Langsung ke konten utama

Cikal Bakal Perpustakaan Lembaga

"Hidup adalah keseimbangan antara memegangi dan melepas", Rumi.

Satu semester lebih berjalan semenjak kepindahan, lebih tepatnya pada pertengahan tahun 2019, PH TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung mendapatkan kabar bahagia setelah membaca chat via WhatsApp dari Pak Sinung. Beliau mengabarkan bahwa ada salah seorang relawan yang menghubunginya dan ia hendak menghibahkan beberapa eksemplar buku. Terkait hal itu, Pak Sinung memberikan contact person relawan dan mengintruksikan Mas Zakaria untuk komunikasi langsung dengan pihak yang bersangkutan.

Komunikasi di antara dua belah pihak pun terjadi. Kebetulan kala itu Mas Zakaria yang berusaha membangun komunikasi via WhatsApp dengan pihak relawan. Setelah sedikit basa-basi, lantas pihak relawan meminta alamat lengkap kantor baru TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung. Dengan catatan, seingat saya kala itu pihak relawan juga menegaskan bahwa ia tidak bersedia untuk menanggung biaya pengiriman barang, sehingga untuk biaya pengiriman barang dilimpahkan kepada pihak TPQLB. 

Mengetahui persyaratan yang diajukan oleh pihak relawan, sontak Mas Zakaria sempat mendiskusikan hal itu dengan PH TPQLB. Sebab bagaimanapun hal itu berhubungan banyak dengan keadaan keuangan yang tersedia di kas TPQLB. Tak berselang lama, akhirnya setelah memastikan kondisi keuangan yang stabil ditariklah satu kesimpulan, disepakati bersama bahwa TPQLB siap menanggung biaya pengiriman barang via ekspedisi yang dipilih langsung oleh pihak relawan.

Kala itu Mas Zakaria sempat bertanya terkait kuantitas dan jenis buku yang dikirim, namun pihak relawan hanya menegaskan bahwa buku-buku tersebut berjenis komik dan totalnya kurang lebih sekitar satu kardus. Tentu konfirmasi ini penting karena berhubungan langsung dengan total biaya pengiriman barang yang harus kami bayar. Selain itu, Mas Zakaria juga berusaha memastikan terkait kapan paketan buku-buku tersebut akan dikirim dari pihak relawan. Pihak relawan tidak menyebutkan tanggal, hari dan waktu pengiriman, yang jelas barang akan dikirim secepatnya.

Kurang lebih tiga-empat mingguan berselang barulah pihak relawan chat Mas Zakaria. Ia memberi kabar bahwa buku-buku yang dijanjikan telah dikirim via ekspedisi pengiriman barang tertentu. Kurang lebih dalam tenggat waktu satu bulanan (terhitung semenjak pihak relawan melakukan pemberitahuan) buku-buku tersebut sampai di kantor ekspedisi pengiriman barang. Lantas pihak ekspedisi pengiriman barang tersebut menghubungi Mas Zakaria. 

Pihak ekspedisi berusaha bernegosiasi dengan Mas Zakaria, apakah barang hendak di antar ke alamat tujuan atau mungkin akan diambil langsung ke kantor ekspedisi. Kala itu opsi yang disodorkan oleh pihak ekspedisi adalah; jika barang dikirim ke alamat tujuan nantinya akan dikenakan tarif tambahan terlebih bobot barang lebih dari 5 kilogram. Sedangkan jika diambil langsung ke kantor ekspedisi, tarif yang harus dibayar sesuai dengan biaya pengiriman barang. Tentu saja, karena mode hemat sedang diaktifkan, maka opsi kedua yang kami diambil. 

Mas Zakaria meminta saya untuk menemaninya ke kantor ekspedisi guna mengambil paketan barang. Titik pemberangkatan dimulai dari rumah Pak Imron. Sebelum berangkat, sejenak kami sempat tenggelam dalam perdiskusian mengenai di mana buku-buku tersebut akan ditaruh sementara. Sampailah kami pada satu kesepakatan, rumah Pak Imron adalah tempat teraman untuk menyimpan buku-buku tersebut. Sudah barang tentu kami tidak asal main nyelonong menaruh kardus yang berisikan buku-buku tersebut begitu saja, melainkan meminta izin terlebih dahulu kepada Pak Imron selaku tuan rumah. 

Sesampainya kami di rumah Pak Imron dan berhasil membawa paketan buku-buku tersebut, kami sempat membuka isi kardus. Kami penasaran dengan kepastian jumlah, tema pembahasan dan kualitas dari masing-masing buku komik yang terbungkus rapi di dalam kardus. Setelah kardus dibuka, ternyata jumlah buku komik secondhand itu tidak kurang dari 50 buah. Dari jumlah tersebut ada tiga seri tema cerita yang dibahas, yakni komik Naruto, Shinchan dan Detektif Conan. Kartun Made in Jepang yang saya suka tatkala waktu kecil, dan saya kira ketiga serial kartun tersebut laku keras di pasaran, baik dalam bentuk buku ataupun di dunia pertelevisian. Utamanya, serial kartun tersebut kerap ditayangkan pada hari libur sekolah.

Kehadiran buku-buku komik tersebut sontak membuat saya secara pribadi berinisiatif mengusulkan kepada Mas Zakaria untuk membuat rak buku minimalis lembaga. Buku-buku komik tersebut dapat dibaca oleh para santri beberapa menit sebelum masuk, sesudah pembelajaran mengaji ataupun sembari menunggu orangtua masing-masing mereka menjemput. Saya berekspektasi positif, dengan terbiasa diarahkan untuk membaca buku para santri akan mendapatkan beberapa keuntungan. Di antaranya ialah: Pertama, dengan banyak membaca buku semoga dapat memperbaiki sekaligus menambah inventarisasi kata dan struktur kalimat yang digunakan dalam berkomunikasi. Sehingga mereka dapat membangun komunikasi yang efektif di antara para santri, santri dengan dewan asatidz dan santri dengan masing-masing orangtuanya.

Kedua, dengan terbiasa membaca buku semoga dapat mendorong maksimalnya kinerja akal, mempertajam ingatan, mengembangkan kreativitas dan inovasi para santri. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar di antara santri memang memiliki potensi kreativitas yang tinggi dan berbeda-beda. Salah satu di antaranya ialah kemampuan melukis tokoh animasi ataupun kartun yang mereka suka. Inspirasi itu mereka dapatkan setelah menonton film animasi ataupun kartun. Saya kira, hal yang sama juga berlaku tatkala mereka jatuh cinta membaca buku. Inspirasi, kreativitas dan inovasi akan dengan mudah dapat meningkatkan sekaligus mengembangkan potensi diri masing-masing santri. Terlepas apapun itu potensi yang mereka punya.

Ketiga, dengan terbiasa membaca buku setidaknya dapat menambah wawasan para santri. Bekal wawasan yang luas dapat menjadikan mereka lebih adaptatif dan luwes terhadap lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Dengan wawasan yang luas mereka dapat lebih percaya diri dalam upaya membangun relasi pertemanan dengan orang-orang yang ada di lingkungan sekitar. Yang paling utama, mereka harus menyadari bahwa buku dapat membuat mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya. Efek bersahabat dengan buku berbagai persoalan hidup dapat dengan mudah dipecahkan tanpa harus mengeluh melulu dan sibuk mengumbar gejolak nafsu.

Sedangkan yang terakhir adalah kebiasaan membaca buku dapat meningkatkan tingkat konsentrasi para santri dalam jangka waktu yang lama. Sukar untuk disembunyikan jika sebagian dari santri telah kecanduan dengan smartphone. Sebagai dampaknya, konsentrasi mereka dengan mudah dapat ambyar seketika. Tingkat kemampuan konsentrasi mereka sangatlah rentan dengan lingkungan sekitar yang berkerumun. Alhasil, kemampuan konsentrasi yang sensitif dan rentan tersebut juga berdampak pada susahnya memahami pembelajaran mengaji di TPQLB. 

Bahkan ada satu kasus, di mana santri mau belajar mengaji asalkan dipinjamkan smartphone milik orangtuanya. Barulah setelah selesai belajar mengaji lantas langsung menonton kartun yang ia suka via streaming YouTube. Tentu saja hal itu terjadi karena memang kebiasaan setiap hari di rumah untuk melakukan sesuatu hal orangtua selalu membujuk anak dengan mengiming-iminginya akan dipinjamkan smartphone. Salah satu kebiasaan buruk yang sesegera mungkin harus diatasi. Jika tidak, tentu kebiasaan buruk itu akan menjadi bumerang bagi sang orangtua, terlebih mengancam cerahnya masa depan sang anak. 

Inisiatif mewujudkan rak buku minimalis lembaga itu dalam beberapa kesempatan pertemuan PH TPQLB terus saya gencarkan, hingga akhirnya Mas Zakaria memberikan respon yang positif. Bahkan ia sempat mengutarakan untuk sekaligus mengadakan buku-buku rujukan induk terkait dengan tema-tema disabilitas, pendidikan inklusi dan buku penunjang untuk melancarkan pembelajaran mengaji para santri. Mengetahui hal itu, secara pribadi saya bahagia bukan kepalang. Kendati pada kenyataannya itu masih dalam skema rencana program pengadaan sarana yang akan diwujudkan dengan cara dicicil. Meskipun saya tahu betul, bentuk realisasinya entah kapan. Sampai detik ini saya hanya mampu mendoakan: semoga inisiatif perpustakaan lembaga itu segera terwujud.

Saya kira dengan adanya perpustakaan lembaga tersebut setidaknya dapat mengubah kebiasaan yang berlaku di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung selama ini. Selain itu, kehadiran perpustakaan lembaga tersebut juga dapat membentuk karakter sumber daya manusia: baik santri, asatidz dan wali santri menjadi lebih baik dan melek akan pentingnya menggeluti dunia literasi. Yang terpenting adalah kehadiran perpustakaan lembaga dapat berkontribusi membasmi budaya buta huruf, malas meng-upgrade diri dan mencari ilmu. Sudah barang tentu, ini adalah inisiatif kebaikan dan menuju sisi lain dalam konteks memaknai hidup yang lebih bermutu.

Hal yang tak kalang penting harus diperhatikan dalam upaya mewujudkan perpustakaan lembaga yang masih dalam skema rencana tersebut pada kenyataannya juga harus disertai dengan proyeksi pengelolaan perpustakaan yang baik. Merujuk pada buku Manajemen Perpustakaan karya Lasa (2005), idealitas sebuah perpustakaan harus memiliki manajemen pengelolaan secara administratif dan teknis. Dalam pelaksanaannya manajemen perpustakaan lembaga harus meliputi perencanaan, pengorganisasian, penganggaran, kepemimpinan dan pengawasan serta penilaian. 

Dalam tahapan perencanaan, pihak pengelola perpustakaan lembaga harus menetapkan visi, misi dan tujuan, merumuskan keadaan terkini, berusaha mengidentifikasi kemudahan dan hambatan, serta berusaha mengembangkan perencanaan aspek vital seperti: sumber daya manusia, bahan informasi, perabot, gedung dan tata ruang sampai dengan sistem kerja yang diaplikasikan dalam pelaksanaan. Perpustakaan lembaga dipersepsikan akan memiliki performa yang baik dan berkualitas manakala semua tahapan perencanaan tersebut telah dilakukan semaksimal mungkin. Tentu semua tahapan perencanaan tersebut dijalankan dengan mempertimbangkan kentekstualitas dan kemajuan zaman.

Pengorganisasian perpustakaan menjadi poin penting selanjutnya. Pengorganisasian perpustakaan di sini berarti penyatuan langkah dari seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh semua elemen yang ada dalam perpustakaan. Upaya penyatuan langkah ini penting dilakukan sebagai bentuk tindakan dini menghindari adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi masing-masing elemen perpustakaan. Atas dasar itu pula maka penting ditetapkannya prinsip dasar organisasi, struktur organisasi dan dibentuknya bagan organisasi perpustakaan. Ketiga aspek tersebut disesuaikan dengan jenis perpustakaan lembaga yang berbasis musala. 

Bagian yang tak kalang penting dalam penyelenggaraan pengelolaan perpustakaan lembaga adalah perihal penganggaran. Anggaran yang memadai sangat menentukan perjalanan perpustakaan yang stabil bahkan terus mengalami peningkatan. Sebaliknya, tanpa adanya anggaran yang memadai suatu perpustakaan akan mengalami ketersendatan dan stagnasi dalam pengelolaan. Anggaran perpustakaan berhubungan banyak dengan proses perencanaan, mengingat sumber daya dan seluruh kegiatan akan membutuhkan alokasi dana untuk mencapai tujuan perpustakaan lembaga, (Lasa, 2005: 290).

Penganggaran dalam konteks ini tidak semata-mata tentang penerimaan dan pengeluaran, melainkan menyangkut laporan formal tentang sumber-sumber keuangan yang dialokasikan khusus untuk penyelenggaraan kegiatan tertentu dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian, anggaran perpustakaan lembaga ini mencakup rencana penerimaan, pengeluaran, perkiraan kekayaan (inventarisasi sarana-prasarana yang ada dala perpustakaan), modal, penghasilan dan biaya yang diasumsikan akan datang. Yang perlu dicatat adalah anggaran perpustakaan lembaga tersebut disesuaikan dengan nilai mata uang yang beredar pada masanya. 

Secara simplifikasi, dalam pengelolaan perpustakaan lembaga yang elok di mata, nyaman dikunjungi dan senantiasa terawat dengan baik serta selalu tampil dalam performa yang terus membaik karena adanya peremajaan inventarisasi sarana-prasarana tidak lain terwujud karena adanya sirkulasi anggaran belanja yang tertata dengan baik. Tanpa itu semua, perpustakaan lembaga akan kehilangan performa, fungsi dan tujuan dibuatkannya perpustakaan lembaga bagi kepentingan khalayak. 

Selanjutnya, masalah kepemimpinan perpustakaan lembaga menjadi poin penting yang harus diperhatikan. Kepemimpinan perpustakaan lembaga sebenarnya berhubungan banyak dengan pengorganisasian perpustakaan. Sebab sebuah organisasi pada umumnya berjalan di bawah koordinasi dan instruksi dari tokoh yang dipilih untuk menempati jabatan struktural yang disepakati bersama. Adanya jabatan struktural dalam organisasi tersebut membentuk dua status: pemimpin dan yang dipimpin. Idealnya kedua belah pihak: pemimpin dan yang dipimpin memerlukan interaksi yang intensif, efektif dan efisien dalam mengelola suatu perpustakaan lembaga. Atas dasar demikian, stabilitas hubungan kedua elemen tersebut sangat memengaruhi performa kinerja perpustakaan lembaga. 

Adapun poin-poin penting yang harus diperhatikan dalam kepemimpinan perpustakaan di antaranya ialah motivasi, pola kepemimpinan, indikator efektivitas kepemimpinan dan pengangkatan kepemimpinan. Kesamaan motivasi antara pemimpin dan bawahan sangat memengaruhi tercapai suatu tujuan. Seorang pemimpin terdorong oleh adanya motivasi kekuasaan sementara bawahan terdorong oleh adanya motivasi untuk pemenuhan segala bentuk kebutuhan. Adanya kesamaan motivasi ini mendorong terbentuknya kerja sama yang baik di antara kedua belah pihak. Atas dasar demikian, maka seorang pemimpin yang baik harus memerhatikan motivasi, kebutuhan dan aspek-aspek individu sebaik mungkin. 

Berdasarkan kemunculannya, motivasi dalam kepemimpinan perpustakaan dapat dibagi menjadi dua, yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik ialah motif yang dimiliki oleh seseorang yang mendorong terjadinya suatu aktivitas yang memang berada di dalam aktivitas itu sendiri. Hal itu terjadi karena adanya kesadaran mengenai manfaat, keuntungan dan dampak yang ditimbulkan dari melaksanakan suatu kegiatan bagi diri sendiri ataupun orang lain. Pengabdian, mengerjakan kebaikan, amal saleh, tanggung jawab, hak dan kewajiban dan lain sebagainya adalah contohnya. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan motif yang dimiliki oleh seseorang karena terdorong kondisi di luar kegiatan itu sendiri. Kemunculan motif itu sengaja dimunculkan untuk memengaruhi tingkat kebutuhan dan kepribadian seseorang tersebut. Sebagai contohnya, sebutkan saja faktor luar (motif) itu seperti promosi, insentif, situasi kerja, fasilitas yang menunjang, situasi kerja, jaminan kesehatan dan lain sebagainya. 

Sementara kebutuhan dan aspek-aspek individu yang perlu diperhatikan ialah mencakup dua hal: kebutuhan biologis dan sosio-psikologis. Kebutuhan biologis tersebut meliputi makan, minum, istirahat, seksualitas, mempertahankan diri dan kelangsungan hidup yang terjamin. Adapun kebutuhan sosio-psikologis terdiri dari tiga aspek: kebutuhan kognitif yang berkorelasi dengan intelektual, kebutuhan afektif yang berkorelasi dengan emosional dan kebutuhan konatif yang berkorelasi dengan valisional, (Lasa, 2005: 305). Selain itu pandangan Abraham Maslow mengenai hierarki kebutuhan psikologi manusia yang terdiri dari: kebutuhan rasa aman secara fisik dan psikis, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri juga harus terpenuhi dalam diri masing-masing sumber daya manusia yang ada.

Tidak hanya motivasi, pola kepemimpinan yang diterapkan pada kenyataannya juga banyak memengaruhi kualitas performa kinerja perpustakaan. Baik baik-buruknya penerapan pola pada kepemimpinan perpustakaan dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan; proses yang dilakukan mendapatkan hasil yang sesuai dengan ekspektasi atau tidak, perkembangan perpustakaan, kendala yang dihadapi, kemandirian dan profesionalitas yang telah dilakukan. Jika dalam kurun waktu tertentu performa kinerja perpustakaan melempem dan semakin menciut berarti pola kepemimpinan yang digunakan kurang cocok dan tidak sesuai dengan keinginan yang diharapkan. 

Adapun indikator efektivitas kepemimpinan perpustakaan dapat dilihat dari kualitas pengarahan dan pengawasan, peningkatan sumber daya manusia, kelancaran komunikasi dan kemampuan memengaruhi orang lain. Atas dasar demikian, maka kondisi ideal suatu kepemimpinan perpustakaan yang tergolong kondusif ialah ditandai dengan empat kriteria, yakni: tidak ada reaksi menentang kepemimpinan, tidak ada tugas yang ditinggalkan, dan adanya rasa kesatuan, (Yuwono, 1983: 6).

Indikator efektivitas kepemimpinan perpustakaan tersebut dalam realisasinya juga harus ditopang dengan pengangkatan kepemimpinan perpustakaan yang ideal, selektif dan menerapkan sistem yang terjamin. Sistem demokrasi dipersepsikan dapat memperkuat eksistensi dan posisi kepemimpinan perpustakaan. Hal yang demikian, dalam pelaksanaan penjaringan calon adanya keterbukaan dan keikutsertaan aktif bawahan (grass root) harus ditetapkan sebagai kriteria baku. Kriteria kepemimpinan dapat disusun oleh pemegang kekuasaan tertinggi, lembaga induk maupun usulan dari perwakilan bawahan. Lantas dalam proses pemilihan calon pimpinan juga harus ada representasi dari pihak bawahan dengan catatan pertimbangan tertentu sekaligus berdasarkan usulan dari bawah.

Komparasi partisipan aktif dari dua arah dan elemen ini setidaknya akan membentuk standar kualitas, aspiratif dan sistem kepercayaan yang lebih transparan dalam proses penjaringan calon pimpinan. Tentu upaya yang demikian dilakukan semata-mata untuk kepentingan kemajuan performa kinerja perpustakaan dari waktu ke waktu menjadi lebih baik. 

Yang terakhir, perihal pengawasan dan penilaian pada umumnya hanya dapat dilakukan tatkala pengelola perpustakaan lembaga menghendaki adanya evaluasi, controlling dan perbaikan dari waktu ke waktu. Pengawasan dan penilaian terhadap performa kinerja perpustakaan itu dapat dilakukan sesuai dengan skema (alur; tahapan; pola) baku dalam ketentuan yang telah ditetapkan oleh lembaga. Pengawasan dan penilaian ini dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh pihak internal ataupun eksternal yang dipandang memiliki kemampuan, kapabilitas dan wewenang untuk melakukan hal itu. Idealnya, pengawasan dan penilaian tersebut dapat dipraktekkan secara berkala dan sesuai dengan kebutuhan lembaga. 


Tulungagung, 5 Juli 2022


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal