Langsung ke konten utama

ERA TEKNOLOGI DIGITAL SEBAGAI PELUANG DAN TANTANGAN

            Perkembangan teknologi digital yang setiap tahun kian mutakhir pada kenyataannya tidak sekadar menjelma sebagai peluang yang serta-merta menyodorkan berbagai produk yang berusaha memberi kemudahan bagi segenap para penggunanya, netizen. 

            Kemudahan tersebut ditandai dengan terintegrasinya data-data penting kehidupan manusia dalam jaringan internet; mulai dari persoalan kebutuhan pokok sehari-hari, pekerjaan, pendidikan, ekonomi sampai dengan urusan bersosial masyarakat. 

            Bahkan hampir-hampir dapat dipastikan, selama ada jaringan internet segala urusan hanya dapat dipecahkan dengan menggenggam salah satu produk teknologi digital yang sangat ringan, smartphone misalnya.

            Alih-alih menjadi produk teknologi digital yang sangat fleksibelitas dalam memecahkan segala urusan namun pada kenyataannya persaingan produk di antara brand smartphone ini terus mengalami transformasi yang menjonjolkan kualitas skunder produk menjadi tren dan fashion hidup. 

            Hal yang demikian dapat dibuktikan dengan maraknya promosi smartphone yang mengusung persaingan resolusi dan letak kamera, kapasitas ruang penyimpanan dan modifikasi tampilan serta permainan harga. Sebagai dampaknya yang kentara, fungsi primer memiliki smartphone pun berganti menjadi gengsi dan tuntutan fashion di ruang publik bukan semata-mata karena kebutuhan dan manfaat yang disodorkan.

            Sementara di pihak lain, hingar-bingar pemutakhiran teknologi digital yang kian masif juga membawa dampak negatif yang kemudian menjadi tantangan. Tersebutkanlah tantangan itu dengan era disrupsi teknologi. Satu fenomena di mana semua aktivitas masyarakat yang awalnya dilakukan di ruang kehidupan dunia nyata beralih ke dunia maya. 

            Atas dasar pengertian tersebut, maka terjadinya era disrupsi ini diindikasikan dengan adanya beberapa tanda; pertama, tergantikannya manusia oleh automasi dan digitalisasi. Kedua, berkurangnya kepedulian dan interaksi sosial. Ketiga, kecenderungan menjadi manusia individualis, hedonis, budaya kekerasan dan hilangnya rasa empati. Keempat, lahirnya pola komunikasi yang tidak sehat. Sedangkan yang terakhir, yakni adanya proses akulturasi budaya yang tidak sesuai dengan norma dan nilai luhur bangsa.

            Sebagai imbasnya dari era disrupsi yang sudah mulai merebak dan terasa oleh khalayak masyarakat sekarang di antaranya ialah kapasitas kebutuhan dan pemakaian tenaga kerja manusia menjadi sangat berkurang, difusi budaya asing, mudahnya terjadi rekayas informasi, dan bagaimanapun tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi digital juga sangat berkesempatan luas untuk menjadi sarana yang memfasilitasi sekaligus menjadi katalis munculnya perilaku-perilaku menyimpang dalam segala aspek kehidupan.

        Lantas bagaimana kita menghadapi tantangan era disrupsi? Jawabnnya sudah barang tentu akan sangat bervariasi tergantung sudut pandang apa yang hendak kita tawarkan sebagai solusi. Sementara apabila kita mengambil sudut pandang akademisi dan penggiat literasi, maka melek atas literasi juga dapat menjadi salah satu langkah yang tepat untuk membendung diri supaya tidak terjerumus pada sisi negatif era disrupsi. 

        Tidak hanya cukup dengan lantaran aktivitas rutin membaca, menulis dan menerbitkan karya, melainkan juga harus diimbangi dengan sikap profetis, humanis dan analitis. Dalam konteks ini konsep manusia sebagai hayawanun natiq dan pemilik hati yang suci juga menjadi benteng utama yang turut memengaruhi.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal