Langsung ke konten utama

Mendaras Basmalah Syahadatain

Dokpri cover buku Nadom Sunda Syahadatain 

Tradisi yang telah mengakar rumput di Madrasah dan saya kira di seluruh pondok pesantren adalah, senantiasa mulai mempelajari ilmu dibuka dengan memanjatkan (mendedah; menafsirkan) basmalah. Hal yang sama juga berlaku tatkala saya mulai mempelajari nadom Syahadatain. 

بسم الله 

Kalawan nyebat jenengan dzat anu ngumpulkeun sadaya sifat kasampurnaan nyaeta Gusti Allah. (Dengan menyebut nama dzat yang mengumpulkan segala sifat kesempurnaan yaitu Gusti Allah).

الرحمن

Anu maparinan nikmat Allah kupirang-pirang nikmat ageng di dunya sareng di akherat. (Yang memberikan nikmat Allah dengan beberapa nikmat besar di dunia dan di akhirat).

الرحيم

Anu maparinan nikmat Allah kupirang-pirang nikmat alit di akherat hungkul. (Yang memberikan nikmat Allah dengan beberapa nikmat kecil di akhirat saja).

Pemaknaan basmalah di atas memang jauh lebih spesifik jika dibandingkan dengan pemaknaan basmalah secara umum. Baik basmalah yang kerap kita temukan di Al-Qur'an terjemah, di buku-buku terjemahan bahasa ataupun translate di kamus. 

Terjemah basmalah umum yang kita ketahui: "Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang". Tampak jauh lebih sederhana (umum-ringkas) jika dibandingkan dengan pemaknaan basmalah di atas. Sementara versi bahasa Sunda lebih concern pada aspek hakikat dalam tasawuf.

Yang demikian dapat kita amati lebih lanjut tatkala kata بسم menafsirkan Allah sebagai dzat yang memiliki kesempurnaan dalam segala bentuk sifat. Penyifatan terhadap Allah SWT sendiri merupakan tradisi Kalam (teologis) golongan Ahlussunah wal jamaah. Lebih spesifik di kalangan An-Nahdliyah kita mengenalnya sebagai Asmaul Husna. 

Asmaul Husna kerap kita temukan dalam jilid beberapa Al-Qur'an cetakan khusus. Itu pun terkadang memiliki dua versi. Ada yang dilengkapi dengan terjemah, ada pula yang murni memuat kalimah Asmaul Husna semata. Lebih dari itu, Asmaul Husna terus dibumikan (didawamkan, diamalkan) oleh para santri dalam setiap sesi mengaji. 

Pun begitu juga tatkala memaknai kata الرحمن sebagai pemberi nikmat besar kepada seluruh makhluk yang ada di dunia dan akhirat. Nikmat besar ini secara universal dikonotasikan sebagai sifat "Maha Pemurah". Pemberi segala bentuk nikmat tanpa memilih dan memilah. Siapa pun itu mendapatkan bagian rezeki sesuai kebutuhannya. Tanpa memilah apapun itu bangsa, suku dan agamanya. 

Dalam makna Allah sebagai dzat pemberi nikmat besar (Maha Pemurah) ini pula kausalitas amal perbuatan makhluk bekerja.  Setiap amal perbuatan diperhitungkan sebagai baik dan buruk. Perhitungan melintas interaksi tiga dimensi utama. Manusia dengan Tuhan: Hablum min Al Allah, antar sesama manusia: Hablum min an-annas dan manusia dengan alam: Hablum min Al 'Alam. 

Konsekuensi logis dari kedudukan sebagai hayyawanun natiq dan makhluk pilihan di muka bumi. Konsekuensi logis makhluk pilihan. Baik yang bersikap ihsan dalam mempergunakan akal pikiran dan hatinya dengan baik dan bijak, atau mungkin sebaliknya. Siapa yang beramal baik maka logisnya akan mendapatkan ganjaran baik di akhirat kelak. Begitu pun juga sebaliknya. Posisi inilah yang menjadikan الرحمن selalu dalam posisi terbuka. 

Dalam surat Al Zalzalah ayat 7-8 disebutkan:

"Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya".

Sementara itu makna kata الرحيم ditafsirkan sebagai dzat Allah pemberi nikmat kecil di akhirat; Maha Penyayang bermakna ekslusif bagi umat Islam. Umat Islam dijamin masuk surga. Utamanya umat Islam yang melanggengkan tradisi amar makruf nahi mungkar, fastabiqul khoirot dan yang senantiasa beri'tihad mengejar rido Allah SWT dalam menapaki jalan kehidupan. 

Baik itu menapaki jalan kehidupan yang berpegang teguh pada tataran praktis syariat atau pun menapaki jalan suluk sebagai salik. Pintu-pintu nikmat kecil itu selalu terbuka bagi kalangan yang mengutamakan kualitas hidup yang baik. Baik dalam memaknai hidup sebagai jalan menorehkan makna yang berarti. Dalam artian mengutamakan kualitas hidup dengan berbuat kebaikan. Baik dalam penilaian makhluk, wabil khusus di hadapan Allah SWT. 

Di antara sekian kebaikan itu salah satunya yakni memulai segala sesuatu dengan basmalah. Bahkan oleh ajengan saya disebutkan segala sesuatu yang dikerjakan dan dimulai tanpa basmalah ibarat hewan peliharaan yang tampak normal akan tetapi hakikatnya cacat. Baik cacat secara dhohir ataupun batin. 

Sebagai pamungkas, mari kita meningkatkan kualitas hidup dengan senantiasa berbuat kebaikan. Termasuk mengamalkan basmalah sebagai pembuka dari setiap kegiatan yang kita lakukan. Melalui jalan ini, semoga langkah kecil ini mengetuk pintu kebaikan besar lainnya. Alhasil, setiap nafas kehidupan di dunia ini lebih baik dan jauh lebih bermakna lagi. 

Kutasari, 31 Desember 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal