Langsung ke konten utama

Syahadat Munjin

Dokpri: Gambar hanya pemanis (ilustrasi)

Jika sebelumnya kita dibuat sibuk mendedah pembatalan Syahadat Syar'an ditinjau dari kategori i'tikad, ucapan dan perbuatan serta ragam pembatalannya maka dalam tulisan kali ini saya akan mengulas tentang Syahadat Munjin. Apa itu Syahadat Munjin, syarat dan ragam jenis bentuk pembatalannya akan diulas dalam seri tulisan lanjutan ini.

Pertama, mari kita baca dan simak secara saksama 5 nadom Syahadat Munjin di bawah ini terlebih dahulu. 5 bait pertama yang menyoal tentang Syahadat Munjin. Selebihnya, sebagian isi kandungan nadomnya, akan dibahas pada seri tulisan berikutnya. 


Ta'rifna syahadat munjin

Eta jalma nu ngucapkeun

Kalimah Syahadataen

Dibarengan pateqadan


(Maksud syahadat Munjin

Yaitu orang yang mengucapkan

Kalimat Syahadatain

Disertai keyakinan)


Teqad anu ma'rifatna

Jeung teqad anu tasdeqna

Netepan kana syaratna

Ma'rifat reujeung tasdeqna


(Yakin yang berpengetahuan

Dan yakin yang membenarkan

Sesuai dengan syaratnya

Pengetahuan sepadan dengan kebenarannya)


Ari syarat ma'rifatna

Kudu kumpul nu opatna

Kahiji teqad jazimna

Pateqadan nu yaqinna


(Ada pun syarat pengetahuannya

Harus kumpul yang empatnya

Kesatu yakin tetapnya

Keyakinan yang bulatnya)


Lain teqad nu raguna

Atawa dugaannana

Anu teu aya mangmangna

Tapi gilig jeung yaqinna


(Bukan yakin yang meragukan

Atau hanya dugaan saja

Yang tidak ada kesangsian di dalamnya

Tapi bulat (linier) dengan keyakinannya)


Ari syarat kaduana

Teu keuna owah gingsirna

Moal barobah teqadna

Hingga dugi ka maotna


(Ada pun syarat kedua

Tidak terkena godaan berubah-ubah 

Tidak akan berubah keyakinannya

Hingga sampai kematian menjemput)


Setelah membaca dan menghayati bersama intisari kandungan nadom tersebut, maka kita mafhum bahwa Syahadat Munjin bermakna dua kalimat syahadat yang dilafalkan oleh seseorang disertai dengan keyakinan. Sikap hati yang menjadi titik acuan pembahasan dalam berkeyakinan. Keyakinan seperti apa? Keyakinan yang bersifat sementara, palsu atau benar-benar murni. Tentu ini menimbulkan pertanyaan lanjutan di masing-masing kepala kita. 

Keyakinan yang dimaksud di sini yakni, keyakinan yang berasal dari pengetahuan dalam diri secara murni. Kecondongan hati yang muncul dengan sadar dan berlambar pada penerimaan atas sumber pengetahuan hakikat, tanpa paksaan apa pun. Ma'rifat dalam konteks ini, dapat dimaknai tersingkapnya pengetahuan dasariah tentang rahasia sang pencipta dan penciptaan; kebaikan dan tujuan hidup yang sesungguhnya.

Pengetahuan dasariah yang perlu ditempa lebih lanjut melalui pembenaran atas risalah kenabian dan ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Dalam implementasinya orang yang bersangkutan harus menapaki tataran syari'at, thoriqot, hakikat dan mari'fat dalam upaya menggapai predikat insan kamil dan muttaqin menurut agama Islam. Yang demikian baru menegaskan, keyakinan yang disertai dengan pembenaran. 

Terdapat empat syarat ma'rifat (tersingkapnya pengetahuan) dalam berkeyakinan. Yang pertama, yakni tetapnya (Istikamah) keyakinan yang bulat. Keyakinan bulat itu bermakna tidak ada sedikit pun keraguan di dalamnya, bukan sebatas bertumpu pada praduga (menerka-nerka) dan menduga-duga semata, serta tidak ada secuil pun kesangsian tentangnya. 

Itu artinya kemantapan hati menjadi salah satu parameternya. Tidak ada sedikit pun celah untuk berpaling, pesimistis dan zat adiktif (batu sandungan) yang mencemari kejernihan keyakinan yang bercongkol di dalam hati. Ada standaritas kebenaran atas keyakinan yang bulat. Meski kemudian kedisiplinan dalam menjalankan tataran syari'atnya terkadang fluktuatif: kadang disiplin kadang tidak, mengerjakan ibadah di awal waktu atau mepet akhir, namun tidak sedikit pun meruntuhkan kebulatan tekad dan keyakinannya terhadap ke-Esaan Allah SWT dan Rasullullah.

Syarat kedua, yakni keyakinannya tidak mudah tergoda dan berubah-ubah sampai dengan ajal menjemput. Tidak mudah tergoda dan berubah-ubah dalam konteks ini tentu saja dalam segala bentuknya. Baik ditinjau secara i'tikad, ucapan, dan perbuatan. Jika salah satu dari tiga unsur penting itu tergoda dan berubah maka batallah keyakinannya. Keyakinannya tidak bulat lagi, melainkan sudah porak-poranda.

Keyakinan yang belum purna dan bulat, dapat dikatakan keyakinan yang masih ranum. Masih berada di zona abu-abu. Bisa kembali luntur dan terus-menerus mundur. Keyakinan yang masih ranum sifatnya dapat berubah-ubah dan mudah digoyahkan dengan berbagai hal yang bertubi-tubi datang silih berganti (dihadapi). Maka solusi finalnya, keyakinan itu harus dibulatkan sebulat-bulatnya dengan cara ditempa. Disempurnakan dengan mengulik lebih jauh tentang kedalamnya. Bukan dibiarkan terombang-ambing begitu saja. 

Bersambung.

Tulungagung, 29 Januari 2024


Komentar

  1. masya Allah nadhomnya kalau dibaca kok mumet ya...tp isinya tulisanya bagussss

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali.
      Terima kasih sudah mampir dan berkenan meninggalkan jejak bacaan.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal