Langsung ke konten utama

Tipikal Orang yang Membutuhkan Rumah Bernaung

(Sumber Gambar: Download dari kanal Facebook)

Perlu ditekankan di awal bahwa tulisan ini adalah bagian ketiga dari dua postingan Sebelumnya. Untuk mendapatkan alur pemahaman yang runtut Anda dapat membaca postingan sebelumnya: Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi dan Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi Part 2. Silakan klik tulisan yang berwarna. 

***

Kedua, tipikal orang yang bergabung ke grup WhatsApp literasi karena memang membutuhkan rumah bernaung. Orang yang seperti ini memiliki motif yang melampui tipikal sebelumnya. Ia tidak hanya memiliki antusiasme yang tinggi namun juga kesadaran yang mumpuni untuk berkontribusi. Ada alasan mendasar tentang kenapa ia memutuskan untuk menempuh jalan kesunyian sebagai penulis jauh sebelum bergabung dengan grup WhatsApp literasi. 

Bergabungnya ia dengan grup WhatsApp literasi bukan sekadar untuk belajar namun juga sebagai upaya menstabilkan motivasi, melejitkan kreativitas dan inovasi-inovasi baru dalam bentuk karya. Bergabungnya ia ke dalam grup merupakan angin segar untuk perbaikan dan peningkatan kualitas diri. Bukan semata-mata karena mau namun terpanggil untuk mengambil bagian tertentu darinya. 

Di samping itu, ia memahami bahwa bentuk belajar dapat ditempuh dari berbagai pendekatan dan metode. Tak terkecuali belajar langsung dari menghayati dan membedah setiap hidangan karya tulis yang dipersembahkan oleh penghuni grup. Mungkin secara fisik di antara keduanya: penulis dan pembaca belum bahkan tidak pernah bertemu namun secara ideologis dan rangakaian idealisme mereka telah lama dipertemukan.

Pertemuan ideologi dan idealisme itu semakin rupa-rupa (variatif; kaya raya) manakala setiap penghuni grup saling mencicipi buah pena di blog masing-masing. Rutinitas itu tidak mustahil akan membentuk hubungan emosional kekeluargaan di antara sesama penghuni grup. Rasa empati, simpati dan identifikasi menghiasi setiap jalan penempaan yang dilakukan di dalam grup. 

Maka interaksi yang terjadi di dalam grup bukan lagi pada level "just to know" tapi how to building mindset and branding person; sharing to caring; berbagi informasi untuk membangun ikatan kekeluargaan. Membangun jejaring peradaban pengetahuan di circle yang tepat menjadi misi yang sedang dilakukan. Bukankah kita sering mendengar bahwa seseorang itu akan tumbuh-kembang sebagaimana pengaruh lingkungannya? 

Pada tipikal yang kedua ini asimilasi di antara sesama anggota grup menjadi keharusan untuk mendulang simpul-simpul karakter pengetahuan. Sehingga yang terjadi sangat dimungkinkan di antara sesama penghuni didudukan dalam posisi yang setara. Bisa saling mengidolakan; menginspirasi dan memotivasi untuk terus mengupayakan adanya perubahan.

Tulungagung, 15 Juni 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal