Langsung ke konten utama

Forling Ta'arufan

Suatu agenda besar di malam weekend telah terlaksanakan. Ya, betul demikian. Rasa-rasanya tidak dapat tersembunyikan dan terelakkan, bahwa pada malam minggu (03/10) suasana diri pribadi tidak lagi terselimuti rona rutinitas seperti biasanya. Pasalnya, pada malam itu suatu agenda besar yang telah terjadwalkan harus menghanyutkan diri saya menuju muara tempat yang telah ditentukan. (*demi mengikuti pergaulan wawasan pengetahuan. Meskipun tatkala itu saya datangnya telat, hehe). Yang lebih tepatnya lagi, yakni agenda Forling (Forum Keliling) HMJ FA (Himpunan Mahasiswa Jurusan Filsafat Agama) yang diikuti oleh Mahasiswa jurusan FA dan KPI (Komunikasi Penyiaran Islam), (*jurusan KPI merupakan salah satu jurusan yang terkategorikan baru, dalam Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah).
Tema dan tujuan yang diusung pada acara Forling kali ini pun berasaskan pada tali silaturahmi demi menjalin keakraban dalam kekeluargaan. Atau mungkin yang lebih tepatnya lagi, yakni acara Forling kali ini sebagai ajang ta’arufan. Dengan alasan, bahwa Forling kali ini adalah awal perkenalan bagi para MABA (Mahasiswa Baru) terhadap serangkaian agenda, tradisi dan kultur HMJ yang harus lestari diikuti oleh mereka (para generasi) yang bersangkutan.
Tanpa melirik, resah dan risau akan jumlah peserta yang hadir dalam acara tersebut. Dan memilah-milah jurusan apa yang menjadi domein. Semangat akan keilmuan pun nampak jelas tumpah dalam small group perdiskusian, (*asumsi saya yang melihat keadaan kongkrit ditempat kejadian). Tatkala itu hampir semua sudut ruangan rumah pun ketara jelas diwarnai oleh suasana khas dalam perdiskusian.
Topik yang menjadi pembahasan dalam perdiskusian pun dapat dikategorikan sebagai suatu materi pembahasan yang mendasar namun spesifik mendalam. Atau yang lebih tepatnya lagi membahas tentang ruang lingkup kefilsafatan. Mulai dari metode yang digunakan, ruang lingkup pembahasan, definisi dari filsafat, dan lain sebagainya yang bersangkutan dengan materi pembahasan.
Lama-kelamaan perdiskusian pun kian asyik, menumpahkan semangat keilmuan yang meluap-luap. Yang demikian pun ketara jelas, tatkala satu kelompok dari yang lain berusaha mempresentasikan hasil perdiskusiannya di depan khalayak teman. Beberapa saran dan kritikan pun sempat menghujani pembahasan yang sedang disajikan. Selain itu, beberapa referensi yang mengemukakan asumsi pemikiran tokoh pun sempat tumpah mewarnai keadaan. Dan hal yang demikian seakan-akan menjadi tamparan keras yang mengkontruksi kesadaran akan pentingnya bekawan dengan dunia literasi perbukuan.    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Koleksi Buku sebagai Pemantik

Dokpri buku solo ke-10 Saya kira transaksi literasi saya dengan Qadira akan usai seiring tuntasnya koleksi komik yang dibaca namun ternyata tidak. Di luar prediksi, transaksi literasi itu terus berlangsung hingga kini. Kini dalam konteks ini berarti berlangsung hingga detik-detik akhir pelaksanaan Sumatif Akhir Semester genap.  Keberlangsungan ini, jika boleh menerka, hemat saya tak lain karena provokasi dan motivasi yang saya berikan. Tepatnya saat mengembalikan buku terakhir yang saya pinjam. "Besok, koleksi komiknya ditambah ya. Nanti ustadz pinjam lagi. Bilang sama ibu, mau beli komik lagi supaya bisa dipinjamkan ke teman-teman sekolah", seloroh saya setelah menyerahkan komik. Qadira menganggukan kepala pertanda memahami apa yang saya katakan.  Motivasi itu saya berikan bukan karena saya ketagihan membaca komik gratisan, sungguh bukan seperti itu, melainkan dalam rangka memantik geliat memiliki koleksi buku mandiri. Motifnya sederhana, dengan memiliki koleksi buku mandiri...