihan, dampak sampai dengan bagaimana sikap guru dalam menggunakan media komunikasi pembelajaran. Kompleksitas pembahasan yang kiranya mampu memperkaya; menjadi bekal; memperbaiki kualitas dalam menyampaikan materi kepada peserta didik. Terlebih karakter dan watak peserta didik bervariatif. 

Dalam diskusi, penulis juga menyampaikan bahwa sebaiknya seorang guru juga harus memperhatikan mood peserta didik tatkala hendak memilih media komunikasi. Maka komunikasi yang baik harus dibangun di atas kesepahaman di antara keduanya. Sebab penyampaian materi akan jauh lebih efektif manakala peserta didik mengikuti pembelajaran dengan penuh kesadaran.

Penggunaan media komunikasi pembelajaran tidak seutuhnya sempurna, melainkan memiliki plus minus tersendiri. Sisi positif dari media komunikasi pembelajaran sangat besar dirasakan manfaatnya tatkala tahun lalu pandemi covid-19 melanda. Pembelajaran Jarak Jauh menjadi sangat aktif dan efektif manakala menggunakan media edukatif-sosial yang ada. Misalnya google meet, zoom, google form, WhatsApp, blog, ruang guru dan lain sebagainya. Inovasi-inovasi baru tersebut benar-benar melipat distingsi jarak. 

Ada pun sisi minusnya, penggunaan media komunikasi pembelajaran sangat bergantung pada sistem koneksi internet. Jika sinyal tersendat, ngadat dan bahkan miskin proses pembelajaran akan sangat jauh dari kata efektif dan efisien. Kemungkinan lainnya, penggunaan media komunikasi pembelajaran ini juga akan muspro jika tidak dibarengi oleh kesadaran pelakunya. Bisa saja niat awalnya buka zoom, yang terjadi justru pelakunya malah terjerembab streaming main game online. Gak bahaya ta?  Mudahnya timbul rasa bosan dan perih mata adalah dampak lain yang saya kira perlu diperhatikan. 

Ditinjau dari sudut pandang yang berbeda, hemat saya buku karya Mas Feri ini sedang memproyeksikan gambaran tentang bagaimana seorang guru harus mampu adaptatif terhadap revolusi teknologi yang kian mutakhir. Lebih tepatnya, Mas Feri sedang menggambarkan betapa pentingnya menjadi guru yang berkarakter. Guru yang berkarakter dalam makna menjadi mata air keteladanan. Baik dalam cara bersikap (akhlak; adab), skill ataupun intelektual. Di antara modal utama dalam bersikap yakni kreatif, adaptatif, solutif dan inspiratif. 

Prof. Ngainun Naim dalam buku Menjadi Guru Inspiratif (2008) menegaskan terdapat delapan kriteria guru Inspiratif. Delapan kriteria tersebut yakni terus belajar, kompeten, ikhlas, spiritualis, totalitas, motivator, pendorong dan disiplin. Kedelapan kriteria tersebut disebutkan masih bersifat terbuka. Artinya masih sangat dimungkinkan menerima penambahan, pembantahan atau bahkan pembatasan. 

Dari kedelapan kriteria tersebut guru yang berusaha adaptasi dengan perubahan zaman, baik itu karena desakan keadaan yang darurat ataupun tuntutan zaman, sebagaimana yang dipaparkan Mas Feri sejatinya menunjukkan pribadi guru yang mau terus belajar, kompeten dan berusaha totalitas dalam mengajar. Utamanya jika kita mengingat bahwa di abad ini begitu melimpah ruah software atau aplikasi yang berfungsi untuk komunikasi. Komunikasi interaktif jarak jauh tentunya. 

Tersedianya sumber komunikasi ini sudah selaiknya menjadi sarana yang lebih efektif--jitu dalam meraup ilmu pengetahuan yang lebih luas dan tanpa batas. Tentu saja selalu ada harapan yang terselip kuat, bahwa dengan variatif piranti sumber komunikasi berjarak itu akan memudahkan tersampaikannya--akses yang siginifikansi--pendidikan ke pelosok negeri bumi pertiwi, Indonesia. 

Tulungagung, 17 September 2023

Komentar

  1. Prof. Ngainun Naim dalam buku Menjadi Guru Inspiratif (2008) menegaskan terdapat delapan kriteria guru Inspiratif. Delapan kriteria tersebut yakni terus belajar, kompeten, ikhlas, spiritualis, totalitas, motivator, pendorong dan disiplin. Kedelapan kriteria tersebut disebutkan masih bersifat terbuka. Artinya masih sangat dimungkinkan menerima penambahan, pembantahan atau bahkan pembatasan.

    Sangat setuju sekali tulisan Prof. Naim dalam buku tersebut.
    Artikelnya bagus sekali

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal