Langsung ke konten utama

Curhatan Mudik

Sungguh cepat waktu berputar, berputar dalam porosnya yang selalu terikat dengan ruang. Ya... benar secara sadar kita harus mengakui dan mengetahui bahwa waktu memang selalu terkoneksi, terkorelasi dengan ruang, entah itu dimensi ruang tempat, suasana, kesempatan atau perasaan subjek yang bersangkutan sekali pun.
Begitu juga dengan kontinuitas rutinitas perkuliahan yang telah diakhiri dengan UAS (Ujian Akhir Semester) sebagai tanda bahwa waktu telah berputar cepat dalam realita kehidupan. Suatu realita kehidupan yang terus berjalan dan ketara real yang mau tidak mau harus tetap dijalani meski berbagai halau rintangan terus menerpa jalannya alur kehidupan. Ya... sungguh tidak terasa bahwa kini waktu libur kuliah telah menghampiri masing-masing diri yang sibuk dengan rutinitas privasinya.
Libur kuliah semester kali ini pun memang terlihat berbeda dan sedikit terasa istimewa, pasalnya liburan kuliah kali ini beriringan dengan hadirnya bulan suci Ramadhan yang penuh kemuliaan. Bulan mubarak yang selalu ditunggu-tunggu akan kehadirannya, bulan mubarak yang didamba-dambakan oleh semua orang muslim akan aktivitas khas yang mengiringinya.  
Momen libur kuliah pun disambut baik oleh semua mahasiswa, hal yang demikian sangatlah ketara dari adanya aktivitas mudik atau pulang kampung bagi sebagian mahasiswa yang berasal dari luar kota, beda provinsi, beda pulau atau beda negara sekalipun. Ya... hal  demikianlah yang terjadi pada diri saya pribadi (sebagai seorang perantau yang sedang thalabul ilmi).
Ups, memang jika kita berbicara tentang aktivitas mudik yang mulai terjadi, tentunya akan senantiasa berkorelasi dengan value ekonomi, atau yang lebih spesifiknya lagi yakni berkorelasi dengan melonjaknya harga alat transportasi umum (baik jalur darat, laut atau pun udara) yang akrab dan sangat khas dengan diri para pemudik dihari-hari besar keagamaan yang sering diperingati. Seperti halnya hari raya Idul Fitri (hari besar bagi umat islam).
Sebenarnya aktivitas mudik ini tidak hanya sering dilakukan pada saat menjelang hari raya keagamaan. Namun seiring dengan bergulirnya ruang dan waktu seakan-akan aktivitas mudik ini pun telah mendarah daging menjadi bagian dari salah satu ciri khas dalam kultuminasi perayaan bulan yang suci.
Entah apa yang akan terjadi bila aktivitas mudik yang telah kontinuitas ini tidak dijalani, yang pasti kemungkinan besar yang akan terjadi adalah rasa kurang klop yang menghiasi diri.
Sesungguhnya bila kita mampu merenungi, menghayati dan memahami benar bagaimana makna dari dilaksanakannya aktivitas mudik (tradisi pulang kampung) ini. Maka di sana kita akan menemukan makna hubbul wathon, silaturrahmi dan momen kebersamaan yang tak akan mampu ternilai lagi harganya. Tidak hanya demikian ternyata detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam yang terus berputar saat kebersamaan tersebut akan semakin mengatarkan kita pada rekonstruksi pemahaman akan makna dan tujuan hidup serta kultuminasi ibadah yang telah dijalani.

   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal