(Dokpri: flyer ngaji online yang diinisiasi Gus Ulil Abshar Abdalla)
Ngaji Pasan atau Pasaran adalah tradisi mengkaji dan mengkhatamkan kitab kuning tertentu selama bulan suci Ramadan. Tradisi yang menjadi budaya akar rumput eksklusif kalangan santri di pondok pesantren.
Berbagai jenis kitab kuning--meski terbatas dalam pilihan dan tergantung siapa pengampunya--dikaji dalam ngaji Pasan. Mulai dari kitab fiqih, tauhid, tafsir, akhlak, hadits dan tasawuf menjadi sajian yang ditawarkan. Kitab-kitab kuning pilihan dikaji dengan takaran lebih mudah untuk dicerna dan diamalkan.
Tatkala pademi covid-19 mendekonstruksi tatanan berbasis yang sudah ada, budaya ngaji Pasan di pesantren-pesantren mengalami imbasnya. Ngaji Pasan yang awalnya disetting secara klasikal (face to face) mulai dihelat via online. KH. Ulil Abshar Abdalla merupakan contoh representatif ulama yang gayeng melanggengkan tradisi ngaji online berbasis kitab tasawuf.
Menyeruaknya ngaji online di media sosial tentu memberikan dampak positif dalam kerangka kerja memberdayakan intelektual ala Buya Syafi'i Ma'arif, Allah yarham. Tidak semata-mata menunjukkan upaya adaptatif kalangan pesantren terhadap sarana yang ada sebagai gelanggang kontestasi keilmuan, namun juga menegaskan pentingnya tradisi melek literasi: membaca, memahami, menafsirkan dan mengamalkannya.
Tradisi ngaji Pasan secara implisit sedang menegaskan bahwa nenek moyang kita dahulu merupakan seorang penulis. Melalui kitab-kitab klasik yang dipelajari tersebut sejatinya kesadaran literasi kita sedang ditempa, dibelalakan dan dilejitkan. Kita tak hanya didikte untuk memahami gagasan materi yang dituangkan pengarang, namun pengarang juga mengajari secara langsung cara untuk berpikir, menyikapi persoalan, memberikan solusi hingga menuangkan keresahan zaman sesuai konteks dalam bentuk karya. Terlebih lagi proses itu dilakukan di bulan suci Ramadan yang penuh dengan keberkahan.
Komentar
Posting Komentar