Langsung ke konten utama

Memahami Anak Disleksia dari Film Taare Zameen Par

Dokpri: Gambar hanya ilustrasi 


Judul Film: Taare Zameen Par

Sutradara: Amir Khan

Produser: Amir Khan

Penulis & Creative Director: Amole Gupte

Pemeran: Amir Khan, Darsheel Safary, Tisca Chopra, Vipin Sharma, Sachet Engineer, Tanay Cheda, Lalitha Lajmi, Girija, Ravi Khanwilker, Pramita Kulkarni, Meghna Malik, Sonali Sachdev, Sanjay Dadich, Raaj Gopal Iyer, Bugs Bhargava.

Penata musik: Shankar-Eshaan-Loy

Sinematografer: Setu

Penyunting: Deepa Bhatia

Distributor: Amir Khan Productions, UTV Home Entertainment (India-DVD), The Walt Disney Company (internasional-DVD)

Tanggal Rilis Film: 21 Desember 2007, 25 Juli 2008 (India-DVD), 7 April 2009 (internasional-DVD)

Durasi: 140 menit

Bahasa: Hindi, Inggris

Anggaran: Rs. 12 Crores

Pendapatan kotor: Rs. 131 Crores


Apa yang ada dalam benak Anda selama ini tentang film India? Dramatis, romantis dan heroik. Ya, mungkin tiga kata itu cukup representatif untuk mewakili citra hilirisasi industri film India (Bollywood) dalam dunia perfilman yang ada dan menjadi jamuan hangat tatkala liburan tiba. Utamanya film India yang diproduksi di tahun 2000-an  seperti Kuch Kuch Hota Hai, Kabhi Khushi Kabhie Gham, Mohabbatein, Koi Mil Gaya, Kal Ho Naa Ho, Mujhse Dosti Karoge! Dan lain sebagainya masih mengandung bawang merah dan magis yang dapat membius para penontonnya. 

Berbeda halnya dengan film Taare Zameen Par garapan Amir Khan yang berusaha mengambil posisi out of the box. Berusaha mengelaborasi citra dramatis, romantis dan heroik  film Bollywood yang lekat dengan erotisme percintaan berusaha dijadikan sebagai jalan menyingkap ketimpangan dalam dunia pendidikan. Seperti yang kita ketahui bersama, kebiasaan di sekolah dasar umumnya senantiasa memukul rata potensi bawaan setiap siswa. Seakan-akan semua siswa berada pada posisi yang sama: secara fisik, intelegensi dan psikis.

Penyamarataan itu dibuktikan dengan metode mengajar guru yang tidak memilah-milah. Siapa pun itu muridnya harus (dipaksa) mampu untuk mengerti dan memahami atas materi pelajaran yang disampaikan. Metode klasikal adalah salah satu warisan budaya mengajar dari para leluhur yang paling lumrah digunakan. Padahal metode itu belum tentu cocok bagi siswa penyandang disleksia seperti Ishaan. Ishaan merupakan tokoh utama dalam film ini. 

Dalam satu adegan ditampilkan Rajan Damodaran (teman sebangku Ishaan sekaligus siswa terpintar kelas 3 di sekolah) saat pelajaran sastra bersama Pak Tiwari ditunjuk untuk membacakan puisi. Sedangkan Ishaan terpilih untuk  menafsirkan kandungan puisi yang berjudul Perspektif. 

*****

Perspektif

Ketika aku melihat dari atas, kamu adalah sepotong awan dari langit. Sampai gajah yang haus datang atau teman-teman saya melompat, bel sepeda atau kerikil. Atau bahkan tingkat orang buta bisa melakukannya. Kemudian gambar langit itu larut. Dan kamu menjadi sungai lagi. 

****

Tafsiran Ishaan: Apa yang kita lihat, kita rasakan. Dan apa yang tidak kita lihat, kita merasakannya. Tapi kadang-kadang, apa yang kita lihat, sebenarnya tidak nyata. Dan apa yang kita tidak lihat adalah yang sebenarnya terjadi. Tafsir Ishaan ini mengambil sudut pandang realis. Akan tetapi Pak Tiwari justru tidak puas dan menghargai cara penafsir Ishaan. Bahkan malah mencemoohnya. 

Minu Patel ditunjuk Pak Tiwari sebagai siswa yang harus menafsirkan dengan baik dan benar. Lantas, dengan lantang Minu mengatakan: "Penyair mengatakan, ketika dia melihat sungai, dia melihat langit di dalamnya. Dengan menggunakan objek yang berbeda, dia meruntuhkan pantulannya. Dan kemudian kita menyadari bahwa itu sungai." Minu menafsirkan puisi itu secara tekstualis, sehingga mendapatkan reaksi tepuk tangan dan jempol dari Pak Tiwari. 

Mengetahui hal itu Ishaan menundukkan kepala. "Kamu menjelaskan dengan benar arti puisi itu. Yang lain hanya menjelaskan dengan berbelit-belit. Pak Tiwari hanya menginginkan yang ribet. Jadi ingat apa yang dia katakan dan diulangi, seperti burung beo", Rajan Damodaran menyemangati Ishaan. Rajan memberi pengertian yang menukik dan tajam, bahwa hakikat pendidikan itu bukan untuk menjadi bebek yang sekadar pandai menirukan. 

Di hari yang berbeda, saat kelas seni, Ishaan terpalingkan perhatiannya pada keharmonisan burung induk yang sedang menyuapi kedua anaknya. Sang guru yang melihat kejadian itu lantas jengkel (marah) dan melemparkan kapur tulis yang mengenai bagian kepalanya. Ishaan kaget, dibentak dan disuruh untuk menyebutkan tanda titik terkecil dalam black board yang sebelumnya telah dibuat oleh sang guru. Lantas karena hal itu jari Ishaan dipukul lima kali. 

"Aku ingin bentuk sempurna. Jika tidak, kupukul kau di tangan yang satunya", ancam sang guru. Persis cara mendidik siswa di tahun 2000-an. Kekerasan dipandang sebagai solusi terbaik dalam memecahkan ketidakmampuan siswa menyerap materi tatkala di dalam kelas. Tentu itu sudah menjadi makanan setiap hari pada zaman itu. Sedangkan jika ditinjau dari tata tertib kurikulum merdeka, kasus demikian telah terkena pasal karena sudah menyalahi aturan yang berlaku. 

Konflik lain muncul tatkala latihan baris-berbaris Ishaan kebingungan menyinkronkan antara menggerakkan tangan, kaki dan pekikan instruksi. Lantas sang guru menegur, "Ishaan, apa yang kamu lakukan? Kamu merusak tatanan berbaris. Keluar." Ishaan menampilkan kekurangan dirinya sebagai anak disleksia yang sulit mengikuti instruksi dari orang lain. 

Pun begitu juga tatkala Ishaan mengikuti kelas bahasa yang sedang menjelaskan perbedaan antara pronomina, nomina dan preposisi serta fungsi tanda seru penyakit disleksia Ishaan semakin menggila. Rangkaian kata dalam black board menari dan bertukar posisi. Bahkan tulisan dalam buku tulis menari-nari. Ishaan stress dan merobek buku miliknya. 

Ishaan menjadi alergi terhadap buku dan alat tulis. Ia banyak melamun hampir di setiap tempat. Bahkan sampai membuang semua buku miliknya ke dalam tempat sampah. Melempar tasnya ke hutan belakang asrama, dan dari dalam tas tersebut berhamburan laba-laba yang berbentuk alfabet. 

Kini setiap kata bahkan huruf alfabet adalah musuh terbesarnya. Hampir dalam setiap pelajaran bukunya dicoret-coret hingga sobek. Bahkan tulisan yang ada di board pun tidak luput dari bahan pelampiasannya. Hingga akhirnya hampir setiap hal yang ia pandang dari sanalah koloni laba-laba alfabet berhamburan keluar. 

Dari kejadian itu, Ishaan semakin murung dan hilang semangat belajar. Bahkan sudah putus asa. Keadaan itu mendorong semua guru mengevaluasi hasil belajar Ishaan yang ternyata hasilnya nol besar. Ishaan ditertawakan hebat oleh teman sekelasnya. Dibully, dikucilkan dan dilegitimasi pemalas serta idiot oleh semua gurunya. Puncaknya Ishaan lari ke kamar, dan menangis di atas ranjangnya. 

Saking traumatisnya ia mengurung diri di kamar asrama. Ayah, ibu dan Yohan membujuknya untuk keluar. Namun Ishaan mendobrak pintu dan belari mengelilingi lapangan hingga berkali-kali sambil menangis. 

Psikis Ishaan hancur. Tidak ada lagi kasih sayang yang terpancar dalam wajahnya. Bahkan kerinduan kepada sosok ibu yang didambakannya pun telah hilang. Hidup Ishaan benar-benar kosong. Hobi menggambar Ishaan pun luntur. Tidak ada satu hal pun yang menarik lagi bagi diri dan hidupnya.

Saat liburan sekolah tiba, keluarga menjemput Ishaan untuk pulang. Meski dalam dekapan ibunya dengan mata yang terpejam, namun Ishaan masih merasakan kegetiran. Dirinya mengigil dan terisak-isak. Fisiknya tidur namun jiwanya masih berkubang dalam derita yang terus menganga. 

Lagu di scene saat Ishaan menyaksikan pertandingan badminton antara ayah dengan Yohan menegaskan keadaan psikologis Ishaan yang sesungguhnya, "mataku kosong. Air mata pun telah habis. Diam mengisi hatiku. Aku merasa sakit yang amat sangat. Aku mati rasa. Merasa semua telah meninggalkan aku. Aku kosong. Kau tahu segalanya kan, Maa???"

Waktu liburan habis. Di satu sesi awal masuk sekolah Rajan melihat Ishaan sedang menikmati pemandangan dengan bertengger di pagar dianggap sebagai upaya bunuh diri. Rajan terjatuh dan Ishaan membantunya berdiri. Pak Holkar (yang merupakan guru seni di sekolah) pindah ke New Zealand. Akhirnya, posisi itu digantikan oleh Pak Nikumb. Guru khusus anak-anak disabilitas di sekolah kecil di pelosok desa. 

Pak Nikumb sebagai guru seni megiringi  kedatangannya dengan meniup seruling, menggunakan kostum badut, dan mengajak anak-anak berjoget. Anak-anak tertawa lepas. Apersepsi ini menarik perhatian, keakraban dan menawan rasa penasaran anak yang tinggi. Menjungkirbalikkan budaya tari dalam India yang identik dengan romansa erotis is menjadi media ampuh interaksi; perkenalan dan analisis sosial anak. 

Kebebasan dalam menuangkan ide. "Meja terlalu kecil untuk imajinasi kalian yang luar biasa. Gali pikiranmu dan keluarkan gambar. Kemudian tuangkan di atas kertas. Bersenang-senang. Di sini, kalian bebas." 

Titik terang satu. Nikumb mulai penasaran tentang keadaan Ishaan. 

Nikumb menyimpan karya anak-anak di laci guru. Akan tetapi guru sastra menegurnya dan mengatakan bahwa Pak Holkar tidak pernah menyimpan karya anak-anak di laci. Laci hanya untuk buku saja. Kembalikan saja ke anak-anak. Lagian, apa gunanya? Ia mengatakan sambil tertawa. 

Pak Nikumb hanya tersenyum kecil. Dia mengatakan bahwa jika anak-anak tidak mengekspresikan emosi di kelas seni, di mana seharusnya? Anak-anak bahagia, aku juga bahagia. Apersepsi model guru Nikumb dipandang gak relevansi diterapkan di sekolah formalitas oleh guru bahasa dan sastra. Karena alasa sekolah Pak Nikumb adalah untuk anak-anak disabilitas yang dipandang tidak memiliki masa depan. Sementara di sekolah formal kompetisi ketat, membuat masa depan. 

Pak Tiwari membuat pembela diri dengan menyebutkan motto sekolah kita teratur, disiplin dan kerja keras. Tiga pilah kesusksesan. Pondasi pendidikan lengkap. 

Titik terang dua, Nikumb menemukan Ishaan kerapkali dihukum di depan pintu dalam setiap pelajaran lain. Pemantik observasi kedua. 

Titik terang tiga, Pak Nikumb mulai menanyakan Ishaan lewat Rajan. Bagaimana keadaannya. Masalah apa yang sedang mengganggunya karena dia selalu tampak begitu ketakutan. Asalamya karena dia ingin pulang. Dia anak baru. Masalahnya dia tidak bisa membaca atau menulis. Dia selalu dihukum. Bukunya penuh dengan coretan merah. 

Nikumb mulai mengevaluasi semua buku hasil kerja Ishaan dari semua laci para guru kelas 3 D. Dan ia merasa bersedih karena masalah Ishaan. Di sela-sela mengajar di sekolah Tulips, ia bercerita kepada Jabeen-teman gurunya: "manusia itu kejam. Makhluk yang tidak sensitif dan buta. Buta terhadap keindahan, buta terhadap perasaan. Rasanya seperti melihat dirimu di cermin. Dia dalam bahaya. Siswa delapan sampai sembilan tahun. Tidak pernah berkata-kata. Selalu tertekan, ketakutan. Matanya berteriak minta tolong. Aku takut dia akan tenggelam. 

Titik terang 4. Ram Shankar Nikumbh (pengajar New Era School di Panchgani) mengkonfirmasi ke rumah Ishaan. Nikumbh memeriksa semua buku pelajar Ishaan dan mengklarifikasi potensi dan kendala Ishaan. Ia terkejut dengan hobi menggambar Ishaan yang luar biasa. Ia menanyakan masalah yang dihadapi Ishaan namun ayahnya malah menjelaskan gejala. Nakal, sulit dan tidak naik kelas. 

Ishaan mengidap penyakit Disleksia. Dengan melihat pola kesalahan yang terus diulang oleh Ishaan. Kesulitan mengenal huruf. Ketika anda membaca Apple maka dipikirkan anda pasti muncul buah apel. Ishaan tidak bisa membaca kata jadi dia tidak bisa mengerti apa artinya. Dalam membaca dan menulis itu penting untuk menghubungkan suara dengan simbol kita tahu arti kata tersebut. Ishaan tidak memenuhi persyaratan dasar ini. Kesulitan membaca dan menulis disebut disleksia. 

Kadang-kadang, anak seperti ini juga mengalami kesulitan lainnya. Kesulitan mengikuti beberapa perintah, lanjutkan ke jalan 65, bab 9, paragraf 4, baris 2. Lemah dalam refleks, memasang kancing, mengikat sepatunya, tidak mampu menangkap bola dengan baik. Ketidakmampuan dasar itu menjadikan kepercayaan dirinya hancur. Menyembunyikan kekurangannya pada kenakalannya. Dia pasti dikalahkan dunia. 

Di luar sana, dunia yang tak kenal ampun. Dunia yang penuh dengan persaingan. Di mana semua orang ingin menjadi yang paling hebat dan nomor satu. Semua orang ingin nilai yang bagus. Demi Tuhan, pikiranlah bahwa setiap anak memiliki keterampilan yang unik, kemampuan dan impian. Tapi tidak semua anak mampu mewujudkannya tekanan dan ambisi dari orang yang menuntutnya. 


Intermision

Scene menyadarkan Ishaan. Membangun kepercayaan diri dengan mengisahkan para tokoh yang mengidap disleksia. Terus memberikan ruang untuk dimulai bangkit. Nikumbh berinisial untuk membimbingnya dengan izin kepada kepala sekolah. Namun kepala sekolah justru menjadikan disleksia sebagai alasan untuk mengeluarkan Ishaan dari sekolah. Nikumbh meyakinkan kepala sekolah bahwa Ishaan adalah anak yang pintar. Dan dia hanya butuh sedikit bimbingan saja. Ishaan justru anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Dia memiliki hak sekolah secar normal. Bahkan semua anak tidak peduli apa masalah dirinya yang terpenting belajar bersama. 

Pendidikan untuk semua jenjang adalah hal semua anak. Masalahnya hanya sedikit sekolah yang mengikutinya. Anak akan mengatasinya sendiri dengan bantuan dari guru. Dua atau tiga jam dalam seminggu Nikumbh melakukannya. Sementara untu mata pelajar lain dia lewatkan saja. Bakatnya di bidang lain. Setiap anak memiliki bakat asli. Oscar Wilde berkata,"orang yang sinis adalah orang yang tahu harga dari apa pun dan nilai dari ketidakadaan." Flipbook unik. 

Langkah evaluasi:

1. Mendiskusikan setiap kesalahan yang dilakukan dengan anak

2. Mengenal huruf dengan media pasir

3. Menghafalkan huruf dengan goresan di lengan

4. Menuliskan huruf dengan cat warna di kertas

5. Membentuk huruf dengan malam

6. Membentuk angka dan huruf di board bergaris kotak-kotak kecil 

7. Mengasah kreativitas menggunakan puzzle magnet

8. Menulis dengan cara didikte

9. Belajar speaking dan mengulang bacaan menggunakan rekaman

10. Belajar penambahan dan pengurangan menggunakan anak tangga

11. Latihan yang ketat

Scene ayah Ishaan datang ke sekolah menemui Nikumbh hanya untuk memberitahu bahwa dirinya dan istrinya telah belajar mengenai Disleksia supaya dianggap perhatian sama Ishaan. 

Nikumbh, perhatian sangatlah penting. Perhatikan memiliki kekuatan untuk menyembuhkan. Seperti salep untuk nyeri. Anak-anak membutuhkannya. Pelukan, ciuman penuh cinta, sekarang dan seterusnya untuk menunjukkan bahwa anda peduli. Katakan, aku mencintaimu nak.  Jika ada yang membuatmu takut, datanglah padaku. Bagaimana jika engkau terjatuh? Jangan khawatir aku ada untukmu, nak. Jaminan. Perhatian. 

Pulau Salomo. Di pulau Salomo ketika pribumi ingin membangun tempat tinggal di hutan tersebut. Mereka tidak menebang pohonnya. Mereka hanya berkumpul disekitar pohon dan berteriak. Serta mengutuk dan mengumpat pohon tersebut. Dan dalam hitungan hari pohon tersebut layu. Mati dengan sendirinya. 

Di dalam diri kita ada sebuah permata yang bisa mengubah dunia. Karena mereka bisa melihat dunia dengan sisi yang berbeda. Cara berpikir mereka unik. Dan tidak semua orang bisa mengerti mereka. Mereka penentang. Namun mereka muncul sebagai pemenang. Dan dunia takjub. (Scene Ishaan menyisir rambut pada waktu dini hari sebelum berangkat menyaksikan keindahan terbitnya mentari).

Terima kasih untuk semua anak-anak, orang tua dan guru, yang telah membagi kehidupannya dengan kita dan membukakan jendela untuk kita agar dapat melihat dengan jelas. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Make a Deal

Gambar: Dokumentasi Pribadi saat bertamu di kediaman mas Novel Jauh sebelum bedah buku Tongkat Mbah Kakung digemakan sebenarnya secara pribadi saya berinisitif hendak mengundang mas Novel ke SPK Tulungagung. Inisiatif itu muncul tatkala saya mengamati bagaimana himmah dan ghirah literasi dalam dirinya yang kian meggeliat. Terlebih lagi, 2 tahun belakangan ia berhasil melahirkan dua buku solo: Tongkat Mbah Kakung: Catatan Lockdown dan Teman Ngopi (Ngolah Pikir) . Dua buku solo yang lahir dibidani oleh Nyalanesia.  Apa itu Nyalanesia? Nyalanesia merupakan star up yang fokus bergerak dalam pengembangan program literasi di sekolah secara nasional. Karena ruang lingkupnya nasional maka semua jenjang satuan pendidikan dapat mengikuti Nyalanesia. Hanya itu? Tidak. Dalam prosesnya tim Nyalanesia tidak hanya fokus memberikan pelatihan, sertifikasi kompetensi dan akses pada program yang prover,  melainkan juga memfasilitasi siswa dan guru untuk menerbitkan buku.  Konsepnya ya memberdayakan pot

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal