Setiap Jiwa umat muslim telah
teruji, terkontrol dan tercounter dalam menunaikan kewajiban istimewa di bulan
yang suci yakni puasa dibulan Ramadhan, (yang secara bersamaan dapat juga
dikategorikan bahwa puasa merupakan suatu kebutuhan terhadap kesehatan diri
setiap manusia yang bernafas). Memang mesti kita sadari, hayati, dan renungi
bahwa semua titah yang telah diembankan dan dianugerahkan Tuhan kepada semua
makhluk ciptaan-Nya pasti memiliki hikmah yang patut disyukuri.
Suasana hari raya Idul Fitri yang khas
masih terasa menyelimuti diri setiap insan (muslim) yang telah suci. Suci dari
noda yang sempat mewarnai diri pribadi, entah itu noda dalam bentuk privasi
yang selalu bersifat vertikal (theosentris atau hablum minallah)
ataupun noda yang koheren dengan sosial interaksi yang selalu bersifat
horizontal (antroposentris atau hablum minannas) yang terasa
telah terwakili, tercukupi, dan terbalaskan dengan kalimat “Minal Adzin Wal
Fa’idzin (mohon ma’af lahir dan batin)” yang disertai dengan tradisi mushafahah,
sungkem dan lain sebagainya. Hal yang demikian menjadi warna tersendiri bagi rutinitas
orang yang beridentitaskan sebagai muslim sejati secara pribadi.
Jika ba’da menunaikan shalat
Ied (sebutan bagi shalat raya Idul Fitri yang lumrah) setiap muslim saling
berma’af-ma’afan saling membuka diri mengkonstruk transfaransi, ziarahkubur,
berkunjung ke rumah sanak famili, mengadakan haul dan lain sebagainya, maka saya beserta
teman-teman alumni MA Sabilurrosyad periode 2011/2013 pun tidak ingin
ketinggalan untuk mengadakan reunian.
Ya... betul reunian. Sebuah agenda
yang selalu tercanangkan dan terrealisasikan dalam kurun waktu setiap tahun.
Ya... betul setiap tahun. Tapi sayang
dua tahun kebelakang saya tidak mampu menyempatkan diri untuk hadir, dan
tentu inilah yang menjadi agenda reuni pertama bagi saya pada liburan semester
genap ditahun 2015 ini.
Perlu diketahui juga secara seksama
bahwa sebenarnya kami (alumni teman sekelas) telah memplaning, mencanangkan ide
ini jauh-jauh hari (yang kemungkinan besar sebulan sebelum hari H), dan
tentunya ada banyak perubahan yang sangat ketara pada realisasi agenda acara reuni di tahun ini. Tidak hanya
demikian, bentroknya (kontradiksi-nya) agenda acara pada hari minggu, 19 Juli
2015 pun ternyata menjadi salah satu pemicu mengapa semua teman kelas tidak mampu
menyempatkan diri untuk hadir. Memang harus diakui planing yang telah tercanangkan, terundingkan dan
dihasilkan dari kesepakatan bersama (mufakat/musyawarah) tidak menuai hasil
yang memuaskan.
Tapi meskipun demikian kami (saya
bersama teman-teman alumni yang menyempatkan diri untuk hadir), tetap
melaksanakan acra reuni yang telah teragendakan tersebut.
Akhirnya kami pun mulai menuju rumah
salah seorang teman kami yang awalnya direncanakan sebagai tempat mengadakan
acara reunian tersebut. Eh... ternyata setelah beberapa menit sesampainya di
tempat tujuan semua teman merasa bingung, karena entah apa yang akan dilakukan.
Apakah mau ngaliwet (memasak nasi liwet) dirumah tersebut ataupun
berwisata mengunjungi tempat yang mengasyikan. Tidak lama kemudian kami pun
mengambil sebuah kesepakatan untuk berkunjung ke tempat wisata yang mengasyikkan.
Di mana tempat yang menjadi tujuan wisata kami yakni Astana Gede Kawali (sebuah
situs kerajaan Sunda Galuh Kawali).
Sesampainya ditempat tersebut kami
pun disambut baik dengan petugas parkir yang memberi nomor parkir kendaraan
guna mempermudah dalam menata rapih kendaraan pengunjung. Tulisan “Semalat
Datang di Astana Gede Kawali” di atas gapura gerbang masuk pun memberi
warna dan ciri tersendiri. Tidak ketinggalan sebagai warga negara yang baik dan
bijaksana kami pun mengumpulkan uang iuran untuk membayar tiket masuk ke tempat
wisata tersebut.
Tidak lama kemudian akhirnya satu persatu diatara
kami pun mulai memasuki tempat tersebut. Pemandangan alam yang masih ketara
asri pun ketika itu menjadi suguhan mata yang menarik elok dipandang. Hal yang
demikian itu di suport lagi dengan tanaman dan pepohonan yang berukuran
(berdiameter) besar dan menjulang tinggi. Bangunan-bangunan yang menjadi tempat
pelindung prasasti-prasasti pun masih ketara kokoh. Makam-makam yang terletak
di dalam pun masih ketara terawat. Beberapa tempat yang menarik untuk
dikunjungi pun ramai dengan pengunjung, entah itu pengunjung yang lokal ataupun
pengunjung yang berasal dari luar kota.
Sepanjang jalan dan tempat
peristirahatan pun kami berusaha bercengkrama, berbincang, berusaha meluapkan,
menumpahkan dan mengutarakan semua rasa kangen dan senang akan adanya saat-saat
kebersamaan. Canda, tawa dan senda gurau yang tidak canggung pun sempat
terlontarkan mengihiasi suasana kebersamaan, pancaran kebahagianpun sempat
tersimbolkan dalam rona muka yang dipenuhi dengan senyuman. Beberapa ungkapan
pernyataan, pertanyaan dan guyonan pun sempat terlontarkan, entah itu koheren
dengan bagaimana keadaan sekarang, masa lalu yang telah menjadi kenangan dan
sebuah rencana cita-cita di masa depan yang akan datang. Tidak hanya itu, kami
pun berusaha mengabadikan momen kebersamaan tersebut dengan mengambil beberapa
picture yang sekiranya akan menjadi kenangan yang tidak akan mampu terulang.
Tidak terasa waktu pun telah
menunjukkan waktunya makan siang. Sehingga kami pun memutuskan untuk keluar
dari area Astana Gede Kawali tersebut, dan menuju sebuah tempat makan ataupun
tempat nongkrong guna melepas lelah serta mengisi perut yang mulai keroncongan.
Seorang laki-laki parubaya yang bertugas sebagai pelayan pun menghampiri kami
yang sedang duduk dan menawarkan menu makanan yang tersedia di sana. Mie bakso
dan mie ayam pun yang tersedia menjadi menu yang makan siang kami. Sembari
menunggu makanan yang telah dipesan, kami pun kembali bercengkrama, sendagurau,
mengumbar canda tawa yang menghiasi rona muka dan tidak ketinggalan beberapa
picture pun sempat terabadikan meskipun selfie yang bersifat privasi. Tidak
lama kemudian makanan yang dipesan pun telah terhidangankan didepan kami.
Akhirnya satu-persatu diantara kami pun mulai lahap menikmati makanan tersebut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa makanan yang telah dihidangkan ternyata sungguh
enak, sehingga saking enaknya ada beberapa teman saya yang tidak tega untuk
memakannya, hehehe. Entah karena apa kami pun seakan-akan tidak puas dengan
keadaan yang telah menyatukan kami menjadi sebuah patembayan, sehingga sehabis
makan siang pun kembali bercengkrama berbagi cerita pengalaman hidup pribadi
yang pernah dialami.
Tapi dengan sekejap akal pikiran
kami langsung teringat dengan adzan zuhur yang telah dikumandangkan dari tadi.
Akhirnya kami pun dengan bergegas mengordinir mengumpulkan uang untuk membayar
makanan yang telah mengisi perut kami, yang beberapa saat kemudian dilanjutkan
dengan berkunjung ke situ wangi yang disertai dengan menunaikan shalat zuhur di
mesjid yang terletak disekitar area sana. Selepas menunaikan ibadah, beberapa
orang diantara kami pun sempat meninjau, mengamati dan memastikan bahwa area
sekitar situ memang benar-benar sangat panas tanpa ada area teduh sedikit pun.
Sehingga pada akhirnya kami pun memutuskan untuk kembali menuju rumah teman
kami semula. Ya.. betul kami pun mulai beriringan menghidupkan kendaraan motor
yang akan kami kendarai menuju tempat yang dimaksud tadi. Perjalanan pun tidak
begitu menguras tenaga, pasalnya jarak tempuh dari tempat wisata situ wangi
menuju rumah teman kami itu hanya beberapa meter. Sesampainya dirumah
teman kami, kami pun meneruskan semua
hal yang sekira belum tersampaikan, terluapkan, dan tertumpahkan dalam
kebersamaan. Tidak hanya itu kami pun meneruskan istirahat (merebahkan tubuh,
duduk) guna melepas lelah yang mungkin telah terlupakan dan terlenakan akan
suasana kebersamaan. Sembari beristirahat beberapa orang diantara kami pun
mendapat tugas untuk mengambil buah kelapa muda dan meracik suatu minuman guna
melepas dahaga serta stamina.
Tidak terasa waktu berputar dengan
cepat, hingga adzan ashar pun telah terdengar dikumandangkan. Hal yang demikian
menandakan bahwa perjumpaan dalam kebersamaan harus segera diakhiri dan setiap
orang diantara kami harus kembali ke rumah yang dihuni. Tapi sebelum kami
benar-benar terpisah dari rumah teman kami yang didiami ternyata salah seorang
teman diantara kami mengabari bahwa teman yang telah lama tidak berjumpa
mengajak untuk bermain ke rumahnya, sehingga kami pun dengan serentak
memutuskan untuk menuju ke sana secara bersama-sama.
Beberapa saat kemudian kami pun
sampai di tempat tujuan. Saya pun dengan berani melangkahkan kaki menjadi yang
pertama menghampiri rumah teman lama kami, namun dari luar ada sedikit yang ketara
aneh, yakni jendela kaca rumah nampak tertutupi sehingga praduga saya sang
penghuni rumah sedang tidak ada alias sedang pergi. Eh... ternyata ketika saya
mulai mendekati jendela kaca yang terletak disebelah seletan, sang penghuni ada
sedang sibuk memainkan gadget-nya. Akhirnya saya pun mulai melangkahkan kaki
memasuki rumah tersebut. Satu-persatu diantara kami pun dengan beriringan mulai
mengikuti masuk memenuhi ruangan. Obrolan pun dimulai dengan bersalaman yang
disertai dengan menanyakan kabar (keadaan fisik). Canda, tawa, sendaguarau pun
pecah mewarnai ruangan. Kedatangan kami pun seakan-akan membawa kebahagian yang
disertai dengan kesibukan yang mengusik kedamaian sang penghuni rumah, yang
demikian tersimbolkan dengan hadirnya beberapa makanan ringan (camilan) yang
disuguhkan. Sang teman lama kami pun merasa ada orang baru yang hadir dalam
perjumpaan kami pada hari itu. Ya... betul memang ada tiga orang teman kami
yang belum pernah ia kenal. Dengan serentak mereka pun berkenalan, suasana pun
kembali diwarnai dengan guyonan yang ditumpahkan dan dilontarkan dari para
pelawak yang handal dalam menarik suasana. Tapi sayang perjumpaan itu pun tidak
berlangsung lama, pasalnya teman-teman perempuan kami telah memberi suatu kode
suapaya obrolan segera diakhiri dan menyegerakan diri untuk pulang. Dengan
menertibkan diri yang disertai dengan bersalaman sebagai tanda berpamitan kami
pun satu-persatu melangkahkan kaki untuk pulang. Akhirnya perjumpaan
kebersamaan kami yang lumayan terkategorikan lama pun diakhiri dengan pulang ke
rumah masing-masing.
Komentar
Posting Komentar