Kontinuitas rutinitas
perkuliahan tidak berjalan lancar sebagaimana mestinya. Diadakannya acara
penutupan Pekan Santri yang bertempat di Aula Utama IAIN Tulungagung pun menjadi
suatu alibi pasti yang menyebabkannya. Proses lobying antara mahasiswa dengan
dosen pun tidak dapat dipungkiri akan kejadiannya, (mahasiswa bijak selalu
bermusyawarah, mengambil mufakat dengan dosennya, hehe).
Gelaran karpet
merah yang terhampar pun mulai mengkontruk distance antara kosong dan
kepadatannya, antara keluasan dan kesempitan ruangan di dalamnya. Koaran persuasif yang dilontarkan pun menjadi
isyarat terhadap jamuan yang dipersembahkannya.
Gerombolan dua kaki yang melangkah
linier pun, seakan-akan tersihir untuk menuju tempat yang telah tercepaki, terdekorasi
rapi, menarik perhatian lalu lalang para pejalan kaki. Tatkala memasuki halaman
tempat acara tersebut, sekotak konsumsi yang ditawarkan pun tidak luput dari
hidangan yang disediakannya. Meskipun sederhana demikian, setiap tangan peserta
yang berkenan hadir pun tidaklah lupa terhadap haknya yang harus tergenggam, (di
sisi lain mungkin mereka akan menawar untuk menambah kembali, tatkala melihat
isi yang tersaji, *eh.. eit dah keceplosan).
Ruang yang telah terkonstruk sedemikian
rupa mulai dihinggapi. Dipadati oleh deretan baris peserta yang antusias (berpartisipasi)
dalam acara tersebut, kian jelas nampak mewarnai situasi. Dalam ruangan
tersebut, nampak jelas tidak ada sekat antara mahasiswa dan mahasiswi. Namun
yang ketara jelas, deretan baris depan yang hanya diperuntukkan bagi
reng-rengan penjabat, para dosen dan staf akademisi lain yang berdomein di
kampus.
Tidak lama kemudian, acara penutupan
Pekan Santri tersebut di mulai. Beberapa persembahan hiburan yang menarik ditampilkan.
Nah, tatkala pertunjukkan hiburan tersebut. Perhatian saya pun seakan-akan terhipnotis
oleh hiburan yang ditampilkan, (tidak mampu berpaling dari satu fokus yang
diperhatikan). Eit... jangan berpikir yang aneh-aneh dulu kawan. Begini kawan, tatkala
teman-teman Nasyid beraksi di depan, memori pikiran saya pun seakan-akan flashback
ke histori zaman MA dahulu, (tiga tahun belakangan). Tatkala itu sangat
teringat jelas bahwa saya merupakan bagian dari salah satu personil dari empat
orang personil yang tergabung dalam group nasyid Smash El-Nada. Ya...group nasyid
Smash El-Nada, sebuah generasi nasyid pertama yang dibentuk pada zaman MA saya
dahulu. Tidak dapat dipungkiri bahwa
nama group tersebut memang terilhami dari sebuah boyband ternama, yang sedang
booming tatkala itu. Mungkin kawan-kawan sendiri telah mengerti akan boyband
apa yang dimaksudkan, iya gak?
Lagu yang menjadi andalan group
nasyid Smash El-Nada tatkala itu, sangatlah jelas saya masih paham betul dengan
judul lagu tersebut. Sebut saja judul dari lagu tersebut “Raja diri”. Ya...
Raja diri, sebuah lagi yang mendeskripsikan akan urgensi hati terhadap tindak kehidupan.
Namun sayang, group Smash El-Nada
tersebut pun kini hanya menjadi kenangan yang mengukir indah di memori. Semua
personil yang pernah bersama, berkumpul dan menjalin kekeluargaan pun telah
menjalani hidupnya masing-masing. Meskipun kadang kala kami masih sering
melakukan komunikasi lewat media sosial lumrah yang ada.
Komentar
Posting Komentar