Langsung ke konten utama

Catatan Perjalanan Sowan

Alhamdulillah, agenda sowan ke rumah Prof. Ngainun Naim dalam rangka mempersiapkan Kopdar SPK Tulungagung telah terlaksana pada Minggu, 05 Juni 2022. Sebelumnya, kami--perwakilan "penggemuk" SPK Tulungagung-- sempat menyusun dan melobi agenda sowan dua kali, akan tetapi ujung-ujungnya kandas, tidak sesuai dengan ekspektasi.  

Kekandasan itu dipengaruhi faktor dua arah. Pertama, mengingat jadwal kesibukan Prof. Naim yang padatnya bukan main. Tepatnya pada sesi konfirmasi yang pertama, kala itu beliau sedang mengisi acara di Salatiga. Sedang konfirmasi yang kedua, beliau memberikan sinyalmen untuk bertandang di hari yang kebetulan perwakilan "penggemuk" tidak bisa. Padahal kala itu beliau sedang free. Sampailah kami pada satu kesepakatan yang diasumsikan pas dan benar-benar di antara kedua belah pihak bisa, yakni pada Minggu, 05 Juni 2022. Waktunya disepakati setelah Duhur. Kebetulan di tanggal tersebut kami sama-sama memiliki waktu luang meskipun di hari weekend. 

Kedua, kekandasan rencana tersebut dipicu semangat dan kekompakan di antara "penggemuk" SPK Tulungagung yang fluktuatif dan semakin kendor. Hal yang demikian dibuktikan dengan bercongkolnya sikap dan pemikiran pesimistis serta reshuffle pasukan yang hendak ikut sowan. Tentu saja ada banyak alasan faktor personal yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu secara terang-terangan di sini. 

Awalnya saya hendak berangkat sendiri, akan tetapi tatkala saya sedang mengajar di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung Mas Thoriq memastikan diri untuk ikut. Sedang Woko memutuskan diri menghubungi saya beberapa saat sebelum berangkat. Ia merajuk untuk ikut asalkan dibarengi.

Tibalah di waktu yang ditunggu-tunggu. Sekitar pukul 13.20 WIB dengan diselimuti cuaca mendung yang sempat diselingi gerimis, akhirnya saya dan Woko berangkat. Itu pun terjadi setelah sebelumnya saya mampir terlebih dahulu mengambil buah tangan di rumah Dek Zidna. Adapun Mas Thoriq dengan tegas menyatakan diri menunggu di sekitar daerah Durenan.

Kurang lebih satu jam perjalan untuk sampai di Desa Parakan. Sejenak saya kebingungan setelah share location menyebutkan sudah sampai di tempat tujuan, padahal kalau dicek di google maps saya harus masuk gang. Sementara saya baru berhenti di pinggir jalan. Di tengah kebingungan itu, saya berusaha menerka-nerka posisi rumah Prof. Naim dengan memasuki gang sebelum counter SPBU Parakan dan berhenti persis di depan rumah salah satu warga. Di pelataran rumah itu terdapat seorang anak kecil berusia sekitar 5 tahunan. 

Selama berhenti di sana, saya dan Woko terlibat perdiskusian sejenak untuk memastikan nama orangtua dan istri Pak Naim. Kenapa demikian? Karena umumnya jika kita menyebutkan nama orangtua atau istrinya barulah orang yang dicari semakin jelas. Terlebih informan yang ditanya telah berusia sepuh. Hal itu dilakukan, setelah ada inisiatif untuk bertanya pada nenek yang sedang berdiri tidak jauh dari posisi kami berhenti. Namun dengan keberanian yang tinggi, secara tiba-tiba, lugas dan lantang anak kecil yang entah siapa namanya itu lantas bertanya kepada saya, "Mas, goleki sopo? Mbak anu (nama sengaja disensor) ya sing duwe laundry tah?" "Ini dek cari rumahnya Pak Naim. Tahu nggak di mana rumahnya?" Sergah saya kepadanya. Anak itu mengernyitkan dahi sebentar, lalu berlari-lari kecil memasuki rumah. Ternyata ia bertanya pada ibunya. 

Tak butuh waktu lama, anak itu pun kembali ke pelataran sembari mengutarakan, "gak eroh e mas". Ia berkata sambil memainkan mimik wajah penuh ekspresif serta menggelengkan kepalanya. "Oh... Iya, makasih ya". Akhirnya saya berinisiatif untuk menghubungi Prof. Naim via WhatsApp. Panggilan berdering. Sesat kemudian beliau mengangkatnya. "Assalamu'alaikum, Prof. Niki saya sampun sampai di sebelahnya SPBU. Dari sini ke arah mana ya?" Tukas saya. "Wa'alaikumsalam. Ohya. Dari sana masih ke utara, nanti ada gang ke timur masuk. Rumah saya yang pertama", beliau menimpali. 

Saya pun putar balik mengikuti rute yang diarahkan Prof. Naim, hingga akhirnya setelah memasuki gang ternyata sudah ada Prof. Naim yang kebetulan sudah menunggu kedatangan kami tepat di depan rumah sembari memegang smartphone. "Sampai juga Ron. Silakan masuk. Parkirkan motor di sana saja", tutur beliau sembari menunjuk area kosong dekat motor lain yang terparkir. Tampak jelas, tidak sampai dua meter di sisi barat motor terdapat kolam kecil dengan latar keasriannya sebagaimana yang sempat saya lihat di channel YouTube Ngaji Literasi. 

Woko turun lebih dulu semenjak sampai di depan rumah. Sementara saya memarkirkan motor sesuai arahan beliau. Setelah itu, barulah kami berdua bersalaman. Beliau juga sempat memastikan, "pasukan yang lain mana Ron?" "Di belakang masih ada Mas Thoriq", timpal saya. "Loh... Thoriq sama siapa?" Balas Prof. Naim. "Mboten sumerep nggih Prof. Menawi sendirian", jawab saya. "Menawi kaleh istri dan anaknya Prof." Sergah Woko. Kami pun dipersilakan masuk. 

"Sreek", Woko menaruh buah tangan yang dibungkus kantong kresek putih di atas meja. Kami pun duduk. Sementara Prof. Naim menuju ke bagian ruangan lain. Kami berdua duduk sembari terkagum-kagum melihat indahnya meja ruang tamu Prof. Naim. Bagaimana tidak coba? Baru kali pertama itu saya melihat meja ruang tamu yang didesain khusus dengan aquarium ikan. Di dalam aquarium itu terdapat beberapa jenis ikan, di antaranya: ikan bawal, ikan sapu-sapu, dan sebagainya. "Iki lho mas tempat ngasih makan ikane", ujar Woko sembari menunjuk lobang yang berbentuk persegi panjang. 

Tak lama, Prof. Naim muncul dengan membawa 4 botol air Aqua mini. Sembari berseloroh guyonan beliau mulai membukakan toples satu persatu. Sembari menunggu kedatangan Mas Thoriq, kami sempat tenggelam dengan suasana perbincangan hangat di temani gerimis hujan di pekarangan. Ngalor-ngidul topik pembicaraan kami pintal. Mulai dari perjalanan lancar atau tidak, apa kesibukan saya, kendaraan mudik, nostalgia masa-masa kecil dan kuliah prof. Naim, sampai dengan mengganti toples jajan yang sudah tampak kosong. Di saat itu pula putra bungsu Prof. Naim, Mas Leiz Azfar Tsaqif Naim malu-malu kucing mengintip dari ruangan dalam. Rambutnya tampak masih basah terlihat habis mandi. "Hey, Mas...", saya berusaha menyapanya. Setelah itu hilang tak lagi menampakkan diri.

Tak berselang lama Prof. Naim datang dengan menenteng toples berisikan Nastar. Obrolan pun dilanjutkan, hingga akhirnya sempat terhenti sejenak karena Mas Azfar hendak pamit berangkat ke TPQ. Prof. Naim sempat bersalaman dan mencium pipi putra bungsunya itu. Tidak hanya itu, bahkan beliau membujuk Mas Azfar untuk mau bersalaman dengan kami. Mas Azfar yang mengenakan pakaian muslim, menggendong tas dan menggunakan peci putih pun bersalaman dengan kami. Tak lama dari itu akhirnya Mas Thoriq datang. 

Mas Thoriq memasuki ruangan, kami pun bersalaman. Sementara Prof. Naim kembeli ke ruangan dalam. Di sana, kami bertiga--saya, Woko dan Mas Thoriq--sempat sejenak basa-basi. Setelah pasukan sowan lengkap inilah perbicangan mulai sedikit dalam dan menajam. Bahkan Prof. Naim sempat menceritakan bagaimana pengalaman: pahit-manisnya, kemanfaatan dan keberkahan yang dipetik dari ketekunannya menggeluti dunia literasi. Bukan hanya dalam skala nasional tapi mencakup mancanegara. Petuah-petuah bijak mulai memberikan jawaban atas maksud yang belum mampu kami atasi. Namun sayang, pada tulisan ini saya tidak akan membahas apa saja hasil sowan kami, mengenai hal itu akan dibahas pada tulisan selanjutnya. 

Kurang lebih satu jam kami asyik-masyuk mengobrol acara inti, hingga tibalah saatnya Mas Thoriq mewakili kami mengakhiri sowan pada sore itu dengan berpamit diri. Ohya, sebelumnya Prof. Naim menghadiahi kami buku yang berjudul Membangun Relasi, Peluang Riset dan Dakwah Ilmiah Catatan Perjalanan dari Brunei Darussalam. Masing-masing kami mendapatkan satu eksemplar buku. 

Selain itu, Mas Thoriq juga meminta beliau untuk berkenan berswafoto dengan kami terlebih dahulu. Sempat terjadi perdebatan kecil saat hendak berswafoto, karena kebingungan mau menggunakan smartphone siapa. Diambillah keputusan, smartphone saya yang digunakan untuk berswafoto. Depan pintu menjadi tempat pilihannya. Kurang lebih enam cekrek foto selfi saya ambil. Itu pun diambil dari dua sudut yang berbeda. Kanan dan kiri.

Setelah kami benar-benar berpamit diri, cuaca masih saja gerimis, dan kami memutuskan untuk menunaikan salat asar terlebih dahulu di masjid terdekat. Drama bimbang menggunakan jas hujan atau tidak sempat terjadi. Akhirnya saya dan Woko memilih untuk tidak menggunakan jas hujan karena dirasa lokasi masjid tidak jauh dari rumah Prof. Naim. Sedangkan Mas Thoriq berpendirian teguh menggunakan jas hujan. 

Di masjid yang entah apa namanya akhirnya kami berhenti sejenak untuk menunaikan salat. Di sana kami sempat berbincang sejenak, lantas dilanjutkan berwudhu dan menunaikan salat asar yang diimami oleh Mas Thoriq. Lagi-lagi sebelumnya kami harus saling menuding untuk menentukan siapa yang mau jadi imam. Tentu dengan segala argumentasi alibi masing-masing kami menolak, hingga akhirnya Mas Thoriq mau menjadi Imam. 

Selepas itu, barulah kami melanjutkan perjalanan. Ternyata benar apa yang dikatakan Prof. Naim bahwa semakin sore menjelang malam jalur Tulungagung-Trenggalek padat merayap dengan mobil. Sat set saya berusaha menyalip satu persatu mobil. Meski pada kenyataannya deretan mobil itu seakan-akan tak ada habisnya. Barulah, kondisi jalan terasa sedikit lengang semenjak memasuki perbatasan Tulungagung. Kondisi jalan yang lengang membuat perjalanan sedikit cepat hingga akhirnya saya berinisiatif berhenti untuk membuka jas hujan di sekitaran Gor Lembu Peteng. Di saat pemberhentian itu juga Woko negosiasi dengan saya untuk mampir terlebih dahulu ke warung bakso Serut. Woko menegaskan, bahwa dari pagi ia belum makan. Katanya ia puasa.

Kurang lebih pukul 17.00 WIB kami sampai di warung bakso Kharisma. Warung bakso langganan saya dan teman-teman melepas dahaga seusai mengajar di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia. Di sana saya memesan mie ayam dan jeruk hangat. Sedangkan Woko memesan Mieso dan teh hangat. Untuk makan sore itu, beruntung sekali saya ditraktir Woko. 

Di sela-sela menikmati hidangan, kami masih meneruskan pembicaraan ngalor-ngidul. Hingga akhirnya Adan Magrib terdengar jelas berkumandang. Setelah makanan dan minuman habis, barulah saya mengantarkan Woko ke pondoknya. Sebelumnya saya sempat bertanya terlebih dahulu mengenai kapan jadwal ngaji di pondok Woko. Lantas Woko menegaskan, habis Magrib kegiatan ngaji diselenggarakan. Untungnya ketika sampai di depan gerbang pondok, muadin masih sedang mengumandangkan iqomah.


Tulungagung, 6 Juni 2022


Komentar

  1. Wah.. next agenda pengin nderek sowan.. hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Zi. Siap. Besok-besok ikut Kopdarnya jangan lupa ya..he

      Hapus
  2. Mantap sekali mas, sayang sekali saya belum bisa meluangkan waktu. Karena di saat bersamaan menemani si bocil bermain dan sedang merampungkan uji kompetensi kepenulisan. Semoga ke depannya bisa ikut menyukseskan kopdar dengan kemampuan yang ada. Hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Inggih Mas, mboten nopo-nopo. Semoga saget nderek meramaikan agenda Kopdar besok nggih. Ammiiinnn.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal