Mengenal arah namun mendadak buta. Mondar-mandir
hilir mudik, kesana-kemari. Timur ke barat, selatan ke utara menjadi kabur dalam
hitungan seketika. Si pemilik dua bola mata pun seolah-olah menjadi buta dalam
pencariannya. Menjadi seorang amnesia yang terkujur kaku dalam
ketidaktahuannya.
(Sumber : https://tymask.wordpress.com/2008/06/11/)
Mengenal jalur sekitar namun tak piawai
memindai tempat yang pernah terjamah oleh sepasang mata. Apalagi tempat yang
belum pernah terjamah indra visual sebelumnya, kemungkinan besar hanya imaji
fatamorganalah yang ada dibenak kepala. Terus mengada dan menduga-duga, itulah
kondisi yang sedang merong-rong sang pencari jejak tali silaturahmi yang telah
dibentangkan sebelumnya.
(Sumber : http://vietquers.blogspot.co.id/2012/07/blog-post.html)
Mengendus dan terus mengendus,
mengorek serpihan informasi akurat yang masih samar dalam tutur kata kabur
informan yang disodorkan. Menelusuri sepanjang jalan dengan rentetan pertanyaan
yang menjadi beban dibenak pemikiran. Nah, inilah tugas filosof bray,
memfokuskan diri, berusaha menyatukan akal pikiran dan pengalaman. Mengerutkan
dahi dan meruncingkan insting personallah yang tatkala itu mampu kami (saya dan
salah seorang teman, panggilan berikutnya) lakukan. Entahlah, entah sejauh dan
sedalam manakah kebingungan telah menyembunyikan target yang mesti kami
temukan. Membalut kesadaran kami yang mulai hilang, sirna dalam kesatruan. Padahal
telah jelas, di sini kami hanya ditugaskan untuk mengantarkan satu surat
undangan acara Walimatul Aqiqah dan satu kresek berkat. Meskipun
demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa sebelumnya kami telah terlebih dahulu
menjajah buana mengantarkan surat undangan lain ke tempat yang berbeda.
(Sumber : blogngaji.wordpress.com)
Secara perlahan, teliti dan penuh
kehati-hatian, akhirnya sepeda motor yang kami dikendarai pun menyisir arah
yang dicurigai sebagai tempat yang dimaksud sebagai tujuan. Tatkala itu pun
rasa optimislah yang didahulukan, tidak memandang benar-salah mencapai tujuan.
Bersikap masa bodoh dengan hasil yang belum pasti akan diraih oleh genggaman
tangan, itulah yang menjadi motivasi dan sikap sarkasme yang mesti kami
lakukan. Lestari namun mesti kami patahkan, tatkala dengan jelas sampai pada
target yang diinginkan. Yang pasti sekarang, usahanya dulu brow. Bukan memprioritaskan
mengeluh dan negative thinking sebelum usaha yang kita lakukan. Sampai
pada target yang inginkan memang tujuan, namun menikmati alur cerita yang lebih
berkesan tentunya dong lebih mengasyikkan. Iya nggak? Apalagi kalo ceritanya
nyasar dikampung orang, alias tempat perantauan. Ajib pokoknya, awesome
tuh hehe...
Tidak dapat dipungkiri memang, kami
pun sempat salah dalam mencurigai suatu rumah yang nampaknya sebagai tempat
tinggal target yang menjadi sasaran. Namun, di sana pun lagi-lagi jurus
andalanlah yang kami keluarkan, yaitu bertanya. Ya... betul, tatkala itu pun bertanyalah yang menjadi jurus andalan.
Salah tempat sekali, dua kali dan berkali-kali tidak apa-apalah, yang penting
jangan jatuh ke kali berkali-kali. Iya nggak?
Akhirnya setelah dibuat kepayang dan
kewalahan oleh satu alamat rumah yang tak kunjung ditemukan, kami pun sampai di
depan rumah yang diduga sebagai target yang tepat atas pencarian. Dengan penuh keyakinan,
saya pun mengatur irama langkah kaki tanpa hentakan yang membisikan. Sebelum
sampai persis di depan rumah tersebut, saya pun menghampiri seorang lelaki
paruh baya yang sedang terlelap nyenyak, dalam kenikmatan tidur siangnya di
atas bangku. Sungguh berat dan begitu sungkan, jika diri ini harus membangunkan
beliau yang sedang larut dalam kenikmatan. Akhirnya saya pun melanjutkan
langkah kaki menuju pelataran depan rumah. Di sana pun saya mendapati pintu rumah
yang terbuka lebar. Seraya penuh kehati-hatian, saya pun mulai memecah
kesunyian dengan mengucapkan salam. Beberapa ucap salam pun sempat
terlontarkan, namun hasilnya nihil, tidak ada orang yang merespon ulang. Dengan
seketika, saya pun dibuat kaget oleh panggilan teman saya. Sontak dengan reflek
saya langsung menoleh. Eh, ternyata lelaki paruh baya yang tadi terlelap pun
telah siaga, berdiri di depan bangku yang menjadi sandarannya. Saya pun
menghampirinya, memastikan rumah tersebut adalah target yang tepat. Beberapa
patah kata pun saya lontarkan kepada beliau, meskipun dengan sadar bahasa jawa
kromo saya amburadul, tidak karu-karuan. Ya... ampun. Eittt... dah. Mengelus
dada sembari mengucap syukur, semua kebingungan yang membalut diri pun luntur
dengan seketika tatkala beliau menjawab “nggeh”. Tanpa berpikir panjang,
surat undangan Walimatul Aqiqah dan satu kresek berkat pun langsung saya
berikan. Dan akhirnya misi mengantarkan pesan pun terselesaikan.
Dari pengalaman tersebut, setidaknya
saya mampu menarik suatu simpulan yang semoga saja menjadi pembelajaran. Karena
menjadi suatu keanehan tersendiri memang, bila seorang pengantar pesan tak
mengenal arah tujuan. Bukankah yang demikian diluar kelumrahan? Mungkin untuk
kali ini harusnya dimaklum. Pasalnya yang punya hajat adalah warga asli yang
berdomisili di Tulungagung. Lah... yang nyebar undangan, malahan orang rantauan
semua, kan bingung.
Komentar
Posting Komentar