Langsung ke konten utama

My Note

Pertemuan 6
Hari Kamis kembali mengahmpiri dan tentunya mata kuliah metodologi penelitian kualitatif pun siap berbagi teori. Begitu pula dengan dosen pengampunya yang selalu berbagi cerita tentang pengamalan hidupnya yang warna-warni, sehingga menjadi motivasi tersendiri dalam mengarungi realita kehidupan ini.
Pada tertemuan minggu ini, yang menjadi topik utama pembahasan ialah mengenai Etnografi. Seperti biasanya sebagai pembuka perkuliahan diawali dengan adanya beberapa orang dari kami yang memaparkan (mempresentasikan) hasil tugas resumenya. Beberapa teman saya yang berani dan secara sukarela berusaha mempresentasikan hasil tugas resumenya di antaranya ialah A. Khoirul Anam (yang kemudian dipanggil Anam) yang berani tampil sebagai pembuka. Setelah saudara Anam selesai mempresentasikan hasil tugasnya, pak dosen pun mengambil alih fokus pembicaraan dengan mengulas kembali tentang apa yang telah dipaparkan. Di antara hal penting yang pak dosen ulas ialah tentang bagaimana paradigma berpikir seorang peneliti atau etnografer (sebutan bagi peneliti yang menjadi bagian masyarakat yang diteliti dengan tetap memiliki posisi sebagai peneliti) yang senantiasa dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya, baik itu lingkungan pendidikan, sosial, keluarga dan lain sebagainya. Beliau juga menyelangi pembahasan materi dengan menceritakan bagaimana pengalaman temannya yang handal dalam masalah penelitian, yang dikatakan sekarang bekerja dipusat penelitian di Semarang. Beliau juga menyinggung kembali tentang formulasi dalam melakukan riset etnografi. Susunan riset etnografi di antaranya terdiri dari seleksi proyek etnografi, fieldwork, merumuskan pertanyaan dalam rangka mengumpulkan data yang valid dan yang terakhir menyusun hasil laporan riset.
Kemudian tidak lama setelah itu beliau (pak dosen) mempersilahkan kembali kepada teman-teman FA IV yang berani mempresentasikan hasil tugas resumenya (terutama dianjurkan bagi yang belum pernah bicara/presentasi). Akhirnya salah seorang dari kaum hawa dengan sedikit malu-malu memberanikan diri untuk tampil mempresentasikan hasil tugasnya. Salah seorang kaum hawa tersebut ialah saudari Fatimatuz Zahro’, yang kemudian ditambah oleh satu orang lagi yakni saudara M. Nur mukhlison. Setelah dua orang tersebut selesai presentasi, pak dosen pun kembali mengambil alih pembicaraan. Kali ini beliau lebih memfokuskan pembahasan pada bagian inti, hal ini nampak jelas dengan memflashback materi dari awal, di antaranya dengan menguraikan definisi dari istilah ‘Etnografi’. Istilah etnografi berasal dari etnik/etnis yang berarti kelompok/group/komunitas. Etnografi secara sederhana merupakan sebuah tulisan tentang etnis tertentu yang biasanya ditulis oleh seorang antropolog. Dalam etnografi yang paling utama ialah waktu. Hal ini disebabkan dalam melakukan riset etnografi sangatlah membutuhkan jangka waktu yang relatif lama baik bulan maupun tahun untuk memastikan validitas data yang ditemukan. Kemudian metode andalan yang digunakan dalam menggali data ialah participant observation (pengamatan terlibat). Dalam pengamatan terlibat ini tentu sangatlah membutuhkan kreativitas (seni) dari peneliti. James Spradley (tokoh utama etnografi) membagi pengamatan terlibat menjadi empat model. Pertama pengamatan terlibat complete, artinya sang peneliti secara penuh dan totalitas mengikuti semua kegiatan masyarakat yang diteliti tapi tidak membuka identitasnya sebagai seorang peneliti. Kedua pengamatan terlibat yang active, artinya sama dengan model yang pertama tapi dalam model ini sang peneliti membuka identitas baik itu kepada sebagian orang yang merupakan keyword atau masyarakat umum. Ketiga pengamatan terlibat yang moderate, artinya peneliti membagi waktu antara terjun langsung pada kegiatan masyarakat dan bertindak sebagai seorang peneliti yang terpisah dari masyarakat. Keempat pengamatan terlibat secara passive, artinya peneliti hanya sebagai penonton dengan mengamati seluruh proses dan ritual kegiatan masyarakat umum. Setelah itu beliau juga menceritakan mengenai pengalaman riset etnografi yang gagal telah dialami oleh temannya. Kegagalan tersebut dikarenakan ketidak mampuannya dalam totallitas mengikuti semua kegiatan ritual yang bertentangan dengan keyakinan beragamanya dan hal ini tentu ada pertentangan nilai. Selain itu pak dosen juga menceritakan latar belakang dari pengarang buku (Koeswinarno) yang saya dan teman-teman FA IV resume. Yakni tentang penelitian religius waria (pondok pesantren waria) dengan judul riset “Manusia Ambang Pintu”. Serta riset etnografi yang dilakukan oleh Syamsul Arif tentang HTI.
Well, tidak terasa waktu pun bergulir begitu cepat. Sehingga pada akhirnya perkuliahan pun harus diakhiri dengan sebuah intruksi untuk mencari problem solving dalam rangka membuat judul penelitian.
Allright, demikianlah pemahaman saya atas materi yang telah dipaparkan pada pertemuan keenam minggu kemarin. Saya selalu berharap semoga tulisan yang singkat ini mampu memberikan motivasi tersendiri dalam dunia tulis menulis baik bagi saya selaku penulis maupun bagi khayak pembaca pada umumnya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Make a Deal

Gambar: Dokumentasi Pribadi saat bertamu di kediaman mas Novel Jauh sebelum bedah buku Tongkat Mbah Kakung digemakan sebenarnya secara pribadi saya berinisitif hendak mengundang mas Novel ke SPK Tulungagung. Inisiatif itu muncul tatkala saya mengamati bagaimana himmah dan ghirah literasi dalam dirinya yang kian meggeliat. Terlebih lagi, 2 tahun belakangan ia berhasil melahirkan dua buku solo: Tongkat Mbah Kakung: Catatan Lockdown dan Teman Ngopi (Ngolah Pikir) . Dua buku solo yang lahir dibidani oleh Nyalanesia.  Apa itu Nyalanesia? Nyalanesia merupakan star up yang fokus bergerak dalam pengembangan program literasi di sekolah secara nasional. Karena ruang lingkupnya nasional maka semua jenjang satuan pendidikan dapat mengikuti Nyalanesia. Hanya itu? Tidak. Dalam prosesnya tim Nyalanesia tidak hanya fokus memberikan pelatihan, sertifikasi kompetensi dan akses pada program yang prover,  melainkan juga memfasilitasi siswa dan guru untuk menerbitkan buku.  Konsepnya ya mem...

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.     ...