Langsung ke konten utama

Meraba Sepenggal Cerita di Hari Rabu

Agenda saya hari ini lumayan merayap. Mulai dari berangkat kerja pukul delapan, mampir ke toko kain Bintang Mas sampai dengan rapat perdana pengurus Sahabat Pena Kita (SPK) Tulungagung.

Seperti biasanya, setiap pagi saya akan memacu si kuda besi matic dengan kecepatan enam puluh. Dengan kecepatan itu saya mampu melewati jarak tempuh sekitar 4 km dalam kurun waktu 20 menit. Termasuk di dalamnya, terhitung lima kali berhenti di lampu merah. 

Loh kok banyak banget? lampu merah mana saja si itu? Oke, kita sebutkan satu persatu. Pertama, lampu merah perempatan Tirto. Kedua, lampu merah Bis Guling. Ketiga,  lampu merah perempatan Jepun. Keempat, lampu merah perempatan Tamanan. Sedangkan yang terakhir ialah lampu merah perempatan Gleduk.

Oh... iya, kebetulan hampir mau dua mingguan ini di perempatan lampu merah Tamanan ada pembatas pengalihan jalur menuju daerah Trenggalek-Ponorogo. Selain di sana, pembatas pengalihan jalur juga ditemukan di perempatan lampu merah Gleduk. 

Pemasangan pembatas pengalihan jalur itu diterapkan tidak lain karena memang ada perbaikan jembatan penghubung antara wilayah kali Ngrowo bagian Barat dan Timur. Sebagai dampak nyatanya, telah beberapa hari terakhir ini jembatan-jembatan penghubung alternatif dipenuhi antrean motor.

Kebetulan di daerah Pinka terdapat dua jembatan alternatif yang ada di sisi Selatan dan Utara. Jembatan yang letaknya di sisi Selatan memiliki lebar kurang dari satu meter, sehingga untuk melintasi jembatan itu  diberlakukan satu arus secara bergantian. 

Sementara untuk melintasi jembatan yang ada di sisi Utara dibutuhkan keberanian dan ketenangan. Bagaimanapun jembatan yang terbuat dari baja yang digantung disempurnakan dengan lebar kurang-lebih satu meter itu lebih sering memberi sensasi yang menegangkan. Bagaimana tidak coba? Tatkala beberapa pengendara motor melintasinya kadangkala jembatan itu bergoyang-goyang dan itu lumayan membuat bulu roma berdiri.

Meski demikian, dalam pandangan saya, penggunaan kedua jembatan alternatif itu dapat dimaksimalkan dengan baik, terlebih lagi, ada beberapa suka relawan yang berusaha mengatur lalulintas.

Ya, pemandangan itulah yang dalam kurun waktu seminggu ini saya nikmati. Selebihnya, seperti biasanya. Hampir di setiap sudut taman dan track jogging di sepanjang pinggir kali Ngrowo itu dipenuhi keromantisan orang-orang yang berpasangan.

Setelah menunaikan salat Dzuhur di mesjid Al-Azhar, saya langsung memutuskan untuk menuju toko Bintang Mas. Salah satu toko distributor berbagai kain aksesoris. Mulai dari karpet, kain flannel, kain satin, kain boneka dan lain sebagainya. Kebetulan, kali ini saya bertugas membeli kain boneka yang berwarna merah hati (red; merah maroon).

Oh... Iya,  selain menulis, salah satu aktivitas lain yang saya geluti akhir-akhir ini ialah menjadi penjahit. Biasanya saya membuat srempang jikalau ada orderan. Padahal, sebelumnya saya tidak pernah menekuni dunia jahit-menjahit, namun entah Ilham dari mana saya jadi bisa menjahit. 

Rasa-rasanya dulu itu pernah juga mengikuti pengolahan hasil pertanian di Balai Pelatihan Kerja, bukan menjahit. Tapi entahlah. Memang akhir-akhir ini saya lebih suka mengupgrade kemampuan diri dengan hal-hal yang baru. Ya... Seperti menjahit itu salah satunya.

Tak lama kemudian, kain yang saya pesan telah saya temukan. Saya pun langsung menghampiri seorang karyawan toko dan menandaskan ingin membeli kain tersebut sepanjang setengah meter dengan panjang 1 meter. 

Beberapa saat kemudian, barang yang dicari itu telah berhasil saya masuk ke dalam tas. Spontanitas, motor pun saya tunggangi dan penjaga parkir telah siaga melepas kepergian saya.

Si kuda besi matic itu kini menjadi andalan saya untuk menuju warkop Om Dedy. Tempat di mana saya dan kawan-kawan akan menghelat rapat perdana terkait ke arah mana pengelolaan SPK Tulungagung. 

Arah-arah yang dishare di grup cukup jelas dan mudah diterka. Sebab, bagaimanapun rute itu pernah saya ketahui sebelumnya. Namun memang saya belum sama sekali menginjakkan kaki ke sana. "Oke, berarti ini pertama kali ke sana. Jangan sampai tersesat!", Gerutu dalam angan.

Kurang lebih 15 menit kemudian, akhirnya saya sampai di warkop Om Dedy dan di sana ternyata telah ada Prof. Na'im, yang sedang asyik memintal bincang dengan Mrs. Zahra. Namun, saya tak tahu-menahu tentang persoalan apa yang sebenarnya menghanyutkan kesadaran beliau berdua.

Sontak saya pun jadi malu, efek molor saat kuliah dulu nyatanya masih kebawa-bawa sampai hari ini, mendarah daging telah lama. Padahal biasanya, dulu tatkala kuliah, kalau datangnya telat, dan kebetulan dosennya killer, mesti tidak diizinkan masuk.

Untungnya, kedatangan saya ke warkop Om Dedy bukan kebutuhan menggugurkan kewajiban kuliah, melainkan ngaji filsafat kehidupan yang isinya fokus pada cerita tentang Nabi-nabi. 

Oke, kini di tempat itu sudah ada tiga orang peserta rapat yang kumpul. Saya, Mrs. Zahra dan Prof. Na'im. Sementara mas Dedy selaku suami Mrs. Zahra duduk berjejer berada tepat di samping istrinya. 

Perlahan-lahan, kami mulai sibuk mengisi kekosongan waktu menunggu kedatangan teman-teman pengurus yang lain dengan menumpahkan cerita pengalaman hidup yang sesekali diselingi dengan menengok notifikasi di smartphone masing-masing. 

Terutama, harus saya akui, bahwa pada sesi ini Prof. Na'im lebih banyak menguasai jalan percakapan. Tentu semangat beliau dalam bercerita dilatarbelakangi oleh segudang pengalaman hidup yang luar biasa dan menginspirasi. Ma'af-ma'af saja, urusan umur di sini juga sangat mempengaruhi. Sesuatu hal yang tak dapat disembunyikan dan ditutupi.

Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya mbak Anis Zuma datang didampingi oleh sang adik, Choirudin. Setahu saya, mereka berdua sama-sama jebolan Bidikmisi IAIN Tulungagung, dan memiliki prestasi yang luar biasa dalam hal akademik di kampus. Karena itulah mereka dapat beasiswa. Eh, ma'af keceplosan.

Kini, teman ngobrol pun bertambah dua orang. Namun, di tengah-tengah keasyikan berbagi cerita pengalaman itu muncullah mas Fami Muhammad. Salah seorang senior tatkala di pondok Panggung dan di kampus. Hampir-hampir kedatangan mas Fami memecah kegelisahan kami yang telah beberapa saat menunggu. Setidaknya ini semacam aufklarung yang menjanjikan, agenda rapat akan segara dimulai.

Ah, namun sayang seribu sayang, dua orang pengurus tidak dapat hadir di agenda rapat perdana ini. Kabarnya Ning Jazil sedang berhalang untuk hadir dan mas Thoriq sedang diliput rasa kebahagiaan sejati menyambut kedatangan sang buah hati. 

Baiklah, akhirnya kami pun memutuskan untuk memulai rapat meskipun tanpa personil yang lengkap. 

Akhir kata, untuk Ning Jazil, saya do'akan semoga waktunya di lapangkan. Sementara untuk om Thoriq, semoga buah hatinya sehat selalu dan dijadikan anak yang soleh/sholehah, berbakti kepada orangtuanya, agama, nusa dan bangsa. Pesan saya, didiklah ia untuk menjadi seorang penulis. 


Tertanda pecinta cerita Nabi-nabi.

Tulungagung, 13 Agustus 2020



Komentar

  1. Kopdar para calon nabi-nabi yang menulis 👍👍👍 heuheu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwkwk... Nabi-nabi palsu yang suka berimajinasi dan banyak meraup motivasi... Heuheuheu..
      Btw... Makasih banyak zi sudah mau mampir.

      Hapus
  2. Terimakasih doanya bang, dari Jazilah yang selalu sok repot.. hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sama-sama Ning. Santai mawon. Sudah biasa direpotkan.. wkwkwkwk 🤣

      Hapus
  3. Maaf baru membaca. Gak apa apa Bang Roni, saya sudah biasa diceplos-ceplosin. Tapi ada sedikit koreksi, kami bukan "luar biasa" tapi "biasa di luar", hehe
    Btw, kami juga keluarga penjahit loh. Bedanya customer Bang Roni adalah mahasiswa, sementara customer kami para Emak rumah tangga. Produk kami jampel panci. Eh, keceplosan promo, hihi :D

    BalasHapus
  4. wahhhh... kalau sudah biasa di luar seperti nyamuk dong.. wkwkwkw
    weeehhh... promosi lossss mbak.e

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal