Langsung ke konten utama

Grup Sebagai Media Ekspresi Kreativitas Diri


(Gambar Download dari kanal Facebook)

Tulisan ini merupakan pamungkas dari 3 postingan sebelumnya. Jika ingin mendapatkan pemahaman yang utuh: menangkap makna, motivasi dan inspirasi secara maksimal, saran saya, silakan baca postingan yang berjudul Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi, Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi Part 2 dan Tipikal Orang yang Membutuhkan Rumah Bernaung terlebih dahulu. Sebab keempat tulisan ini merupakan satu kesatuan yang berkesinambungan.

****

Ada pun tipikal ketiga merupakan lanjutan dari level sebelumnya. Sangat dimungkinkan sebagian dari penghuni grup literasi memiliki motif hendak menjadikan grup sebagai ajang mendedahkan gagasan yang butuh diluapkan. Model penghuni yang telah memiliki modal, kompetensi dan kapasitas yang mumpuni. Sebutkan saja posisinya telah menduduki level produsen karya. 

Produsen karya tulis telah pasti memiliki jam terbang tersendiri. Syarat akan manajemen menghimpun asupan gizi (membaca) dan produktivitas kerja nyata. Berbagai karya terlahir dari tangan kreatifnya. Kreativitas dan gagasan tidak pernah berhenti mengalir karena tersekat kesibukan yang merongrong waktu lapangnya. Justru dalam kemustahilan waktu: dikala ada kesempatan sekecil apa pun itulah ia selalu menyelipkan ide untuk berkarya. Walau pun itu hanya menghasilkan satu-dua paragraf. Itu pun prosesnya dengan ia lakukan metode ngemil. Atau mungkin dengan sistem kredit. 

Bagi penghuni grup tipikal ketiga kegiatan menulis adalah candu. Sedang membaca adalah cara merawat akal dan psikis agar tepat sehat. Ada persepsi yang mengitari benaknya bahwa sehari tanpa berkarya merupakan kerugian yang teramat besar. Kerugian yang tak akan pernah diketahui dan dinikmati oleh mereka yang tidak pernah mengenal betapa pentingnya tradisi melek literasi. 

Tidak hanya itu, ia juga berperan sebagai pengayom dan teladan nyata. Sebagai pengayom ia tidak segan-segan menjadi pelabuhan untuk menampung rupa-rupa keluh kesah para penulis pemula. Motivasi, tips bahkan materi pelajaran ia sodorkan sebagai solusi jitu secara cuma-cuma. Terlebih-lebih solusi itu berangkat dari pengalaman nyata (telah dipraktekkan) bukan bualan semata-mata. 

Yang demikian ia kuatkan dengan keteladanan nyata. Tidak ada hari tanpa postingan karya tulis yang dipersembahkannya ke dalam grup. Tangan-tangan terampil dan kedisiplinan kreativitas akal sehat selalu berjalan linier untuk mendayung biduk perubahan. Perubahan yang dimulai dari dalam diri yang berdampak pada lingkungan sekitarnya. Layaknya spiral yang kian melebar secara laten memberikan perubahan nyata. 

Sampai di sini kiranya satu pertanyaan tampak mencuat ke permukaan: Sudahkah kita merasakan manfaat dari grup literasi yang diikuti? Jika belum, mari kita sama-sama introspeksi dan sesegera mungkin memperbaiki diri dengan memanfaatkan fasilitas yang disodorkan grup yang kita ikuti.

Tulungagung, 16 Juni 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal