Langsung ke konten utama

Apa Kabar Sarkat?

"Omong kosong kalau ada yang bilang menulis itu mudah. Tapi omong kosong juga kalau ada yang bilang menulis itu sulit. Menulis adalah perkara yang tidak sulit tapi rumit. Rumit bukan berarti sulit", Putut EA.

Tiba-tiba saya merindukan program sarapan kata (selanjutnya disebut Sarkat) yang sempat diagendakan kelas menulis online (KMO). Terhitung kurang lebih satu bulan sebelum bulan puasa tahun ini, saya memutuskan bergabung dengan KMO. 

Kerinduan itu bisa jadi disebabkan karena saya kerap mengoprak-ngoprak teman-teman yang lain untuk Sarkat. Waktu itu, mengoprak-ngoprak teman-teman untuk Sarkat memang salah satu tanggung jawab saya selaku yang dituakan di grup. Satu tanggung jawab selain merekap setoran Sarkat, menyampaikan instruksi penjabat struktural dan mengamankan kondisi grup.

Karena itu pula akhirnya setelah sekian lama puasa chat di grup kecil yang kami beri nama Aksara Rasa, saya berusaha menyapa. "Selamat pagiii semuanya... Bagaimana kabarnya hari ini? Sudah Sarkat apa belum ya?", isi chat saya di WhatsApp group (WAG).

Lantas salah seorang anggota yang belakangan saya tahu namanya Riska membalas, "Pagi. Eee ada yg kangen sarkat ya🤣". "Wkwkwkk. Saya mau tanya dong. Masihkah teman-teman suka Sarkat setelah lulus Sarkat 30 hari?", saya menimpalinya.

Tak berselang lama, beberapa balasan muncul. Pertama Riska merespon, "saya kalau menulis butuh pemaksaan jdi bgtu la sudah jarang menulis lagi tapi ada berencana". 

Kedua respon dari salah satu anggota yang bernama Siti Azizah Rahma. Jawabannya singkat namun menunjukkan keironisan, "Saya malah berhenti...🤣🤣".

Seolah-olah rasa penasaran sedang benar-benar membawa hanyut kesadaran, Riska pun kembali nyeletuk, "@⁨Dewar Alhafiz⁩  dari tadi mengetik saya menunggu tak muncul"🤣". Sementara untuk menggenapkan rasa penasaran itu, Anggita lain, yakni kak Rina menyambung, "300 kata kak".

Tidak hanya 300 kata, bahkan lebih, akhirnya saya pun langsung tancap gas memberi khotbah yang panjang kali lebar. Itung-itung olahraga jari sembari menikmati senandung perut yang belum terisi. Adapun isi khotbah saya seperti di bawah ini.

**

Nah, itu sangat disayangkan. Pesan saya, memang untuk merasakan manfaat dari menulis itu sendiri terkadang kita harus memulainya dengan memaksakan diri. Jangan menunggu mood dan waktu luangnya kapan, tapi berusahalah memanfaatkan kesempatan di setiap kesibukan kita yang menggunung. Minimal, 5 paragraf sehari lah. 

Terus waktunya kapan kalau kita kerjanya super padat? Ya bisa beberapa saat setelah salat, sebelum tidur, bangun tidur lebih awal (sebelum subuh) atau pas waktu istirahat jam kerja. 

Medianya apa? Ya, gak harus nulis pakai laptop. Bisa juga kok pakai app note di HP, atau pakai app ms. Word. Coba deh, setiap ada ide yang muncul di kepala langsung dicatat. 

Apa saja poin-poin penting pembahasan secara garis besar. Kemudian, di waktu yang lain bisa dikembangkan menjadi beberapa paragraf.

Nah, kalau dianggap sudah rampung pembahasannya, kita bisa membaca kembali tulisan itu dalam rangka mengedit. Mengedit untuk memperbaiki di mana letak kesalahan itu ada. Entah typo dalam menuliskan kata, istilah, alur pikir ataupun teori yang digunakan.

Kalau diri sendiri merasa kurang percaya diri untuk mengedit tulisan itu, kita bisa meminta bantuan kepada teman yang dipandang mampu untuk memperbaiki tulisan kita.  Usahakan, jangan lupa minta tips juga bagaimana cara menulis yang baik dan enak untuk dibaca.

Kalau sudah selesai proses editing. Tulisan itu bisa kita unggah di akun media sosial kita masing-masing. Akan tetapi, supaya lebih terdokumentasikan coba deh buat platform menulis seperti blog pribadi di google atau wordpress. 

Setelah berhasil mengunggah tulisan di blog pribadi, jangan lupa share link-nya di akun media sosial pribadi kita supaya orang lain bisa membaca, memberi saran dan mengkritisi tulisan kita.

Eh, kabar baiknya, kalau kita rajin posting tulisan dan telaten dalam mengelola website, bisa juga lo nantinya kita mendaftarkan blog pribadi itu ke google adsense. Seperti halnya YouTube, Instagram, Facebook yang mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Selain itu, insyaallah kita juga akan mendapatkan relasi baru yang setia membaca dan ketagihan tulisan yang kita buat. Nah, dari sana kita bisa sharing pengalaman dan pengetahuan tentang literasi.

Selain itu, kalau kita telah istikamah menulis di blog pribadi dan tulisan kita telah lumayan banyak, bisa juga kok diproses menjadi buku solo. Keren bukan?

Ayo nunggu apalagi? Kalau masih belum jelas nanti deh kita bisa adakan sesi sharing. 🙏

Terakhir, saya yakin, salah satu tujuan dari diadakannya Sarkat tidak lain adalah untuk memancing kesadaran diri supaya melek literasi, sehingga di lain kesempatan kita mampu memberikan kontribusi-kemanfaatan- untuk yang lain. 

Katanya hadits Nabi SAW, "Khairunnas angfa'uhum linnas, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lain". 

Untuk itu, mari kita sama-sama tabayyun terhadap masing-masing diri dan mulai menanam benih-benih kebaikan untuk sesama melalui tulisan. 

Tertanda bukan untuk sang mantan. 😅

***

Melalui chat itu akhirnya grup kembali ramai. Tidak hanya itu, bahkan ada rencana, kami berusaha menghidupkan kembali Sarkat dengan menggunakan platform sesuai selera masing-masing. Yah jelas jadwalnya tidak harus setiap hari, bisa dua atau tiga hari sekali. Yang terpenting adalah bagaimana upaya kita belajar istikamah menulis. 

Sebagai bumbu tambahan untuk merekatkan hubungan kekeluargaan, tak lupa pula kak PJ mempersilakan kepada semua anggota grup untuk tidak sungkan-sungkan kalau hendak menumpahkan unek-unek, saling sharing pengalaman dan wawasan. 

Ohya, katanya Om Abraham Maslow, aktualisasi diri itu akan tercapai manakala hierarki kebutuhan hidup manusia telah terpenuhi. Tanpa terkecuali, salah satunya faktor belong. Faktor sebagai bagian: kasih sayang, kenyamanan, perlindungan, perhatian dan segala bentuk sikap kelembutan yang menunjukkan keintiman.

Menurut saya, tentu, hal itu sangat dibutuhkan dalam rangka mendongkrak aktualisasi potensi menulis setiap anggota yang bernaung di dalam grup.

Salam Literasi (mengulurkan tangan sembari jemari ibu dan telunjuk membentuk huruf L. Ohya, senyum Pepsodent-nya jangan ketinggalan. Ups... Maaf menyebutkan merk. Padahal tidak diendros).


Tulungagung, 17 Juli 2021

Komentar

  1. How to make money from sports betting in a casino - Work
    You can play หาเงินออนไลน์ online casino games online and bet on sports or play 메리트 카지노 주소 casino games online with the 1xbet korean same payouts. However, if you're a beginner,

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal