Tampaknya harus ditegaskan di muka, bahwa tulisan ini merupakan lanjutan dari series tumbuh kembang seorang penulis pemula melalui komunitas literasi. Supaya mendapatkan alur pembahasan yang runtut dan mengena silakan baca terlebih dahulu posting saya sebelumnya.
*********
"Dunia menulis merupakan dunia yang dinamis. Ia tidak berkaitan dengan teori saja. Juga tidak berkaitan dengan praktek saja. Teoridan praktek berkait-kelindan. Keduanya sama-sama penting sehingga tidak bisa saling menafikan", Prof. Dr. Ngainun Naim, M. HI.
Tahapan yang tidak kalah penting setelah pembentukan kelompok adalah penyisipan materi dasar. Materi dasar tentang kepenulisan tentunya. Referensi teoritis yang dapat diaplikasikan dalam tenggat waktu yang singkat. Mengapa demikian? Sebab materi tersebut berhubungan banyak dengan penyamarataan posisi awal; penyamaan persepsi yang beredar di seluruh anggota; start poin untuk memulai dari mana sampai dengan tahapan aksiologis selanjutnya.
Sebagaimana disebutkan dalam buku Metamorfosis Literasi Diri (2022), seluruh panitia pelaksana KMO tampak bermufakat menyisipkan materi dimulai dari tahapan ontologis, epistemologi dan aksiologis. Dalam tahapan ontologis, kesadaran seluruh anggota berusaha disingkapkan melalui keteladanan dari para penulis masyhur. Quote, motivasi dan motif yang berlaku sebagai support system seorang penulis pemula disuguhkan ke muka.
Proses brain wash berlaku dalam konteks ini. Seorang penulis--utamanya pemula-- dituntut memiliki keyakinan, kepercayaan diri dan keberanian yang kokoh untuk menumpahkan gagasan yang terbenam dalam diri. Guna memantik antusiasme massa yang besar maka fakta-fakta menarik dan keuntungan sebagai seorang penulis--baik secara materil maupun non materil--menjadi topik pembicaraan hangat. Pemahaman tentang hakikat seorang penulis selaiknya menjadi pondasi awal dalam mengambil keputusan dan membulatkan tekad. Lantas motivasi untuk menulis itu akan muncul dari dalam diri dengan sendirinya.
Untuk mewujudkan kesadaran itu tentu kita membutuhkan pengetahuan tentang alur menulis meskipun tidak kompleks. Dalam tahapan ini kita diajak menyusuri gelanggang epistemologi. Wawasan pengetahuan tentang menulis itu dimulai dengan menata mindset, menjaring ide, mengekstraksikan imajinasi menjadi gagasan, menulis sesuai genre, tips menyunting tulisan mandiri sampai dengan memdedah bagian demi bagian buku secara struktural.
Semua materi tersebut dijabarkan oleh narasumber yang telah ditetapkan oleh pihak panitia. Tidak ada celah bagi peserta untuk melakukan pengambilan keputusan melalui voting; request atau secara gradual memilih narasumber yang dikehendaki. Keinginan yang bersifat personal dan egosentris disingkirkan jauh-jauh. Hal yang sama juga berlaku pada saat pemberian teori mendasar tentang menulis. Teori-teori tentang menulis itu telah didesain sedemikian rupa secara sepihak, sehingga tidak dapat disusun kembali; tidak bisa disulam tambal; tidak menerima diotak-atik ulang sesuai request atau pun selera.
Mayoritas aturan bermain dalam sebuah komunitas atau grup apa pun--termasuk di dalamnya menulis--memang demikian. Seluruh peserta cukup sami'na wa atho'na dan menikmati sajian yang ada. Tidak lebih dan kurang. Seluruh peserta dibungkam dengan pandangan "awam" yang dipukul rata bahwa mereka yang lebih mafhum tentang siapa yang lebih pantas dan tidak. Ada tuntutan yang mengikat, selaiknya murid yang baik senantiasa percaya dan memasrahkan diri pada sosok yang kerap kita sebut sebagai guru; pakar; ahlinya ahli; core of the core atau yang mewakilinya.
Setelah masing-masing peserta kenyang menengguk pengetahuan tentang menulis barulah kita diajak untuk menapaki tangga aksiologis. Dalam tahapan aksiologis kita tidak lagi berbicara tentang teori melainkan determinasi pada praktek langsung. Teori mendasar tentang menulis yang telah dipahami berperan sebagai tools dalam mempermudah proses menuangkan ide ke dalam tulisan. Proses penuangan ide ke dalam tulisan secara mendasar sangat dipengaruhi oleh intensitas membaca.
Kenapa membaca? Sebab melalui kegiatan membaca, penulis akan mendapatkan banyak keuntungan yang diraup. Inventarisasi kata, memahami variatif gagasan, corak pemikiran, paradigma baru yang digunakan sampai dengan mengenal cita rasa tulisan satu dengan yang lain. Jika membaca telah menjadi habituasi seorang penulis maka tingkat sensitivitas terhadap kemunculan ide sangat besar. Seluruh kegiatan yang dilakukan dapat menjadi ide yang nyentrik dan asyik tatkala dibenturkan dengan jejak pengetahuan tertentu yang kita pahami.
Pengetahuan tertentu yang dapat dijadikan sebagai paradigma dalam menampilkan bentuk tulisan. Terlebih lagi secara saksama kita mafhum bahwa setiap tulisan yang lahir selalu menyisipkan ruh penulisnya. Ruh-ruh yang tertuang dalam tulisan itu terus hidup selama ada pembaca yang menggandrunginya. Ruh-ruh tulisan itu pada akhirnya dapat dipahami sebagai identitas penulis seiring dengan ditemukannya gaya tulisan yang bersifat interpersonal.
Tulungagung, 30 Oktober 2023
... gaya tulisan yang bersifat personal dapat dipahami sebagai 'gaya tulisan itu bersifat pribadi atau perseorangan'. Nah, kalau ada ulasan yang menyatakan bahwa '... gaya tulisan yang bersifat interpersonal', pemahamannya adalah bahwa gaya tulisannya bersifat berjamaah atau komunitas/sekumpulan orang; interpersonal --> 'berkenaan dengan hubungan antar pribadi'
BalasHapus