Langsung ke konten utama

Keinginan Kopdar yang Tertunda

Kabar gembira datang dari chat Prof. Naim (sapaan akrab) di grup Sahabat Pena Kita Tulungagung--yang kebetulan saya salah anggota di dalamnya--Senin, 03 Oktober 2022. Chat kabar gembira itu berisikan flayer Kopdar Rumah Virus Literasi (RVL) 1 dan undangan workshop penulisan RVL dengan bertajuk Berliterasi Membangun Negeri. 

Dalam flayer dan undangan workshop RVL itu disebutkan bahwa acara akan dihelat selama tiga hari, yakni Jumat-Minggu, 21-23 Oktober 2022. Kebetulan acaranya bertempat di Balai Besar Guru Penggerak (BBGP), daerah Istimewa Yogyakarta. Tepatnya di Jln. Kaliurang Km 6 Sambisari, Gonangcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55823. 

Acara tersebut akan menghadirkan 6 orang pembicara, yakni:

1. Prof. Dr. Nunuk Suryani selaku Plt. Dirjen GTK Kemendikbudristek.

2. Prof. Dr. Ngainun Naim selaku Guru Besar UIN SATU Tulungagung sekaligus penulis produktif.

3. Much. Khoiri selaku Dosen Unesa sekaligus editor dan penulis produktif.

4. Rita Audriyati selaku penulis dan editor.

5. Sri Sugiastuti selaku penulis dan editor.

6. Mukminin selaku Owner Kamila Press dan penulis.

Tiga dari enam orang pembicara tersebut sudah tidak asing lagi bagi saya, sebab beliau bertiga: Prof. Naim, Pak Emcho dan Bu Rita adalah tokoh utama (saya ingin menyebutnya sebagai dalang) di komunitas menulis Sahabat Pena Kita (SPK) Pusat. Kendati demikian, ketidasingan itu hanya berhenti pada level dhoif: sekadar tahu dan kenal, belum akrab secara shahih ataupun hasan utamanya dengan Pak Emcho dan Bu Rita. Sementara dengan Prof. Naim, sudah saya anggap sebagai Ayah.

Kehadiran tiga tokoh utama SPK yang luar biasa itulah--kalau boleh disebutkan--yang menjadi salah satu alasan utama kenapa saya terpincut (merasa terpanggil, berkeinginan yang kuat) untuk turut berpartisipasi dalam acara tersebut. Terlebih lagi, acara itu juga menghadirkan Bu Sri Sugiastuti yang belakangan saya tahu beliau itulah yang kerap disebut Bu Kanjeng oleh Bu Muslikah (salah satu anggota SPK Tulungagung) dan Prof. Naim. Saya kerap menemukan dan mendengar nama Bu Kanjeng melalui tulisan meskipun belum pernah bertemu sama sekali. Itulah salah satu keuntungan dari the power of writing. 

Sedangkan nama Pak Mukminin masih sangat asing di telinga saya. Mungkin karena memang saya belum pernah bertemu dan mendengar namanya saja. Kendati demikian, haqqul yaqin di lain kesempatan saya akan mengenal beliau lebih jauh, baik itu melalui karya-karyanya ataupun melalui projek penerbitan dan percetakan buku solo saya. Tolong jangan dibantah dan dipandang sebelah mata! Sebab ini adalah do'a. Hehe... Aminin dan diniatkan saja dulu. 

Lah, kenapa demikian? Sebab dalam ruang lingkup sugesti positif ada rumus yang berlaku: Niat (tekad yang kuat) akan memengaruhi keyakinan. Keyakinan akan memengaruhi cara berpikir. Cara berpikir akan memengaruhi cara bertindak. Cara bertindak akan menjadi karakter. Karakter akan memengaruhi hasil yang diinginkan. Intinya hanya soal waktu, proses dan kepentingan yang urung menyatu. 

Disebutkan pula acara Kopdar dan Workshop RVL tersebut dibandrol gratis 100% dengan catatan kuota terbatas. Tak ketinggalan, pada bagian akhir undangan dicantumkan link pendaftaran, grup WhatsApp partisipan dan rengrengan fasilitas yang akan diterima serta nomor kontak narahubung. 

Mengetahui hal itu tentu saja jiwa-jiwa mustad'afin saya meronta-ronta. Utamanya mengetahui acara tersebut digelar secara gratis. Tentu saja saya sebagai pecinta, penikmat dan pemburu acara seminar, pelatihan, workshop dan kegiatan gratisan lainnya sangat tertarik. Sehingga kalau boleh jujur, labelisasi acara gratisan itulah yang menjadi alasan selanjutnya kenapa saya sangat ingin berangkat ke Yogyakarta mengikuti acara.

Sementara sebagai ajang motivasi diri menjadi alasan lainnya. Dalam pandangan saya, acara tersebut sangat penting dan relevansi untuk membakar kembali geliat literasi di dalam diri, meng-upgrade wawasan pengetahuan mengenai literasi dan membangun jejaring relasi pertemanan di antara para suhu (pecinta, penggiat dan penggila) literasi. Hal ini penting dilakukan untuk menunjang keberlanjutan proses literasi diri yang terus menganga dan mengharap lebih baik, produktif dan profesional dari waktu ke waktu. 

Mendaftarkan Diri dengan Semangat yang Membara

Tak lama dari itu jemari saya langsung sat-set berseluncur menuju link pendaftaran via google form. Di dalam form pendaftaran yang disediakan pihak panitia pelaksana tersebut terdapat beberapa kolom esai yang wajib diisi. Mulai dari verifikasi alamat email, nama lengkap, alamat, profesi, asal instansi hingga kesediaan mengikuti acara. 

Tak butuh waktu lama untuk saya mengisi itu semua. Terlebih kala itu saya mengisi formulir pendaftaran dengan penuh antusias sembari membayangkan betapa bahagianya dapat bersua dengan orang-orang yang selama ini hanya berteman baik melalui kanal media sosial. Baik melalui Facebook atau pun blog keroyokan seperti Kompasiana. 

Sebagai contohnya, saya kerapkali mendengar nama Om Jay dan Bu Kanjeng dicutat oleh Prof. Naim dan kawan-kawan lain di grup menulis Sahabat Pena Kita Tulungagung. Beliau berdua terkenal akan produktivitasnya dalam menulis dan berkarya. Akan tetapi saya belum berteman dan bersua dengan mereka. Belakangan saya sadar, Om Jay sempat berkunjung dan berkomentar dalam suatu postingan tulisan sederhana saya di Kompasiana. Pun saya membalasnya tanpa mencermati akun blog tersebut. 

Kesadaran saya baru terperanjat tatkala membaca balasan Om Jay di kolom komentar yang kedua. "Oh ini toh yang namanya Om Jay. Wijaya Kusumah nama lengkapnya", gumam saya dalam hati. Luar biasa senang bisa tahu orang yang sering digadang-gadang inspiratif itu berkunjung dan membaca tulisan saya. Saya langsung tancap gas mengunjungi akun blog beliau lantas tanpa ba-bi-bu saya mengajukan pertemanan melalui akun blog tersebut. Sementara itu saya baru tahu Bu Kanjeng setelah tulisan Keinginan Kopdar yang Tertunda serial awal ini diunggah di akun blog Kompasiana.

Pendaftaran berhasil. Pihak panitia pelaksana yang dipunggawai oleh pak Abdullah Makhrus dan Bu Nur S. Pudji Astutik bergerak cepat. Hal itu dibuktikan dengan cara kerjanya yang responsif dan cekatan. Pak Abdullah Makhrus memberikan konfirmasi keberhasilan pendaftaran via email dengan melampirkan surat undangan dan jadwal pelaksanaan. Sedangkan Bu Pudji Astutik bertugas mengkonfirmasi via chat WhatsApp. Keduanya bersinergi memastikan peserta menghadiri acara.

Harapan yang Pupus

Hari demi hari silih berganti dengan begitu cepat. Rasa-rasanya saya sudah tidak sabar untuk menginjakkan kaki di tempat acara, Jogjakarta. Tatkala itu saya optimistis dapat mengikuti acara kopdar perdana RVL dengan hati yang riang. Kendati begitu saya mulai menyadari bahwa semakin dekat dengan hari H satu-persatu kenyataan pahit harus saya terima. Kenyataan pahit itu sebutkan saja kendala yang mengungkung saya. 

Pertama terkendala izin yang sedikit sulit dari lembaga tempat saya mengajar, mengingat saya masih dalam proses training. Baru dua bulan saya masuk di lembaga pendidikan Islam swasta tersebut. Kedua, jadwal kopdar tersebut bertepatan dengan hari peringatan maulid Nabi Muhammad SAW di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung. Saya sangat tidak mungkin untuk meninggalkan perhelatan PHBI itu mengingat saya salah satu "otak" lancarnya perhelatan acara tersebut.

Adapun alasan pamungkasnya, saya terkendala dengan persyaratan administrasi menaiki kereta api yang mulai ketat. Sementara saya sendiri belum melakukan vaksin dosis ketiga. Peraturan pemerintah terakhir yang santer saya dengar, semua alat transportasi di bawah BUMN menerapkan wajib vaksin booster untuk semua calon penumpangnya. Terkecuali calon penumpang tertentu yang dinyatakan sakit dengan keterangan dari rumah sakit yang boleh naik tanpa vaksin booster. 

Harapan saya untuk kopdar pupus seketika. Deretan kenyataan pahit itu sempat membuat saya merasa menyesal dan jengkel. Akan tetapi saya mulai menyadari dan menguatkan diri, kalau memang kesempatan yang ada di hadapan belum menjadi rezeki saya, dan takdir menghendaki saya untuk belum saatnya mengikuti kopdar RVL. Mungkin di lain waktu harapan itu akan terwujud. 

Kemalangan saya rasanya kian menjadi lengkap dan semakin menjadi-jadi tatkala Prof. Naim memposting foto keberangkatan beliau melalui stasiun Tulungagung kota. Ditambah dengan postingan foto peserta kopdar yang mulai memadati dan mengkonfirmasi kedatangannya satu-persatu ke lokasi titik pertemuan. Bahkan dari grup WhatsApp peserta kopdar itu tampak beberapa orang sudah duduk santai di tempat pertemuan lengkap atribut RVL. 

Bak takdir menuntun saya menghapus dendam yang harus dibayar tuntas, kendati rencana menginjakkan kaki di Jogjakarta itu kandas beruntungnya saya masih dapat meninjau perhelatan acara melalui postingan foto yang diunggah peserta kopdar di grup WhatsApp. Bahkan beberapa materi yang didedahkan dalam kopdar sempat saya cicipi dengan khidmat. 

Tulungagung, 25 November 2022



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal