Langsung ke konten utama

Classmeeting Part 2: Membangun Solidaritas dan Integritas Melalui Lomba

Foto dokumentasi pribadi sebelum lomba dimulai

Selain menghelat lomba menghias mie goreng (17/12/2022) yang sifatnya individual, pada hari selanjutnya, Senin (19/12/2022) SDIT Baitul Qur'an Tulungagung kembali menghidupkan semarak agenda kegiatan classmeeting part 2 dengan lomba kelompok. Lomba kelompok dalam konteks ini bermakna kompetisi antarakelas. 

Kompetisi antarakelas tersebut dibagi menjadi dua kategori: kelas bawah dan atas. Kelas bawah dihuni oleh siswa-siswi yang duduk di bangku kelas 1, 2 dan 3. Sedangkan kelas atas menghimpun siswa-siswi yang hampir menginjak usia adolsen, 4, 5 dan 6. Dua kategori kelompok peserta yang saling memperebutkan nominasi juara 1. 

Kategorisasi tersebut sengaja disetting sedemikian rupa dengan logika kerja mempertimbangkan bentuk fisik, kekuatan-masa otot dan perbedaan tingkat kedewasaan masing-masing kelas. Tentunya akan sangat timpang dan tidak adil jika kemudian dalam satu kasus lomba kelas 1 melawan kelas 6. Kemenangan kelas 6 tampaknya bukan sesuatu hal yang "wah" jika mendapatkan lawan yang dihadapi tidak seimbang. 

Tentu onak yang bersemayam dalam benak khalayak adalah pemenang lomba antarakelas itu telah disetting sejak awal. Sehingga kesan yang ditangkap dari perhelatan lomba tersebut hanya formalitas belaka. Mungkin kita masih ingat dengan sengkarut sepak bola gajah beberapa tahun silam yang sempat menggaduhkan kancah persepakbolaan Indonesia, nah seperti itulah arus utama persepsi yang akan mencibir pihak panitia. Persis tak jauh beda. 

Bedanya hanya dalam tataran istilah, cabang dan ruang lingkup cakupan peserta lomba yang digalakkan. Kasus di masa silam itu sepak bola gajah, ini lomba antarakelas gajah. Cabang olahraga yang dilombakan dahulu adalah sepak bola sedangkan dalam perhelatan lomba ini adalah estafet bola, kereta balon dan pensil botol. Ruang lingkup kompetisi sepak bola gajah itu memiliki cakupan nasional sedangkan lomba antarakelas ini bersifat interlokal. 

Begitu mungkin analogi logis borok (negatif;  stigmatif) yang akan dituai dan menghujani pihak panitia jika tidak ada upaya pengkategorian peserta lomba dalam semarak agenda kegiatan classmeeting part 2. Maka dengan berbagai alasan dan banyak pertimbangan itu pula, pengkategorian lomba antarkelas itu dapat dikatakan sudah benar, sesuai dengan etika dan estetika lomba. 

Sebelum lomba dimulai, dengan sat-set (gerak cepat) pihak panitia menyulap halaman sekolah menjadi arena lomba. Ustadz Fadhil selaku instruktur lomba memberikan arahan kepada seluruh siswa-siswi, sementara beberapa panitia tampak sibuk menata arena. 

Tiga meja yang biasanya digunakan untuk mengaji kala itu ditata linier di tengah halaman. Sebagian panitia yang lain sibuk mengisi gelas plastik dengan air mentah yang diambil dari kran sekolah. Terdapat 30 gelas plastik dan 3 bola pingpong yang menjadi media lomba. Lantas masing-masing meja memuat 10 gelas plastik dan 1 buah bola pingpong.

Teknis perlombaan estafet bola ini, setiap kelompok terdiri dari 6 orang: 3 siswa dan 3 siswi. Masing-masing 3 orang tersebut mengantri di kedua ujung meja yang berkebalikan. Satu orang harus meniup bola pingpong yang diatruh di atas gelas yang berisi air tersebut dari gelas pertama hingga terakhir. Setelah itu bola pingpong  ditiup kembali sampai 3 kali secara beruntun. Kelompok mana yang tercepat menyelesaikan lomba, itulah pemenangnya.

Dalam pelaksanaannya, setiap lomba kelompok tersebut dilakukan secara bergantian. Mula-mula kelas bawah terlebih dahulu yang melakukan kompetisi estafet bola. Masing-masing wakil kelas telah ditentukan oleh pihak panitia. Dalam hal ini sebenarnya bersifat fleksibel, terlebih jika wakil peserta yang telah ditunjuk tidak hadir. Entah itu karena sakit, izin ataupun alfa maka dapat digantikan oleh siswa-siswi satu kelas yang hadir. 

Hasil dari perlombaan estafet bola kelas bawah dimenangkan oleh kelompok kelas 2. Sedangkan untuk kategori lomba estafet bola kelas atas diraih oleh kelas 5. Kebetulan juara yang diambil dalam lomba kelompok ini hanya peraih juara 1. 

Kedua, lomba kereta balon. Dalam lomba ini masing-masing kelompok terdiri dari 6 orang peserta campuran: siswa-siswi. Keenam peserta tersebut berbanjar membentuk permainan kereta-keretaan. Lantas mereka bertolak dari satu tempat ke tempat lain yang telah disediakan balon. Tugas mereka adalah mengambil balon sehingga setiap orang dalam kelompoknya memegang satu balon.

Setiap kali mengambil satu balon maka peserta akan kembali ke tempat bertolak untuk menjemput temannya. Setiap kali mengambil satu balon maka akan dipegang oleh satu orang. Posisi balon harus konstan, tidak boleh jatuh ataupun pecah. Masing-masing kelompok beradu cepat. Kelompok mana yang tercepat menyelesaikan tantangan, ialah pemenangnya.

Aturan penentuan pemenangnya masih sama dengan lomba sebelumnya, masing-masing kategori diambil satu juara. Titel juara dalam lomba kereta bola kategori kelas bawah kembali disabet oleh kelas 2, sedangkan kelas atas dijuarai oleh kelas 6.

Adapun perhelatan lomba pensil botol menjadi pamungkas. Konteks pensil botol di sini bermakna satu kelompok peserta harus memasukkan pensil yang menjadi pusat dari ikatan pinggang mereka. Masing-masing kelompok terdiri dari enam orang: siswa-siswi. 

Dalam pelaksanaannya, mereka yang terlibat dalam lomba pensil botol ini satu sama lain harus saling mengingatkan dan mengamati arah pensil sekaligus lubang botol. Sementara satu orang dari mereka bertugas sebagai pemimpin yang memberikan arahan: ke mana pensil itu harus dimasukkan, apakah tegak pensil sudah presisi dengan lubang botol atau belum, dan mengatur tingkat kencang-kendornya rumput jepang yang terikat di pinggang mereka.

Teknis perlombaannya, masing-masing kelompok bertolak dari tempat start menuju  letak botol yang telah ditentukan panitia. Mereka berjalan bersamaan dengan catatan tidak boleh mengendurkan tali yang terikat di pinggang mereka. Setelah sampai persis mengelilingi letak botol tujuan, mereka mulai memasukan pensil secara pelan-pelan. Kelompok mana yang tercepat, itulah pemenangnya. 

Dalam perlombaan pamungkas ini, lagi-lagi kelas 2 kembali tampil sebagai juara dari kategori kelas bawah. Sedangkan tropi juara 1 kategori kelas atas diambil alih oleh kelas 4. Jika diperhatikan lebih lanjut, kelas 2 berhasil menyabet gelar juara umum perlombaan. Adapun kelas atas membagi tropi juara secara merata. 

Hikmah dari perhelatan tiga lomba kelompok antarkelas ini setidaknya dapat melejitkan tali persaudaraan, rasa tanggung jawab, kedisiplinan dan kepedulian serta sikap kesetiakawanan dalam interaksi sosial--baik tatkala mereka berada di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan masyarakat--di antara masing-masing seluruh siswa-siswi yang ada di SDIT Baitul Qur'an Tulungagung. 

Tulungagung, 01 Januari 2023


Komentar

  1. Perlombaan itu bagus utk menanamkan berbagai dasar karakter kepada siswa. Tulisan ini mantap. Salam literasi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal