Langsung ke konten utama

Kemelut; Upaya Menyadari Hakikat Hidup

Manusia terlahir dari rahim yang berbeda namun tercipta dari sumber yang sama. Manusia memiliki orangtua yang tidak sama, namun terbesarkan dari sari pati unsur yang sama. Bertumbuh-kembang di lingkungan masyarakat yang berbeda-beda, namun berpijak pada bumi yang sama. 

Dalam persepsi eksistensialisme; terpahami, masing-masing manusia seolah-olah sebelum lahir ke dunia telah bersepakat untuk menjadi pribadi yang dikehendaki versi dirinya. Mulanya terlahir tanpa secarik busana, namun kemaruk kemudian menjadi karakter candu yang terbenam jauh dalam benaknya.

Karakter candu yang menghendaki segala sesuatu berada dalam genggamannya. Semua hal yang ada di dunia ini ingin dimilikinya. Ini-itu adalah deretan target yang melulu dikeruk dan ditarik untuk menyumpal hasrat nafsunya. Sayang, semakin tersumpal  hasrat nafsunya justru semakin banyak tuntutan yang harus dipenuhi oleh dirinya.

Besarnya hasrat untuk memiliki dan mengejar kepuasan untuk mengecap segala sesuatu pun menjadi mimpi yang terus menggila, terjaga harapan melintasi dimensi ruang dan waktu. 

Terus mencari tanpa mengenal hari. Kian berjimbaku mengabaikan pergantian minggu. Menatap jauh ke depan tanpa menghiraukan berapa banyak pasang-surut cahaya rembulan. Terus membangun kenikmatan hidup yang paripurna dari tahun ke tahun dalam lamunan.

Takala itulah sebenarnya manusia sedang hidup di masa depan. Ia menyadari, penolakan terhadap harapan berarti penolakan untuk percaya apapun melebihi apa yang ada dalam kehidupan. Namun, di sana juga sesungguhnya manusia sedang melupa, bahwa terlalu banyak harapan tanpa aksi hanya akan membuatnya hidup di masa depan. Terlalu banyak harapan terkadang membuat orang tidak fight, tidak mau turun gelanggang. Terbuai hidup dalam dunia imajinasi yang piawai memalingkan kesadaran atas wajah nyata realitas dunia.

Sampailah manusia pada satu kesimpulan yang membingungkan; justru dengan tidak memiliki harapan, bukankah manusia akan termotivasi untuk hidup sepenuhnya di setiap momen peristiwa yang dia hadapi saat ini?. Tapi masalahnya, apakah ada manusia yang mampu menjalani hidup di dunia ini tanpa ada setitik harapan? Bukankah hidup tanpa setitik harapan itu sangat mengerikan? Keadaan yang hanya akan menggiring kita pada kubangan keputusasaan.

Lain halnya menurut Albert Camus; He who despairs of the human condition is a coward, but he who has hope it is a fool. Penegasan Camus ini menunjukkan bagaimana cara kita menghadapi kenyataan hidup di dunia.  Hiduplah hari ini jangan mudah tertipu bejibun harapan dan tenggelam di dalamnya.

Lakukanlah yang terbaik sekarang, karena tidak ada yang tahu dengan hari esok. Hidup itu bagaikan uap yang tampak sejenak lalu menghilang (life is like a vapor, it's there and gone in a second), nasihat si Akoh dalam hikayat Martabak Bangka.

Mungkin iya, manusia akan mengalami kegoncangan diri yang sesungguhnya, tatkala ia berusaha keras memaknai hakikat kehidupan yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya. Namun, dalam kebuntuan dan absurbditas yang sedang dihadapi itulah sesungguhnya manusia akan menemukan rumus dalam menatap arti kehidupan.  When you lose your ways, you find yourself, (Dunia dalam kita).

Disadari ataupun tidak, kehendak ingin memiliki-meng-Aku-kan- segala sesuatu yang disandarkan pada rapalan harapan itu lambat laun menjadi benalu dalam hidup manusia. Benalu yang kemudian menjadi rambu-rambu yang akan lantang mendikte kesadaran diri tentang bagaimana cara ia harus bekerja. 

Kesadaran diri ini terus menggema dan menggelora di dalam dada, hingga akhirnya menjadi obsesi dan cita-cita. Dua hal yang seakan-akan menjadi tujuan utama khalayak manusia yang harus diraih semasa hidupnya. Dua hal sakral yang terkadang -khalayak asumsikan- menjadi lambar alasan  mengapa manusia terlahir ke dunia.

Pertanyaan selanjutnya, apakah atas dasar itu pula setiap manusia memaknai hakikat kehidupan di dunia ini, adalah kompetisi sengit yang melulu menuntut posisi strategis sebagai juara? saling menyikut di antara sesama, guna melenggang seenaknya. Sementara menjatuhkan orang lain dianggap lumrah adanya.

Selalu ada jalan keluar untuk membenarkan apa-apa yang dikehendaki dirinya. Apapun itu yang ada di sekitarnya adalah tunggangan terbaik memuluskan akal muslihatnya. Meraih cita-cita pribadi jauh lebih penting dari seberapa banyak mengorbankan nyawa orang lain. Mengukuhkan diri pribadi sebagai superioritas dalam setiap keadaan sembari menuding-nuding yang lain sebagai musuh abadi yang harus ditundukkan. Memposisikan yang lain sebagai objek opresi ego -keakuan- yang dipandang tenggelam dalam lautan inferioritas. 

Ah, gila memang, carut-marut pertarungan kehendak manusia, hukum alam dan takdir Tuhan terus-menerus berkecamuk dalam diri manusia. Belum lagi, ditambah dengan pertarungan yang disebutkan oleh Ibnu Miskawaih; kecenderungan berbagai kehendak jiwa yang terus bergejolak di dalam lubuk hati manusia itu sendiri. Kecenderungan gejolak kehendak jiwa yang selanjutnya mendorong seseorang untuk melakukan tindakan apa saja tanpa memerlukan pemikiran dan perhitungan sebelumnya. 

Sampai di sini, saya pikir, untuk memahami hakikat kehidupan kita di dunia, alangkah baiknya dimulai dengan mengenal diri pribadi secara mendalam. Sebagaimana Al-Ghazali berpesan; "Ia yang mengenal dirinya adalah yang merasakan kebahagiaan sejati". 

Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa rabbuhu, (barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya). Hadits Rasulullah Saw.

Logikanya sederhana, jikalau manusia tidak mengenali siapa diri pribadi sesungguhnya, bagaimana mungkin manusia akan mampu memahami, menyadari dan mengerti hakikat dari kehidupannya. Jika tidak mengerti hakikat kehidupannya lantas bagaimana mungkin manusia akan sampai pada kebahagiaan hakiki yang dicita-citakannya. 

Ah, nampaknya benar apa yang ditandaskan Fahrudin Faiz; "Tipuan paling besar yang dialami oleh manusia itu bukan karena ditipu oleh orang lain, tapi ditipu oleh pandangannya sendiri". 

Atas dasar itu pula, sebelum tersesat lebih jauh, mari kita sama-sama mengoreksi tujuan hidup, cita-cita dan pandangan diri pribadi masing-masing secara intensif. Jangan sampai, apa-apa yang kita yakini sebagai kebenaran hanya sekadar egoistis yang diam-diam mencari keuntungan sepihak. Jangan sampai, apa-apa yang kita cita-citakan hanyalah wujud kenistaan yang bertolakbelakang dengan kebahagiaan sejati yang diidamkan. 

Ah, ini hanya sekadar gubrisan menohok untuk diri pribadi saja, bukan lantas menggurui atau menasehati orang lain. Bagaimanapun, syukur Alhamdulillah, saya masih diberi kesempatan untuk mengoreksi banyak celah kekurangan yang ada di dalam diri pribadi saya. 

*Catatan pembelajaran: tulisan ini tertuang begitu saja di balik persimpangan kehendak; antara mereview buku "Filosof Juga Manusia" karya Fahrudin Faiz, mereview hasil webinar seminar nasional membangun budaya literasi pada hari Sabtu, pekan kemarin, menyikapi opini tentang new normal dan mereview film "Ketika Bung Karno di Ende". Semoga di lain waktu semuanya berhasil saya wujudkan.

*Semoga tulisan receh ini bermanfaat  bagi khalayak pembaca dan semata-mata bukan sekadar usaha menggugurkan kewajiban saya untuk menulis. 

Tertanda manusia yang papa,
Tulungagung, 6 Juli 2020










Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal