Dokpri Gambar hanya Ilustrasi
Pada tulisan sebelumnya yang berjudul Ma'rifat dan Tasdeq dalam Syahadatain menyebutkan terdapat syahadat Rubbubiyah dan Nabawiyah, sedangkan dalam tulisan ini akan mendedah pembagian Syahadatain berdasarkan esensi mengikrarkannya.
Berdasarkan esensi pengikrarannya, siapa pun mampu melantunkan syahadatain. Meski stereotip yang berkembang di khalayak umum--utamanya bagi non muslim--adalah siapa pun yang hendak melafalkan Syahadatain dapat dipastikan akan ada latar belakang cerita hidayah yang melingkupinya.
Namun, dalam praktiknya, tidak semua orang benar-benar mampu mengimani dan menghayati maksud dan manfaat dari Syahadatain itu sendiri. Terkadang lebih banyak memahami secara tekstual dibandingkan kontekstual. Sedangkal memahami tulisan yang tertera bukan menerawang jauh ke dalam makna, dampak dan manfaatnya.
Jika dianalogikan, Syahadatain itu ibarat gerbang (pintu) menuju sebuah rumah, maka pelaku yang mengetuk dan hendak memasukinya harus sadar dan mafhum akan apa tujuan yang hendak dicapai. Tanpa kesadaran murni atas apa tujuannya maka bisa saja kebingungan melanda pelaku yang bersangkutan.
Atas dasar kenyataan itu pula, maka pada lima bait bagian pertama Nadom Sunda Syahadatain menjelaskan tentang dua esensi pengikraran Syahadatain. Nadomnya ialah sebagai berikut:
Syahadat dua bagian
Kahiji syahadat Syar'an
Kadua syahadat Munjin
Kade kudu telik pisan
(Syahadat dua bagian
Kesatu syahadat Syar'an
Kedua syahadat Munjin
Sebaiknya harus sangat jeli)
Ta'rif syahadat Syar'an
Kadar-kadar nu ngucapkeun
Kalimah Syahadatain
Henteu nilik pateqadan
(Maksud syahadat Syar'an
Sebatas yang mengucapkan
Kalimat Syahadatain
Tidak memperhatikan maksud)
Manfaat syahadat Syar'an
Bisa disebut Mukminin
Mungguh hukum kadunyaan
Kaya halal peupeuncitan
(Manfaat syahadat Syar'an
Bisa disebut Mukminin
Menurut hukum keduniaan
Seperti halal penyembelihan)
Halal ditikahkeunnana
Ka jalma anu Islamna
Jeung halal nampa warisna
Ti jalma anu Islamna
(Halal dinikahkan
Kepada orang yang Islam
Dan halal menerima warisan
Dari orang yang Islam)
Ari mungguhing Allahna
Jeung mungguhing akheratna
Kudu terus jeung Munjina
Engke penjelasannana
(Namun menurut Tuhannya
Dan menurut akhiratnya
Harus disertai dengan Munjinnya
Nanti penjelasannya)
Berdasarkan nadom di atas Syahadat dibagi 2, yakni Syar'an dan Munjin. Syahadat Syar'an adalah sebatas mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa memperhatikan maksud dan tujuannya. Simplifikasinya, syahadat Syar'an sebatas diucapkan di bibir, tidak disertai penghayatan yang murni. Kendati begitu pelaku tetap mendapatkan manfaatnya.
Manfaat dari syahadat Syar'an adalah menjadikan pelakunya berstatus sebagai mukmin (pemeluk Islam) jika dipandang dari hukum keduniaan. Hukum keduniaan seperti halnya berlaku dalam identitas sosial kemasyarakatan. Sebagaimana absahnya menuliskan status dalam kolom agama KTP, KK, Paspor dan lain sebaginya.
Serta yang tidak kalah penting lainnya adalah halal hukumnya jika pelaku yang bersangkutan menyembelih hewan konsumsi. Hewan konsumsi predikat halal menurut syari'at Islam tentunya. Seperti sapi, kambing, domba, unta, kerbau dan ayam.
Di samping itu, bagi orang yang melafalkan syahadat Syar'an halal dinikahkan, dinikahi dan menikahkan dengan sesama pemeluk Islam. Halal pula baginya, menerima bagian warisan dari keluarganya yang sama-sama memeluk agama Islam. Tentu dengan catatan, pembagian warisan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan ilmu faraid.
Tidak hanya itu, pelaku juga sudah terikat hukum syariat Islam. Wajib menjalankan rukun Islam: salat, zakat, puasa dan ibadah haji jika mampu. Wajib melakukan perintah dan menjauhi larangan yang telah ditetapkan dalam agama. Terkena hukum sunnah, jaiz, makruh dan haram. Meski kemudian di hadapan Allah SWT (ditera atau tidak) dan di akhirat kelak (dihitung amal ibadah atau tidak) masih dipertimbangkan karena tidak disertai dengan syahadat Munjin.
Atas dasar itu pula, maka penting bagi seorang muslim menghayati Syahadatain secara komprehensif dan kompleksitas. Sebab, keutamaan seorang muslim dalam menjalankan syari'at agama sudah selaiknya mengimani (tuntas memahami, meyakini dan menjalankan) syahadat Syar'an dan Munjin.
Lantas seperti apa syahadat Munjin? Akan saya ulas pada tulisan selanjutnya.
Tulungagung, 16 Januari 2024
Komentar
Posting Komentar