Langsung ke konten utama

Ma'rifat dan Tasdeq dalam Syahadatain

Dokpri Buku Nadom Sunda Syahadatain 

Harus ditegaskan di muka, bahwa tulisan ini merupakan seri ketiga dari postingan sebelumnya tentang mendaras Nadom Sunda Syahadatain. 

***

Secara terminologi syahadatain berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua suku kata. Syahada berarti kesaksian, sedangkan tain bermakna dua. Oleh sebab itu Syahadatain diartikan dua kesaksian. Ada pun secara istilah, Syahadatain berarti kesaksian dan keyakinan yang diikrarkan bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah. 

Kendati demikian, khalayak umum berusaha menyederhanakan Syahadatain dengan menyebut dua kalimat syahadat. Dalam konteks terminologi pendekatan akidah Islam (teologi), kesaksian terhadap Tuhan yang Ahad disebut kesaksian Rubbubiyah (ilahhiyah). Sementara kesaksian terhadap kerasulan nabi Muhammad SAW disebut dengan kesaksian Nabawiyah (rasul illiyah). 

Dalam Nadom Syahadatain Sunda pemaknaan itu berusaha didedahkan lebih detail lagi seperti berikut:

اشهد

Neqadkeun abdi kalawan Ma'rifat sareng Tashdeq (membulatkan saya dengan ma'rifat dan tasdeq)

ان

Kana saestuna kalakuan sareng tingkah (pada sesungguhnya kelakuan dan tingkah)

لااله 

Teu aya deui pangeran anu maojud anu wajib diibadahan anu hak dita'ati parentah sareng larangannana (tidak ada lagi Tuhan yang wujud yang wajib disembah yang hak dita'ati perintah dan larangannya)

الا الله

Anging Gusti Allah (hanya Gusti Allah)

و اشهد

Sareng neqadkeun abdi kalawan Ma'rifat sareng Tashdeq (Dan membulatkan saya sebab ma'rifat dan tasdeq)

ان محمدا

Kana saestuna Kanjeng Nabi Muhammad (pada sesungguhnya kanjeng Nabi Muhammad)

رسول الله

Eta utusan Allah (yaitu utusan Allah).

Mufrodat syahadatain di atas menegaskan bahwa untuk sampai pada tahapan memiliki keyakinan yang bulat (kokoh; murni; bersifat esensial) terhadap Tuhan dan Rasullullah dalam Islam harus berlambar pada sebab. Ada alasan yang jelas dan melingkupi. Alasan yang berlaku bagi siapa pun yang mengaku sebagai bagian darinya. Hal yang bersifat fardu 'ain.

Apakah sebab itu? Disebutkan ada dua sebab utama, yakni ma'rifat dan tasdeq. Maa huwa ma'rifat wa tasdeq? Apakah pemaknaan ma'rifat dalam konteks ini berpadan makna dengan ma'rifat dalam maqam tasawuf? Pun begitu juga dengan tasdeq, apakah kata ini memiliki konotasi positif dengan kata siddiq? Untuk lebih jelas mari kita uraikan satu persatu.

Diterangkan lebih lanjut dalam nadom, patokan (hakikat) dari ma'rifat dalam syahadatain ialah sebagai berikut:

ادراك جازم بحيث لايقع معه تردد موافق للواقع ناشيء عن دليل

Hartosna: 

Pamanggih anu jazim nu teu keuna owah gingsir anu akur jeung buktina nu timbul tina alesan. (Temuan yang pasti/tetap/paten yang tidak bisa berubah-ubah sesuai dengan buktinya yang timbul karena adanya alasan).

Dari patokan yang disebutkan di atas secara saksama kita bisa mencerna bahwa, kata ma'rifat dalam konteks ini bermakna teleologis. Tersibakan pengetahuan atau ditemukannya fakta-fakta logis yang kuat dan dapat dijadikan sebagai alasan (pegangan/sandaran) karena dapat dipertanggungjawabkan. Meminjam istilah penelitian, validitas data yang ditemukan di lapangan benar-benar objektif sehingga absah--secara mantap--dijadikan sebagai temuan. 

Temuan itu tidak bersifat majazi melainkan hakiki. Temuan kongkret yang kemudian menjelma menjadi sebuah keyakinan kuat atas adanya Tuhan, yakni Gusti Allah SWT. Pun begitu juga dengan keyakinan bahwa nabi Muhammad SAW diutus sebagai Rasulullah pembawa risalah. Risalah pamungkas dari para nabi pilihan pendahulu. 

Dengan ma'rifat ini mengingatkan kita bersama bahwa dalam berkeyakinan--beragama--siapa pun ia harus memiliki alasan kuat dan kemantapan. Kebulatan tekad secara dhohir dan batin. Sehingga apa yang diyakininya sebagai kebenaran benar-benar mampu digenggam sebagai sebuah jalan menuju kebaikan dan kedamaian. Bukan berkeyakinan atas dasar ikut-ikutan atau sekadar warisan nasabiyah belaka. 

Sedangkan patokan tasdeq dalam nadom Syahadatain Sunda dimaknai sebagai berikut: 

مع الاذعان والقبول

Hartosna: 

Dibarengan pangakuan sareng panarimaan. (Disertai pengakuan dan penerimaan). 

Konteks pengakuan dan penerimaan di sini tentu bermakna eksklusif. Eksklusif-derivatif, turunan apa pun akan bermula dan berujung pada hakikat Tuhan. Baik wujud atau pun maujud. Seperti halnya disebutkan dalam Asmaul Husna: Al Awalu-Al Akhiru, Ad Dhohiru-Al Bathinu, Al Ahadu-Ash Shamadu dan lainnya. 

Hal yang sama berlaku juga tersematkan kepada bagina Rasulullah SAW. Tatkala kita memiliki keyakinan teguh bahwa nabi Muhammad adalah Rasulullah SAW maka harus ada pengakuan dan penerimaan yang eksklusif. Baik itu risalah eksklusif dari segi qauliyah (perkataan), fi'liyyah (perbuatan) atau pun taqririyyah (keputusan) yang bersumber dari nabi. Semuanya itu harus diakui dan diterima dengan sepenuh hati. Tidak ada celah untuk memungkiri. 

Jika boleh menyederhanakan, saya ingin menyebut tasdeq itu dengan istilah pembenaran. Pembenaran apa pun yang menunjukkan-berakhir pada berbagai bentuk turunan kejujuran. Kejujuran yang didedahkan apa adanya, bukan karena ada apanya. Yang demikian itu berarti mengerjakan tataran level beragama dengan sikap rida. Bukan karena terpaksa dan atas dasar sambung tangan pemaksaan. 

Oleh sebab itu dalam nadom lebih lanjut ditegaskan, bahwa shegat tasdeq (dalil bentuk pembenaran; pengakuan dan penerimaan) ialah: 

رضيت بالله ربا و بالاسلام دينا وبمحمد نبياورسولا وبالقران اماما وبالمؤمنين اخوانا.

Mufrodat: 

رضيت

Ridlo Abdi (Rida saya)

بالله

Ka gusti Allah (kepada gusti Allah)

ربا

Abdi mangeran (saya bertuhan)

وبالاسلام

Sareng kana agama Islam (dan pada agama Islam)

دينا

Abdi beragama (saya beragama)

وبمحمد

Sareng ka kanjeng nabi Muhammad (dan kepada kanjeng nabi Muhammad)

نبيا

Abdi nganabi (saya bernabi)

ورسولا

Sareng abdi ngarosul (dan saya berosul)

وبالقران

Sareng kana Al-Qur'an (dan pada Al-Qur'an)

اماما

Dipake pedoman (dipakai pedoman)

وبالمؤمنين

Sareng ka jalma anu iman (dan kepada orang yang iman)

اخوانا

Abdi duduluran (saya bersaudara).

Shegat tasdeq di atas menegaskan bahwa dalam berkeyakinan bukan hanya rida dalam bertuhan, bernabi dan berosul, melainkan harus rida juga menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup. Terkait dengan hal ini dalam terminologi ulumul Qur'an kita akan mengenal istilah serumpun, seperti hudan, syifa, furqon dan alkitab. 

Sedangkan yang tidak kalah penting adalah setiap orang yang mengikrarkan syahadatain; orang yang beriman dalam Islam sudah menjadi saudara. Saudara dalam kebaikan. Saudara dalam amar makruf nahi mungkar. Saudara dalam fastabiqul khoirot. Kemudian kita mengenalnya dengan istilah ukhuwah islamiah. 


Tulungagung, 14 Januari 2024

Komentar

  1. Balasan
    1. Alhamdulillah wasyukurilah Bah. Berkat izin-Nya saya bisa menuliskan tentang Syahadatain

      Hapus
  2. Mantap Mas Roni. Jadi tambahan khasanah saya tentang syahadatain

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal