Langsung ke konten utama

Semarak Wisuda

(Dokpri Foto Bersama dengan Wisudawan)

Salah satu tahapan yang tidak dapat dipisahkan dari proses panjang pembelajaran di lembaga pendidikan--tak terkecuali sekolah--belakang ini adalah wisuda. Wisuda berarti peresmian atau pelantikan yang dilakukan dengan upacara secara khidmat. Signifikansi peresmian atau pelantikan dalam konteks ini menandakan telah terpenuhinya hak dan kewajiban peserta didik selama menempuh pembelajaran di lembaga pendidikan tertentu baik formal atau pun non formal. Satuan kredit studi (SKS) pembelajaran telah terpenuhi. Secara harfiah, wisuda dipahami sebagai bentuk kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan yang melibatkan dirinya sebagai bagian di dalamnya.

Kiranya sudah menjadi rahasia umum jika prosesi wisuda merupakan momentum yang sakral. Sakral bagi pelakunya atau pun bagi khalayak ramai yang turut serta memeriahkannya. Khalayak ramai termasuk keluarga besar bersangkutan yang merasa bangga dan bahagia bukan kepalang karena orang dicintai--bagian dari keluarganya--telah melewati tahap perjuangan sejauh itu. 

Begitu pun juga suka cita meliputi dada para pedagang di sekitarnya. Kenapa demikian? Sebab umumnya wisuda selalu membutuhkan aksesoris yang terbilang lumayan. Sebutkan saja selempang, pakaian sepatu dan lain sebagainya. Bahkan khusus untuk kaum hawa ber-make up adalah ritual wajib yang sangat tidak mungkin terlewatkan. Sedangkan profesi jasa fotografer menjadi tahapan penting dalam mengabadikan momen Haru biru dan sakral itu. Kiranya di zaman yang serba mutakhir ini sangat tidak mungkin ada wisudawan yang lulus tanpa berswafoto dengan keluarga, sahabat dan orang-orang terdekatnya.

Hal yang menarik adalah momentum wisuda kini telah mengalami transformasi diri dari tahun ke tahun. Jika dulu mungkin kata dan prosesi wisuda hanya berlaku khusus bagi mahasiswa yang berkuliah dan lulus dari perguruan tinggi, sehingga tampak benar-benar sakral dan mendebarkan. Namun sekarang prosesi wisuda sudah menjadi hal yang lumrah terjadi di setiap jenjang pendidikan. Mulai dari Taman Kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD) setara Madrasah Ibtidaiyah (MI), sekolah Menengah Pertama (SMP)-Madrasah Tsanawiyah (MTs) sampai sekolah menengah atas (SMA)-sekolah menengah kejuruan (SMK). Walhasil memakai toga, jas, kebaya, gordon dan selempang sekaligus berpenampilan maksimal bukan lagi sesuatu hal yang jarang ditemukan.

Yang acapkali tak pernah luput dari perhatian kita tatkala prosesi wisuda adalah persembahan penampilan. Berbagai penampilan terbaik umumnya akan disodorkan lembaga untuk menjamu para tamu undangan. Baik itu wali wisudawan, para pejabat struktural sekitar dan tokoh masyarakat setempat. Kehadiran tampilan sebagai penyemarak acara ini memberi kesan dan pesan salam perpisahan untuk para wisudawan. Semacam pengantaran wisudawan untuk menuju jenjang perjuangan selanjutnya. 

Berkaitan dengan persembahan penampilan saat wisuda, SDIT Baitul Qur'an Tulungagung telah menghelat wisuda dengan berbagai semarak di dalamnya. Mulai dari paduan suara, puisi hingga pertunjukan drama. Untuk yang terakhir sendiri saya terlibat langsung dalam pembuatan naksah dan proses pelatihannya. Kala itu saya mendapuk amanah untuk menjadi operator instrumen selama prosesi wisuda termasuk instrumen seluruh penampilan siswa. 

Dalam proses penulisan naskah drama saya hanya sekadar menuliskan ide dari penanggung jawab penampilan drama. Beliau menceritakan ide secara garis besar lantas saya menerjemahkannya ke dalam bahasa tulisan. Meski begitu pada akhirnya saya juga turut ikut rembuk menyumbangkan ide untuk melengkapi satu dua blunder alur cerita drama tersebut. 

Nah seperti apa cerita drama sederhana yang berhasil saya tulis? Berikut ini naskahnya saya lampirkan. 

****

Assalamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh.

Perkenalkan nama saya Kalwa. Di sini saya bertugas sebagai narator perhelatan drama. 

Alkisah, pada suatu hari beratapkan langit biru yang cerah, di sekolah dasar Islam Tahfidz Baitul Qur'an Tulungagung ada satu peristiwa yang membuat para siswa terperangah. Semua kaget, tak percaya menyaksikan peristiwa itu. Kok bisa itu terjadi? Siapa yang salah? Siapa kiranya yang harus memasang wajah memerah? Nah, penasaran kan seperti apa ceritanya? Mari kita saksikan bersama-sama. 

(Narator turun panggung. Nunggu drama selesai)

Tokoh 1: (Sedang melakukan murja'ah hafalan secara mandiri dengan suara yang sangat pelan. Ia duduk di pojokan sembari memangku Al-Qur'an). 

Tokoh 2: Hey, guys. Lihat tuh dia kok ngomong sendiri ya? 

Tokoh 3: Lah iya. Apa dia sudah tidak waras ya? Atau mungkin dia punya teman kasat mata?

Tokoh 4: Samperin yuk. Kita bully dia. (Ketiga anak menghampiri tokoh 1 dan bersama-sama mengatakan orang gila sambil tepuk tangan).

Tokoh 1: (Berekspresi kaget dan memasang wajah pilu kemudian menampilkan ekspresi nangis). 

(Tak lama kemudian teman-teman tokoh 1 datang melerai kegaduhan)

Tokoh 5: Heyyy. Berhentiiiii. Kamu apakan temanku? Kenapa dia nangis? 

Tokoh 6: Berani-beraninya ya kalian 3 lawan 1. Kalian laki-laki kan? 

(Keduanya menghampiri dan menenangkan tokoh 1. Lantas bertanya kenapa is menangis)

Tokoh 1: Tadi aku kan lagi murja'ah hafalan terus tiba-tiba dikatain gila sama mereka. Aku gak terima, dan aku nangis.

Tokoh 5: Kalian dengar kan apa kata temenku? Makanya jangan asal main tuduh dan bully aja. 

Tokoh 6: Ayo minta maaf. Cepetan. 

Tokoh 2: Aku minta maaf ya? Aku janji tidak akan mengulanginya. 🙏 

Tokoh 3&4: Aku minta maaf juga ya 🙏

Tokoh 6: Emang tadi kamu lagi murja'ah surat apa? Bolehkan kami ikut menyemak?

Tokoh 1: Ya, sangat boleh dong. (Selepas itu langsung membaca hafalan surat).

Tokoh 2: Wah bagus sekali bacaannya ya.. semoga kita semua bisa mengikuti jejaknya ya. Amiin.

(Semua tokoh turun panggung).

***

(Narator kembali naik panggung).

Nah, bagaimana dramanya? Seru kan? Apa ibrah yang dapat kita ambil dari drama tersebut? Ada 3 ibrah yang dapat dipetik: 

1. Hindarilah sikap su'udzan (berburuk sangka) terhadap sesama.

2. Bergaulah terhadap sesama dengan Akhlakul Karimah.

3. Mari kita sama-sama menjadi seorang hufadz. Insyaallah dengan jalan ini kita akan menjadi generasi milenial yang berkualitas dan berkarakter Qur'ani. Yuk, sekolah di SDIT Baitul Qur'an Tulungagung.

Demikian itulah persembahan drama dari kami. Semoga bermanfaat. Sampai jumpa kembali di lain waktu. 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal