Langsung ke konten utama

Secarik cerita kehidupan

Dalam hidup di dunia selalu ada rencana yang terus-menerus berusaha digugurkan. Tergugurkan satu, namun tak mengurangi populasi rencana yang terus-menerus dicanangkan dalam angan. Pun atau sekalipun terabadikan dalam lembar catatan.

Satu-persatu harapan-harapan itu mulai bermunculan, seiring tergugurkannya rencana yang telah tertunaikan. Hingga akhirnya tidak terasa, entah sudah seberapa panjang catatan harapan itu terukir dalam klise kehidupan.

Satu-persatu harapan yang awalnya tidak mungkin itu menjadi tumpukkan memori kenangan.  Bahkan, harapan yang awalnya belum terpikirkan sama sekalipun telah terlampau jauh terlupakan.

Deretan; harapan, rencana, angan-angan dan fase keberhasilan pun atau kegagalan pada akhirnya hanya menjadikan manusia semakin jauh dari kesadaran.

Semakin kalap akan kenikmatan dunia yang menjadi candu, yang kian mengurunkan keengganan untuk kembali pulang. Sementara pulang adalah ladang pelampiasan atas luapan rindu yang tak tertahan.

Karena tak tertahan itu pula, manusia menemukan sekat waktu dan ruang yang selalu layak "dijadikan kambing hitam". Setidaknya, itu cukup memuaskan hasratnya. Bahwa dalam keadaan apapun dirinya sebagai manusia selalu menjadi tuan yang dengan leluasa menggenggam kemenangan.

Kemenangan yang menggiring segala sesuatu di luar dirinya harus tunduk dan mengitari kehendaknya sebagai tuan. Semua hal di luar dirinya terus dijadikan target yang harus dikeruk. Diopresi habis-habisan tanpa kata ampun sembari mengabaikan sikap keterlaluan.

Apa boleh buat, pikiran yang merupakan anugerah Tuhan telah jauh melahap semua angannya di masa depan. Masa depan yang dipandang jauh lebih menjanjikan.

Sementara semua hal telah jauh dari kesadaran, bahwa segala sesuatu yang ada selalu menyangkut tentang Tuhan. Namun, terkadang kejahatan akal sendiri mampu membenamkan (melupakan) segala sesuatu tentang Tuhan.

Tarik ulur kehendak pribadi dan takdir Tuhan terus-menerus menjadi kenyataan yang terkadang sangat akut untuk dinapikan.

Pergulatan panjang itu akan selalu ada dalam setiap jengkal tawaran proses kehidupan. Setiap jengkal tawaran yang selalu disambut kehadirannya oleh kondisi dan kejadian.

Wallahu A'lamu bisshawwab...
Tertanda tukang parkir hati.

Tulungagung, 04 Maret 2020.

-Catatan ini ditulis di akun Instagram saya pribadi tatkala ngopi di daerah Desa Majan bersama teman kos dan salah seorang sahabat saya.

-Kurang lebih tatkala itu berangkat dari kosan saya sekitar pukul 18.15 wib, dan berhasil ngopi di warkop Dewi Sri kurang lebihlsampai dengan pukul 22.30 wib. Kami pun pulang menyusuri jalan yang berada tepat di pinggir kali Ngrowo.

Diedit kembali pada Minggu, 14 Juni 2020.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Koleksi Buku sebagai Pemantik

Dokpri buku solo ke-10 Saya kira transaksi literasi saya dengan Qadira akan usai seiring tuntasnya koleksi komik yang dibaca namun ternyata tidak. Di luar prediksi, transaksi literasi itu terus berlangsung hingga kini. Kini dalam konteks ini berarti berlangsung hingga detik-detik akhir pelaksanaan Sumatif Akhir Semester genap.  Keberlangsungan ini, jika boleh menerka, hemat saya tak lain karena provokasi dan motivasi yang saya berikan. Tepatnya saat mengembalikan buku terakhir yang saya pinjam. "Besok, koleksi komiknya ditambah ya. Nanti ustadz pinjam lagi. Bilang sama ibu, mau beli komik lagi supaya bisa dipinjamkan ke teman-teman sekolah", seloroh saya setelah menyerahkan komik. Qadira menganggukan kepala pertanda memahami apa yang saya katakan.  Motivasi itu saya berikan bukan karena saya ketagihan membaca komik gratisan, sungguh bukan seperti itu, melainkan dalam rangka memantik geliat memiliki koleksi buku mandiri. Motifnya sederhana, dengan memiliki koleksi buku mandiri...