Langsung ke konten utama

Putus

Satu kata yang mewartakan duka perasaan

Ia ada karena prahara keintiman 

hubungan yang bersambung pertikaian

salah paham, konflik dan ketelanjuran

Atau memang solusi terbaik yang harus timbul ke permukaan

Jalan yang harus ditempuh meskipun enggan


Setapak demi setapak kita saling meninggalkan

Membawa raut wajah yang saling memalingkan 

Melipat segala bentuk tingkah sebagai kemaluan

Saling mengacuh sembari menyembelih perasaan


Mengusap peluh dalam sendu sedan

Memupus memori indah kebersamaan

Menghapus jejak rayuan maut yang telah kena sasaran


Atas nama pengkhianatan, perbedaan keyakinan atau restu yang tak kunjung diberikan

Gejolak asmara yang kian mendidih itu pun harus ditanggalkan

Tujuan akhir duduk di pelaminan itu segera karam dihantam kenyataan

Perlahan-lahan kita mendayung biduk yang menghilirkan arus bernama saling melupakan


Meski menyisakan kecamuk perih yang rasanya terus mernyelinap berulang-ulang dalam keheningan

Dan semuanya tumpah menjelma sesenggukan

Dalam kesendirian masing-masing kita merintih kesakitan


Tak apa tapi, biarkan luka itu melarutkan diri lantas menjadi kekuatan

Biarkan kerapuhan rasa yang meliputi jiwa itu mengesampingkan kuasa akal pikiran

Untuk sesaat biarlah rasa yang menjadi pusat perhatian

Tuan dari sekian tuan

Nahkoda dari segala gundah dan pelampiasan

Walau polahnya mengarah pada ketidakwarasan


Tapi jangan pula sampai kebablasan

Batas-batas penyesalan itu biar kita tuntaskan

Keringkan, lalu kita lekas membaik menjadi kawan

Bukan malah menjadi musuh nan ogah-ogahan

Menyimpan kobaran dendam yang tak berkesudahan


Meski cangggung tak dapat dinafikan

Meski sejarah tak benar-benar dapat disembunyikan

Meski asing beradu pandang tatkala berpapasan

Namun jangan pernah dituruti bisikan setan


Toh kalian sudah tahu-menahu bukan? Bagaimana membopong tubuh yang penuh sesak keterlaluan?

Berjalan menapak tapi terasa melayang

Menjalani hidup tapi dirundung kematian harapan

Berat memikul pedih hati dan pucat pasi perasaan


Sialnya, itu menimpa diri berulang-ulang

Bak temaram tak mengenal bayang


Ah, apa ini yang disebut dengan kemalangan?

Muara dari kata yang sempat terlayangkan

"Putus", kata yang digambar jari-jemari nakal yang tak mengenal bahasa nurani dan keibaan


Tertulis bukan teruntuk sang mantan

Tertanda  bukan untuk menyatakan perasaan


Tulungagung, 16 Juli 2021

Satu kata yang mewartakan duka perasaan

Ia ada karena prahara keintiman 

hubungan yang bersambung pertikaian

salah paham, konflik dan ketelanjuran

Atau memang solusi terbaik yang harus timbul ke permukaan

Jalan yang harus ditempuh meskipun enggan


Setapak demi setapak kita saling meninggalkan

Membawa raut wajah yang saling memalingkan 

Melipat segala bentuk tingkah sebagai kemaluan

Saling mengacuh sembari menyembelih perasaan


Mengusap peluh dalam sendu sedan

Memupus memori indah kebersamaan

Menghapus jejak rayuan maut yang telah kena sasaran


Atas nama pengkhianatan, perbedaan keyakinan atau restu yang tak kunjung diberikan

Gejolak asmara yang kian mendidih itu pun harus ditanggalkan

Tujuan akhir duduk di pelaminan itu segera karam dihantam kenyataan

Perlahan-lahan kita mendayung biduk yang menghilirkan arus bernama saling melupakan


Meski menyisakan kecamuk perih yang rasanya terus mernyelinap berulang-ulang dalam keheningan

Dan semuanya tumpah menjelma sesenggukan

Dalam kesendirian masing-masing kita merintih kesakitan


Tak apa tapi, biarkan luka itu melarutkan diri lantas menjadi kekuatan

Biarkan kerapuhan rasa yang meliputi jiwa itu mengesampingkan kuasa akal pikiran

Untuk sesaat biarlah rasa yang menjadi pusat perhatian

Tuan dari sekian tuan

Nahkoda dari segala gundah dan pelampiasan

Walau polahnya mengarah pada ketidakwarasan


Tapi jangan pula sampai kebablasan

Batas-batas penyesalan itu biar kita tuntaskan

Keringkan, lalu kita lekas membaik menjadi kawan

Bukan malah menjadi musuh nan ogah-ogahan

Menyimpan kobaran dendam yang tak berkesudahan


Meski cangggung tak dapat dinafikan

Meski sejarah tak benar-benar dapat disembunyikan

Meski asing beradu pandang tatkala berpapasan

Namun jangan pernah dituruti bisikan setan


Toh kalian sudah tahu-menahu bukan? Bagaimana membopong tubuh yang penuh sesak keterlaluan?

Berjalan menapak tapi terasa melayang

Menjalani hidup tapi dirundung kematian harapan

Berat memikul pedih hati dan pucat pasi perasaan


Sialnya, itu menimpa diri berulang-ulang

Bak temaram tak mengenal bayang


Ah, apa ini yang disebut dengan kemalangan?

Muara dari kata yang sempat terlayangkan

"Putus", kata yang digambar jari-jemari nakal yang tak mengenal bahasa nurani dan keibaan


Tertulis bukan teruntuk sang mantan

Tertanda  bukan untuk menyatakan perasaan


Tulungagung, 16 Juli 2021


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal