Dokpri: Cover buku solo terbaru saya
Hal yang terkadang luput dari pandangan seorang penulis adalah jumlah halaman naskah. Luput dari pandangan di sini bermakna tidak menjadi bahan pertimbangan, perdebatan ataupun permasalahan yang serius dalam penulisan naskah. Terlebih, umumnya aktivitas menulis dipersepsikan cukup manakala penulis berhasil mengeksplorasi gagasan pemikiran hingga mentok.
Mentok di sini ditandai dengan rampungnya naskah dan adanya rasa plong yang timbul di dalam diri. Bukan mentok dalam makna berkonotasi negatif: kehabisan ide, terbelenggu rasa malas atau bahkan menolak aksi nyata untuk menulis karena berlindung di balik panji segala bentuk alasan. Disadari atau tidak, masing-masing kita lebih lanyah mengkambinghitamkan segenap keadaan untuk membenarkan keadaan diri yang vakum; tidak produktif.
Faktanya memang penulis pemula seperti saya cenderung fokus menulis hingga dirasa cukup. Menulis untuk mencari kepuasan diri secara pribadi bukan menulis untuk kepentingan khalayak. Menulis untuk mencari kepuasan diri memang lebih mudah daripada menulis untuk kepentingan khalayak. Mengapa demikian? Sebab ada standaritas yang harus diperhatikan, dipenuhi dan diwujudkan dengan jeli. Jika tidak demikian maka karya kita akan pandang gagal.
Tentu yang demikian itu akan berdampak pada kualitas karya dan jumlah halaman yang dihasilkan. Terkait poin kedua, jujur saya kerap kali menulis tanpa maksimal target halaman. Melakukan aktivitas menulis mengalir apa adanya. Setelah naskah dirasa selesai, barulah tampak berapa jumlah halaman tersebut.
Padahal, jika ditelisik lebih lanjut, jumlah halaman naskah tidak lepas dari standar percetakan dan besaran budget yang harus dikeluarkan. Merujuk pada promosi penerbit buku yang viral di media sosial, setiap penerbit memiliki standar jumlah halaman yang dibakukan. Standar percetakan buku berbanding lurus dengan besaran harga yang harus dibayar. Itu pun setiap penerbit memiliki standar paket penerbitan yang berbeda-beda.
Perbedaan itu kian kentara dalam konteks persaingan di antara penerbit minor. Utamanya tatkala kita melakukan percetakan buku dengan jumlah yang terbatas. Hukum yang berlaku di sini adalah semakin banyak halaman naskah maka semakin mahal coast yang harus dikeluarkan. Begitu pun sebaliknya.
Sebagai contoh representatif, paket penerbitan buku di Kamila Press misalnya. Penerbit ini mematok setiap naskah yang hendak diterbitkan dan dicetak harus memiliki jumlah halaman yang berkelipatan genap. 60, 70, 80, 100, 150, 200, 220 dan seterusnya. Jika pun ada naskah yang berjumlah ganjil maka mau tidak mau akan ditambah halaman kosong.
Mengapa demikian? Sebab jumlah halaman berkorelasi erat dengan berapa kertas yang harus digunakan. Laiknya satu selembar kertas HVS landscape yang ditekuk dan dibagi menjadi dua sisi. Dua sisi yang utuh inilah yang akan saling merekatkan dan menguatkan. Adapun jika halamannya berjumlah ganjil maka akan susah, rumit dan tidak akan merekat. Seperti hubungan aku dan kamu. E Ciyeee. Ehe.
Pengetahuan tentang batas minimal dan kelipatan jumlah halaman ini saya dapatkan langsung dari owner Kamila Press, Bah Inin. Sebutan akrab untuk pemilik nama lengkap H. Mukminin, M. Pd. Beliau seringkali dipanggil Cak Inin oleh beberapa kolega di komunitas Rumah Virus Literasi (RVL).
Pengetahuan itu tidak diperoleh secara ujug-ujug melainkan dalam rangka konfirmasi dan finalisasi naskah buku terbaru saya yang berjudul Dekonstruksi Pandemi Dimensi Pendidikan, Sosial, Budaya dan Agama. Mulanya naskah buku itu memiliki jumlah halaman ganjil, sehingga ditambahkan dua halaman kosong di bagian belakang.
Sebagai orang yang awam, lantas saya pun mengkonfirmasi fakta itu. Beliau menjelaskan kepada saya bahwa memang standaritas percetakan naskah haruslah berjumlah genap. Sebagai puncaknya, untuk mengisi kekosongan itu akhirnya beliau berinisiatif mengisi lembar kosong itu dengan beberapa quotes dari saya. Tak berselang lama, akhirnya saya pun mengirimkan 10 quotes untuk menggenapkan kekosongan dua halaman itu.
Tidakkah bermasalah bukan, buku yang sedikit serius dipungkasi dengan quotes? Berbeda soal jika buku itu ditutup dengan catatan piutang. Hihhh ngeri banget. Ehe.
Tulungagung, 6 Desember 2023
Jos luar biasa
BalasHapusSiap. Terima kasih Bah.
Hapus