Langsung ke konten utama

Puisiku 2

Menilik Rindu
Rindu,
Biar ku simpul dalam jerit malam yang sunyi
Terikat dalam khayal, lautan mimpi
Kian pasang, semu memberi arti
Menjamu, semai nada-nada harapan janji
Melukis damai, sepercik indah warna pelangi

Rindu,
Begitu culas, menakar rasa
Menenteng curah-gubahan isi hati
Mencuri senyum, dikala sepi
Menyikut rasa keluh-kesah dihati

Tertegun...
Menilik kata rindu yang terselip dihati
Termangu...
Menelisik makna-makna rindu yang suci

Entahlah,
Fatamorgana mulai menyelimuti
Mengukir sepercik arti, di dalam diri
Menghilir anggun, terbawa pergi
Menanti sang merpati kembali

Entahlah,
Bingung pun mulai menghampiri
Menggelayut, bertasbih terus membisiki
Menumpuk terus, bertambah lagi
Tanpa sedikitpun dikuras, terkurangi


Munajat rasa
Tersungkur, dalam lamunan rasa
Menerjang, senyum pelita senja
Tenggelam, dalam beribu tanya
Terjerembab, dalam kubangan tawa
Menyingsung, tirai-tirai rahasia

Meminta, berdo’a.
Bermunajat dalam harap untaian kata
Berserah, mengaku hamba
Mengecup rindu dalam sajadah cinta
Menghirup kasih, selimut surga
Bergumul, dalam hasrat suka-cita
Merangkul setiap harap, hempasan rasa

Tersipuh,
Mendekap sendu, takaran malu yang nyata,
Terhujam,
Menelisik, menutup mata
Membisik, memukau geliat dua telinga
Membungkai, setiap getar hembusan dada


Harapan pagi
Pagi, pengikat sejuk
Penakar dingin, penanggal selimut
Perayu ulung yang membujuk
Pembelai hasrat, yang kian kusut
Susut,
Menciut, tanpa beban yang menyikut

Pagi,
Pemilik angin, mendesis-lembut
Pengusir kantuk, yang menyelimut
Mendesir,
Menyisir relung-relung yang mengkerut
Medekap jiwa-jiwa renta nan luput
Menyingsing semangat akut
Meneteng harap, kian menyulut

Pagi,
Pemilik mentari di ufuk
Menyapa ramah, tak bercambuk
Penyadar diri, kian menyibuk
Mengeruk rezeki yang tampak mengangguk

Munajat Rindu
Menyingkap tabir mimpi, kemesraan
Mendekap sunyi, tak berhaluan
Menikmati genggap gempita, gulita malam
Merasuk kujur, relung yang kelam

Hening, aroma malam kesunyian
Berserah sejuta harapan

Mengadu, untai permohonan
Tersipuh, dalam rintihan pankuan
Sujud, rindu akan dekapan
Menghirup rindu, akan seruan

Di gelap malam, kesunyian
Sejuk, merangkul rusuk yang kesepian

Terpana,
Terpesona,
Terkapar dalam kenikmatan
Tenggelam, melayang dalam buai munajat harapan

Sendiri,
Pun seorang diri menyapa malam
Mengharap senyum-kasih, sang dermawan
Mengikat janji suci, pertemuan
Dalam arti hidup yang kelam


Berontak
Menantang gemuruh ombak yang menderu
Menyumpal bibir karang, yang cemburu
Mengintip mentari pagi, semu
Memanja, tersipuh malu
Merangkul sapaan hangat, kerap menipu

Terkepal, kian mengukir
Menggenggam halusnya pasir, yang mendesir
Terus, kian menyisir
Menelisik pori, aliran darah yang mengalir

Semliwir...
Mengusik gelak, geliat angin sejuk hembus-menghibur
Mudik-menghilir
Mendekap jiwa-jiwa insan, segenap mampir
Menghapus gelisah, kian mengusir

Tenggelam dalam desisan pasir
Merenung, dalam pergumulan takdir


Riuh
Terpanggang halus, menahan hawa
Menghempas angin, menarik udara
Mengelus dahi, mengusap dada
Meruwat wajah, membasuh muka
Mengupas keringat, membuka mata

Melek, memanja
Merajut harap, munajat rasa
Mengurai linang-dingin, di pipi dua

Semarak, berpesta ria
Mengumbar merekah, geliat tawa
Murah senyum, memikat mata
Merayu halus goresan pena, pujangga

Duhai rembulan, memerah muda
Jatuh tersungkur, di depan mata
Menyimpul hasrat, menguntai alur cerita
Suka,
Duka,
Cita,
Terangkum halus, dalam relung bisikan cinta


Gejolak
Gempita malam, telah mendekap kesunyian
Pun rembulan, tertahan oleh kelamnya awan
Ombak menderu, mengecup butir pasir pinggiran
Berontak memberi hasrat keindahan

Menawan,
Mengikat, jengkal setiap pandangan
Mengintai, setiap lirik perhatian
Menyiprat cawan penuh kerinduan
Menitip sepercik asa yang menghujam, tak berhaluan
Mengukir jejak cumbu, tanpa beban

Menuai nikmat, menghalau cibiran
Mengundang senyum, dalam kesendirian

Sungkan,
Sembari menahan,
Menebar hasrat, pesona kejujuran

Pun kemerlap cahaya bintang, dalam kemaluan
Sembunyi dalam tirai mimpi-mimpi, harapan
Mengintip jendela takdir, rahasia kehidupan
Menyingsing semangat, gelora kebahagiaan



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal