Asyiknya
Bermain Game
(Telaah
Kebiasaan Mahasiswa dalam Mencari Hiburan)
Iftitah
Menjadi kebanggaan tersendiri mungkin, jika seseorang yang
dikategorikan sebagai remaja akhir menuju dewasa awal menyandang status sebagai
seorang mahasiswa. Kenapa tidak? Bayangkan
saja, term mahasiswa yang telah biasa berdengung ditelinga kita, sering kali
dikoherensikan dengan status sosial kelas menengah-atas. Dalam artian, mereka
yang menginjakkan kaki di dunia perkuliahan sering dikonotasikan sebagai
seorang anak yang berlatar belakangkan keluarga yang berkecukupan dan memiliki
jaminan masa depan yang cerah berkelanjutan. Kemungkinan besar demikianlah
perspektif orang kecil pinggiran mengemukakan. Namun berbeda halnya, dengan
mereka yang hidup dihiruk-pikuk dunia perkotaan-metropolitan. Seolah-olah bukan
lagi sesuatu yang waw dan niscaya untuk dilakukan, ketika seseorang mampu
menyandang labelitas sebagai mahasiswa yang intens bergumul dengan dunia
perkuliahan.
Dalam realita kehidupan, menjalani rutinitas sebagai seorang mahasiswa
pun tidak semudah yang dibayangkan. Seperti halnya semudah membalikkan telapak
tangan. Namun labelitas mahasiswa yang disandang, haruslah tetap
lurus-berpedoman pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, (pendidikan dan mengajar,
penelitian danpengembangan dan pengabdian pada masyarakat).Sehingga menjadi
afirmasi yang cukup kokoh, bila eksistensi-otonom mahasiswa digada-gadakan
sebagai agent of change, agent of control dalam realita kehidupan
masyarakat.
Tidak hanya demikian, dibalik harapan-harapan yang dinisbatkan dan
dikonstruk oleh perspektif budaya sosial. Yang harus ini, harus itulah. Seorang
mahasiswa haruslah loyal dalam menenteng setumpuk tugas yang diembannya. Memanajemen
rutinitas waktu yang dijalaninya. Bukan sekadar kupu-kupu indah yang menghiasi
pohon berbuah, yang berkamuflase payah. Tidak mudah bukan?
Namun secara sadar, mau-tidak mau memang kita harus berani mengakui
bahwa segala sesuatu itu memerlukan kenikmatan dan kenyamanan dalam
mengerjakannya. Sehingga dikala diri dihinggapi rasa bosan, jenuh dan merasa
teralienasikan dengan seabrek tugas yang terus menghadang. Maka di sana pun
memerlukan suatu gebrakkan, dongkrakan motivasi baru yang berupa liburan atau
pun hiburan. Sehingga diri pun tidak jatuh pada perangkap stress yang
berkelanjutan. Ya, misalnya saja kita ambil salah satu sampel, hiburan. Hiburan
di sini dispesifikan lagi menjadi bermain game.
Sekilas Tentang Game
Pada hakikatnya game merupakan salah satu
hiburan. Suplemen dalam menuai semangatmotivasi kembali. Sekilas, menjadi penghilang
beban ruet pemikiran dan kembali menjernihkan keadaan pemikiran. Namun apabila
kita runtut sampai pada definisi secara terminologinya, term game pun akan
memiliki arti sebagai berikut.
Dalam kamus bahasa
indonesia, term game memiliki arti permainan. Di mana permainan merupakan
kompleksitas kegiatan yang di dalamnya mencakup sistem peraturan buatan
(rekayasa). Definisi game ini berkonotasi dengan pengertian yang dikorelasikan
dengan kelincahan intelektual (intelectual Playability Game).
Tidak hanya
demikian, secara historis (priodesasi) game dikategorikan menjadi dua bagian,
yakni game tradisional, (permainan yang dimainkan secara langsung-berinteraksi face
to face yang dilestarikan secara turun-temurun) dan game modern/canggih,
(permainan yang dimainkan melalui perantara gadget). Sedangkan jenis game
berdasarkan ‘platform’ alat yang digunakan, ialah dibagi menjadi lima varian.
Pertama, Arcade games (yang sering disebut dengan ding-dong). Kedua, PC
games (permainan yang menggunakan personal computer). Ketiga, Console
games (permainan yang menggunakan console tertentu. Contoh PS 2, PS 3).
Keempat, Handheld games (permainan yang menggunakan console khusus yang
simple. Contohnya PSP). Kelima, mobile games (permainan yang dimainkan di
mobile phone).
Asyik dan Menggelitik Hasrat Candu.
Ubahnya telah
menjadi suatu kelumrahan, bila seseorang memutuskan untuk bermain game, pasti
dalam rangka mencari keasyikan. Mencari kasyikan dalam sekelumit gerombolan
masalah yang sedang merongrong. Seakan-akan menjadi selaput tabir-pemisahan
antara realita kehidupan dan hiperrealita yang menebar pesona keasyikan. Di
sini, bermain game pun menjadi salah satu solusi yang ampuh dalam pelarian.
Pelarian dari setumpuk tanggungjawab dalam realita kehidupan. Merefresh
semangat, menghilangkan penat di kepala yang menjadi beban. Sehingga tidak
menjadi suatu hal yang menyimpang bila permainan game ini hampir menyentuh
semua kalangan. Namun kontruksi kebudayaan sosial, seakan-akan telah
mengkhususkan bahwa permainan game menjadi hits atau trendi bagi kalangan
anak-anak sampai dewasa.
Begitu halnya dengan seorang mahasiswa, yang terkadang merasa
jenuh, bosan dengan seabrek tugasnya. Sehingga sering kali memalingkan
hasratnya untuk lebih memilih bermain game. Kenapa harus memilih bermain game?
bukannya refreshing mengunjungi tempat wisata lebih asyik ya?
Kemungkinan besar alasan yang dikemukakan tidaklah jauh dengan dalihtidak mau
ribet, dan lebih memilih yang lebih simple tentunya.Kegandrungan
terhadap dunia game pun terus kian menjadi-menjadi.Kian gencar memperkosa
permainan tradisional yang terus dikebiri. Apalagi tatkala teknologi yang terus
berkembang menyuguhkan beragam gadget,(yang di dalamnya termasuk Hand Phone
berbasiskan Android), sehingga beberapa model mobile games baru pun dengan
mudah mampu diakses. Diantaranya saja game Get Rich, COC (Clash of Clans),
dan lain sebagainya yang memiliki ranting teratas dalam kategori game favorit
yang sering kali dimainkan. Sangat asyik bukan? Ditambah lagi dengan berbagai
varian tingkatan (level dalam game) yang menyodorkan problem yang terus
menantang. Sehingga dalam permainan game tersebut pun memikat pelakunya untuk
terus berkesinambungan, kontinuitas dalam bermain. Yang pada akhirnya bermain
game pun menjadi lahapan rutinitas keseharian, suatu kebiasaan yang terus
dilanggengkan. Dikonstruksi secara sadar-ketergantungan. Baik dikala waktu
senggang maupun memangkas waktu tegang dalam mengerjakan tugas yang menjadi
beban kesibukkan dalam perkuliahan.
Aksi bermain game
pun kian menjadi brutal. Tatkala kegandrungan terhadap bermain game yang sedang
gencar menjadi trendi tersebut, telah menjadi virus disetiap mahasiswa
penggemar game. Yang lebih parahnya lagi, sampaiada mahasiswa yang malah asyik
bermain game COC atau Get Rich dalam pertemuan perkuliahan.Sungguh
ironis bukan? Belum lagi merembet pada tanggungjawab tugas yang menjadi beban,
(tugas perkuliahan atau pun tugas kebutuhan pribadi keseharian). Lupa mandi,
lupa makan, lupa waktu jam kuliah masuk kapan, lupa ibadah kapan dan diakhiri
dengan ketidakteraturan yang berimbas pada tatanan hidup yang tidak
karu-karuan.
Nah, di sini pun
seharusnya kita lebih mawas diri, lebih pandai dan dewasa dalam hal
memilah-milah serta mengintropeksi semua kegiatan yang rutin kita lakukan.
Tentu dong, harusnya ada afirmasi logis terhadap apa yang dikerjakan.
Secara sadar haruslah diakui, bahwa pada hakikatnya keberadaan game
tidaklah lepas dari kontradiksi yang mengiringinya. Baik itu dampaknegatif
ataupun positif yang melekat pada kehadirannya. Adapun beberapa dampak negatif
yang akan dituai bagi pecandu bermain game, diantaranya ketergantungan yang
berkelanjutan (menjadi candu), menjadi malas (yang berkelanjutan melalaikan
tugas), kurang peduli lingkungan sekitar, pola makan dan tidur kian tidak
teratur, jarang melakukan olahraga fisik, gangguan penglihatan, lupa waktu, dan
lain sebagainya. Sedangkan dampak positif yang dapat dituai, diantaranya pandai
berbahasa asing, pandai dalam membuat strategi, mengembangkan imajinasi dan
lain sebagainya.
Khotimah
Namun tetap saja
kawan. Sepandai-pandainya dan seasyik-asyiknya kita bermain game. Tentu saja
kita mesti bersikap proporsional dan profesional dalam melakukannya. Berusaha
bersikap adil terhadap apa yang kita lakukan. Sehingga tidak melalaikan tugas
yang menjadi tanggungan dan sekaligus tidak merusak tatanan manajemen rutinitas
waktu dalam keseharian realita kehidupan. Khususnya lagi, bagi kita yang
menyandang labelitas sebagai seorang mahasiswa-mahasiswi. Bukan kah kita
sendiri telah tahu, bahwa time is money? Waktu tidak pernah mampu
terulang? Meski itu hanya sedetik sekali pun.
Bahkan diri kita sendiri pun telah tahu, bahwa hakikatnya game,
merupakan suplemen, stimulus dalam mengelus hasrat semangat untuk move on dari
sekelumit masalah yang menjadi beban tanggungan. Salah satu sarana untuk
refreshing. Sebagai kebutuhan tersier yang mengalihkan. Bukanlah kebutuhan
primer yang perlu diutamakan. Karena bisa jadi, alih-alih kita berusaha
mengambil dampak positif dari bermain game. Eh, ternyata malah banyak menuai
sisi kenegatifannya.Sehingga menjadi sulit menyeimbangkan dan membedakan antara
realita dengan hiperrealita. Menerapkan strategi war yang salah. Selalu
mencurigai kawan sebagai lawan, musuh yang harus dihancurkan. Semoga
tidak demikian.
Komentar
Posting Komentar