Langsung ke konten utama

Profesor Jery Ronggo Sang Maestro Adicara


Foto dokumentasi pribadi 

"Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?" -Pramoedya Ananta Toer

Adalah Jery Ronggo salah satu nama pena dari sang guru yang baru-baru ini--tepatnya Minggu, 11 Desember 2022-- berpulang ke alam baka. Prof. Dr. Mohamad Jazeri, S. Ag., M. Pd. formalitas nama dari pemilik nama pena itu. Nama lengkap yang familiar tercutat dalam kalender akademik pengampu mata kuliah di institusi tempat mengabdikan dirinya. Institusi yang kemudian menyempurnakan pengabdian dan perjuangan "pembelajar sejati" hingga akhir hayat memeluk tubuhnya.

Belakangan saya tahu, bahkan sampai akhir hayatnya, beliau mengemban amanah penting di fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (Fatik) di UIN Syaid Ali Rahmatullah Tulungagung (SATU). Lebih tepatnya beliau menjadi ketua program studi Tadris Bahasa Indonesia (TBIN). Kepulangan beliau ke haribaan-Nya saya kira membuat khalayak ramai--keluarga, kolega, dan sahabat serta seluruh muridnya--yang mengenalnya terkaget bukan main.

Untuk kesekian kalinya, entah yang keberapa, kampus tercinta berselimutkan duka dan terguncang hebat keteguhannya. Kampus yang familiar dengan jargon Peradaban, Adab dan Dakwah yang terletak di bumi suci Gayatri tepat di penghujung tahun ini telah ditinggalkan salah satu guru besar dalam bidang bahasa Indonesia.

Belajar Nge-blog dari Dua Guru Utama

Tepat tatkala duduk di bangku Strata satu (S1) di UIN SATU yang dahulu masih berstatus STAIN Tulungagung saya bertemu dengan beliau. Beliau sendiri tatkala itu berperan sebagai dosen pengampu salah satu mata kuliah di jurusan Agama dan Filsafat (AF). Jurusan yang kemudian bertransformasi menjadi Filsafat Agama (FA) setelah kampus beralih status IAIN dan berubah kembali dengan nama Aqidah dan Filsafat Islam (AFI) setelah dikukuhkan menjadi UIN.

Sebagai dosen teladan, selain menegaskan kontrak perhelatan perkuliahan, di awal sesi perkuliahan beliau dengan senang hati memperkenalkan diri di hadapan seluruh mahasiswa baru. Autobiografi singkat mengenai dirinya dipaparkan langsung di depan lokal. Kala itu kami menghelat perkuliahan di lokal 3. Bangunan lawas yang telaknya persis di depan aula utama. Lokal yang sebelumnya berdampingan dengan kantor IJIR sebelum kini diluluhlantakan guna menata ulang sarana lembaga.

Dengan retorika khas pembawaannya beliau menyebutkan silsilah keluarga kecilnya: Nama lengkap beliau, istri dan anak, riwayat pendidikan, pengalaman kerja, jabatan, kesibukan hingga kegemarannya mengelola inventarisasi ide melalui blog sederhana miliknya. Semua data privasi itu beliau suguhkan melalui slideshow ala power point. Sementara notebook merk Toshiba yang berwarna biru hitam menjadi kemudi utamanya. Ia tergelak di atas meja beliau.

Kendati demikian, tepat di salah satu slideshow yang memuat alamat blog pribadi beliau: www.jeryronggo.wordpress.com, fokus perkenalan itu benar-benar menjadi sangat serius sekaligus berhasil memantik motivasi kami untuk belajar menulis melalui blog pribadi. Beliau tidak sekadar sedang mempromosikan produk intelektualitasnya, akan tetapi turut mendedahkan esensi dari aktivitas menulis dan menuangkan ide yang digalakkan secara intens. Secara tidak sadar beliau sedang memapah kami untuk menjadi pembelajar sejati yang produktif.

Suntikkan perkenalan tentang pengelolaan blog pribadi sederhana yang menarik itu lantas disempurnakan tatkala saya mengikuti perkuliahan dengan Prof. Naim (sapaan akrab untuk Prof. Ngainun Naim). Sebagai puncaknya, buah dari perkenalan itu mendorong saya untuk berusaha membuat blog gratisan versi blogspot.  Bukan di wordpress. Tampaknya kala itu saya mengalami sedikit kesusahan membuat blog pribadi melalui kanal wordpress.

Usaha itu tidak sia-sia. Tepat di tahun 2014 saya berhasil membuat blog pribadi meski masih sangat sederhana. www.dewaralhafiz.blogspot.com adalah blog pribadi saya. Blog pribadi yang lahir dari rahim motivasi dua guru utama: Prof. Jerry Ronggo dan Prof. Ngainun Naim. Selanjutnya blog sederhana itu jatuh bangun saya kelola. Tak jarang blog itu saya gunakan untuk menuntaskan tugas perkuliahan dengan genre kepenulisan, review materi, tempat curhat dan lain sebagainya. Blog pribadi itu aktif hingga kini meski penghuni tetapnya adalah jaring laba-laba. Silakan berkunjung.

Sang Maestro Adicara

Kepiawaiannya dalam menata kata mengantarkan beliau pada bejibun amanah untuk menjadi penata acara. Istilah lain yang familiar kita dengar sebagai pembawa acara, pemangku acara, master of ceremony (MC) atau dalam bahasa Jawa disebut dengan adicara. Karena keberanian mengambil amanah penting itu pula yang menjadi alasan mengapa beliau populer sebagai MC handal dan profesional.

Rentetan pengalaman personalitas menjadi pemangku acara dalam berbagai macam event--baik di kampus ataupun di lingkungan sosial masyarakat misalnya acara khitanan, pernikahan, tasyakuran, seminar, pelatihan dan lain sebagainya--itu tak jarang diceritakan beliau kepada kami  dalam upaya merenyahkan penyampaian materi. Selingan refleksi kehidupan, humor dan pengalaman personal ini tentu saja penting untuk menghidupkan suasana, menarik perhatian dan fokus selama perkuliahan dihelat.

Tidak sekadar berbagi pengalaman unik, lucu dan menandaskan butiran hikmah yang harus kami teguk akan tetapi beliau juga menjabarkan poin-poin penting yang harus diperhatikan dan dimiliki oleh seseorang yang diamanahi tugas sebagai pemangku acara. Tak jarang beliau berbagi tips, cara dan trik dalam mengelola bahasa: Pronomina, diksi, konjungsi dan lainnya; gestur, mimik dan bagaimana membangun kedekatan hubungan emosional dengan audiensi acara.

Dalam konteks penyelipan atau membubuhkan humor misalnya. Seorang pemangku acara khitanan tentu saja tidak dan kurang relevansi jika kemudian menyuguhkan kalimat humoris yang berlaku khusus dalam acara pernikahan. Begitupun sebalik dan seterusnya. Penyelipan atau membubuhkan kalimat humoris yang sesuai konsep dan konteks acara menjadi salah satu pijakan dasar yang harus disadari betul oleh pendapuk adicara.

Pertemuan dan Keakraban

Dalam konteks perkuliahan, beliau dikenal sebagai dosen friendly dan humble meski kemudian titel itu tidak menyurutkan ketegasan dan sikap kritis yang beliau miliki.  Contoh satu kasus sikap friendly yang tersemat dalam diri beliau adalah tatkala dalam sesi perhelatan perkuliahan tak jarang beliau menyebutkan satu nama mahasiswa yang beliau kenal.

Lantas nama mahasiswa tersebut dijadikan sebagai contoh, proyeksi ataupun analogi  yang beririsan dengan materi yang sedang dipelajari. Intensitas pencutatan nama itu kian lantang dikumandangkan manakala mahasiswa yang bersangkutan terindikasikan dekat, kenal dan menonjol di dalam kelas. Terlebih-lebih melakukan satu pelanggaran terhadap kontrak perkuliahan yang telah disepakati.

Sikap keakraban itu bahkan kerapkali timbul di dalam dan luar sesi perkuliahan. Selain kerap mencutat nama untuk dijadikan modeling, beliau juga terkadang kerap bernegosiasi dengan mahasiswa yang terlambat datang dan mengulik latar belakang mahasiswa tertentu. Upaya negosiatif, interogatif dan mengulik latar belakang tersebut mengkonstruksi relasi emosional yang menjadikan keakraban melintasi ruang dan waktu sebagai postulat.

Saya pribadi tatkala berstatus sebagai mahasiswa di kampus peradaban, adab dan  dakwah di beberapa kesempatan kerapkali bertemu beliau. Intensitas interaksi sosial itu kian gencar dilakukan pada masa-masa S1. Utamanya tatkala beliau menjadi dosen pengampu mata kuliah, menjabat sebagai ketua jurusan Aqidah dan Filsafat Islam dan dosen pembimbing akademik di fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah. Di masa-masa itu tegur sapa menjadi sesuatu hal yang lumrah terjadi.

Akan tetapi kelumrahan itu menjadi sesuatu hal yang mahal manakala beliau dimutasi ke fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan menjadi ketua jurusan Tadris Bahasa Indonesia. Pernah satu ketika tatkala beliau masih menjabat sebagai Kaprodi TBIN--namun belum dikukuhkan sebagai guru besar-- tidak sengaja saya bertemu dengannya. Beliau sedang duduk di meja kerjanya.

Kebetulan kala itu saya ada keperluan tertentu dengan salah seorang dosen homebase di sana. Akan tetapi mengetahui kehadiran Prof. Jery di sana, lantas saya menghadap dan bersalaman dengan beliau terlebih dahulu. Sepatah dua patah kalimat kerinduan sempat tertumpahkan kala itu. Bahkan beliau masih saja mengingat nama saya yang sudah menginjak masa-masa transisi kelulusan S1 saat itu.

Namun itu bukan pertemuan terakhir saya dengan beliau, sebab setelah itu, tepatnya dua tahun kemudian (2019), secara tidak sengaja saya dipertemukan dengan beliau dalam satu forum konferensi filsafat Islam internasional yang digarap oleh Pascasarjana UIN SATU Tulungagung. Dalam forum itu tampak beliau mendampingi dua orang mahasiswi jurusan TBIN untuk mempresentasikan paper yang mengusung tema feminisme dalam populasi lagu pop.

Lucunya, dalam forum itu pula beliau sempat memberikan sindiran telak kepada kelompok saya. Karena memang pada sesi presentasi paper kala itu kelompok saya tampil sedikit lebih lama daripada yang lainnya. "Enggak apa-apa kok lama. Memang presentasi kelompok kamu yang menjadi inti dari acara ini", seloroh beliau dengan nada guyon. Kelompok saya pun menimpalinya dengan tawa kecil yang tersungging di bibir.

Kini sang maestro adicara itu telah kembali ke haribaan-Nya. Pengetahuan sang linguis kembali bersatu pada pencipta makna hakikat kata yang tiada dua. Keberanian dalam berkarya dan jasa yang telah ditorehkan semasa hidupnya semoga menjadi lentera penerang menuju tempat pengembalian terbaik di sisi-Nya. Aminn.

Tertanda, bingkisan kecil dari muridmu yang tak pernah dewasa dalam memahami bahasa dan meracik kata.

Ciamis-Tulungagung, 31 Desember 2022


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal