Langsung ke konten utama

Pentingnya Karakter Kemandirian Belajar Siswa

Salah satu tanda keberhasilan pembelajaran di ruang lingkup sekolah ditunjukkan dengan adanya sikap kemandirian di dalam diri siswa. Menurut Suharnan (2013: 67) kemandirian adalah salah satu komponen terpenting dalam karakateristik kepribadian yang berkaitan erat dengan adanya proses-proses kreativitas. Dengan demikian, kemandirian atau perilaku mandiri dapat dikatakan sebagai wujud kecenderungan pribadi yang sama sekali tidak ditentukan oleh orang lain, melainkan diri pribadilah yang menentukan aktivitas (tindakan) yang hendak dilakukan. 

Aktivitas pribadi yang dimaksud ialah mencakup; pola pikir (berpikir), memecahkan masalah, membuat dan menentukan keputusan; melaksanakan tugas dan tangggungjawab. Bahkan Sternberg (1997) menetapkan kemandirian sebagai salah satu terpenting dari dua puluh karakter yang dimiliki oleh mereka successfully intelligent people (orang-orang cerdas yang sukses). Kemandirian siswa tersebut dalam konteks proses pembelajaran dimulai dengan kemandirian belajar. 

Kemandirian dalam belajar merupakan niat (motif) yang timbul sebagai kehendak untuk menguasai kompetensi yang  kemudian menjadi pendorong untuk melakukan kegiatan belajar secara intensif, terarah dan kreatif (Haris Mudjiman, 2011: 4). Hal demikian tidak jauh berbeda dengan penegasan Tirtahardja (2005: 50) yang mengemukakan bahwa kemandirian dalam belajar ialah keberlangsungan aktivitas belajar yang didorong oleh adanya kemauan personal, pilihan sendiri dan tanggung jawab pribadi dalam proses pembelajaran. 

Kemandirian dalam belajar ini menekan diri pribadi siswa untuk senantiasa terbiasa tampil percaya diri dalam menunjukkan pontesi, kreativitas dan inovasi. Namun dalam upaya mengeksplorasi seluruh potensi, kreativitas dan inovasi yang dimiliki oleh siswa, sudah barang tentu akan melibatkan banyak komponen selama berlangsungnya pendidikan. 

Adapun di antara komponen pendidikan yang mempengaruhi kualitas dan kadaritas dalam kemandirian belajar siswa ialah meliputi; pendidik (guru), kurikulum, model pembelajaran dan lingkungan sekitar yang mendukung. Guru sebagai transmisi fasilitator memiliki tugas mengontrol-mengondisikan jalannya pembelajaran sekaligus berperan membentuk iklim pembelajaran yang membuat pribadi siswa menjadi nyaman (Sanjaya, 2014: 24). Selanjutnya, terkait dengan materi yang disampaikan dalam proses pembelajaran merujuk pada kurikulum yang telah ditetapkan.

Dewasa ini, kurikulum berbasis pendidikan karakter menjadi dalil yang harus digemakan di berbagai sekolah, skala nasional. Secara fundamental pendidikan karakter berpijak pada karakter dasar manusia, yang berasaskan pada tatanan nilai moral universal yang bersifat absolut sebagai bentuk pengejawantahan kompleksitas nilai-nilai yang ada, utamanya berakar pada pancasila, budaya lokal dan bangsa, pandangan filsafat eksperimentalisme, rekonstruksi sosial, pandangan filsafat esensialisme dan perenialisme, pandangan filsafat eksistensialisme dan romatik naturalisme (Kuniasih, 2014; 33). 

Atas dasar berazasnya pendidikan karakter pada tatan nilai moral universal dan kompleksitas dalam kehidupan nyata, maka titik tekan dalam pendidikan karakter berpusar pada pemikiran kompetensi yang berbasis sikap, keterampilan dan pengetahuan. Sehingga terdapat empat aspek yang menjadi fokus implementasi dan keterlaksanaannya;

a. Kompetensi guru dalam pemahaman substansi materi ajar, yang di dalamnya menyangkut metodologi pembelajaran, yang nilai dalam pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru mencapai rata-rata 44,46. 

b. Guru harus memiliki kompetensi akademik untuk menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa, c. Guru harus memiliki kompetensi sosial supaya tidak bertindak asosial terhadap siswa dan teman sejawat lain, d. Guru harus memiliki kompetensi manajerial (kepemimpinan) sebagai figur otoritatif yang akan digugu dan ditiru (Kurniasih, 2014: 22).

Muhammad Nuh dalam Kurniasih (2014: 21-22) mengemukakan bahwa terdapat lima ciri paling mendasar dari kurikulum 2013, di antaranya ialah sebagai berikut; 

a. Guru dituntut untuk kapabelitas dalam berpengetahuan dan menampung pengetahaun sebanyak-banyaknya disesuaikan dengan konteks zaman melalui teknologi dan informasi, 

b. Setiap siswa lebih disokong supaya memiliki tanggungjawab atas lingkungan dan kompleksitas kemampuan; interpersonal, antarpersonal dan berpikir kritis, 

c. Bertujuan mencetak generasi yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif, 

d. Pendekatan tematik integrative member dibelakukan khusus untuk tingat SD, dalam hal ini supaya siswa berkesempatan mengenal sekaligus memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran yang ada, e. Dalam mata pelajaran bahasa Indonesia memuat materi IPA dan IPS.

Dalam implementasi pendidikan karakter, kesiapan guru menjadi prioritas dan sangat urgen untuk diperhitungkan. Sebab bagaimanapun kesiapan itu akan berdampak pada berbagai hal; tersampaikannya materi dengan baik, pengelolaan pembelajaraan, mengevalusi pembelajaran sampai dengan menginternalisasikan standaritas karakter yang menjadi fokus dari diterapkannya kurikulum 2013. Dalam hal ini, guru yang kreatif, inovatif, penuh semangat, empati dan luwes dalam berperan sebagai fasilitator merupakan deskripsi guru ideal dalam potret konteks pendidikan zaman kontemporer (Saiful, 2017: 43). 

Sudah barang tentu, guru yang cerdas ialah mereka yang tidak sekadar menggantungkan dirinya hanya pada perangkat formal. Tipikal guru yang seperti ini akan tetap berada dalam zona enjoy meski perintah “mengobrak-abrik” berbagai sistem pendidikan, tidak terkecuali dalam hal kurikulum. Justru ia berpandangan bahwa penentu kesuksesan kegiatan belajar-mengajar tidak hanya bergantung pada kurikulum, melainkan terletak pada tangan seorang guru. Sebab, bagaimanapun seorang guru adalah makhluk yang multitalenta, serba bisa, tidak hanya sekadar teladan (Ngainun, 2009: 30). 

Sebagai figur yang memiliki integritas dan etos kerja, sudah pasti guru akan berusaha memaksimalkan proses internalisasi pendidikan karakter ke dalam pribadi siswa dengan pendekatan dan efektif. Salah satu di antara solusinya, yakni dengan menggunakan model pembelajaran yang lebih mudah dipahami dan ditangkap oleh siswa, misalnya saja penyampaian materi mata pelajaran tata boga dengan menggunakan model pembelajaran demontrasi. Sudah barang tentu dalam mempertimbangkan mata pelajaran yang dipelajari sangat diperlukan, terlebih lagi apabila tujuan dari mata pelajaran tersebut memiliki kecenderungan (fokus) pada eksperimen produk, membutuhkan kesan dan lekat dengan mengandal pengalaman, seperti mata pelajaran kewirausahaan.

Model pembelajaran demonstrasi memiliki kecenderungan penyampaian materi melalui peragaan atau pertunjukkan secara langsung di depan para siswa, sehingga setiap proses kejadian dapat dipahami dan dimengerti melalui visualisasi dan audio dengan baik oleh siswa untuk ditirukan setiap langkahnya secara nyata (Syaiful, 2008: 210). 

Kefektifan penyampaian materi menggunakan model pembelajaran demonstrasi sebagaimana di ditegaskan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ovilia dan Venes (2018: 100-101), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model pembelajaran demonstrasi yang diterapkan pada mata pelajaran fisika di kelas eksperimen secara signifikan memiliki hasil yang baik dan akurat, dimana hal ini terlihat dari rata-rata tes terakhir hasil belajar fisika kelas eksperimen memperoleh nilai yang memuaskan, sebesar 80,45. Sementara kelas kontrol pada mata pelajaran fisika yang menerapkan model pembelajaran konvensional dalam wujud ceramah dan tanya-jawab, hanya mendapat nilai rata-rata tes akhir 59,48. 

Hal itu diperkuat dengan hasil penelitainnya Ade Irma dkk, (2017: 321), dimana hasilnya menunjukkan bahwa kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran demonstrasi dengan media KOKAMI memiliki hasil yang maksimal daripada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran talking stick dengan KOKAMI, hal demikian dilihat dari kesimpulan hasil nilai 0.000 < 0,05dengannilai z terhitung -6.784 < -1.96, hal ini menunjukkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak.

Selain menggunakan model pembelajaran yang dipandang efektif, untuk mencapai tujuan dari suatu mata pelajaran yang maksimal diperlukan pula media pembelajaran. Sehingga media pembelajaran sejatinya merupakan jembatan penghubung dalam membangun interaksi yang efektif dan efisien antara guru dan murid dalam suatu proses pengajaran (penyampaian materi) di sekolah (Umar, 2013: 3). Daryanto (2016: 105) mempertegas bahwa daya serap dan daya ingat (tingkat retensi) siswa meningkat lebih signifikan tatkala materi pembelajaran diterima melalui  indra penglihatan (visual) dan pendengaran (audio). 

Salah satu media yang relevan dengan mengandalkan indra penglihatan dan pendengaran ialah video tutorial. Dimana dalam media video tutorial kolaborasi antara visualisasi dan audio mampu menyampaikan materi dalam wujud demonstrasi secara tertata dan efesiensi. Media pembelajaran video tutorial ini sangat akurat untuk pendemonstrasian materi mata pelajaran kewirausahaan, utamanya dalam menyampaikan susunan-komponen suatu produk atau kejadian. 

Keefektifan menggunakan media pembelajaran video tutorial dalam proses pengajaran tersebut sebagaimana dibuktikan oleh penelitian Akmal Yuditya Adiar (2017: 54), menegaskan bahwa penggunaan media pembelajaran video tutorial lebih efektif daripada menggunakan media presentasi pada mata pelajaran produktif materi pokok membangun jaringan kelas X di SMK Al-Islam Surakarta. 

Hal itu dibuktikan dengan hasil rata-rata pretest dan posttest, dimana kelompok eksperimen yang menggunakan media pembelajaran video tutorial lebih mempengaruhi keefektifan penyampaian materi bembelajaran sebanyak 10% dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal penelitian ini diperkuat dengan penelitian Putri Alifatul Rakhmadani (2015: 125), menegaskan bahwa penggunaan media audiovisual mempengaruhi tingkat kemandirian belajar  siswa IPA di SMPN 11 Jember, dengan presentase perhitungan pengaruh penggunaan media audiovisual terhadap kemandirian siswa adalah 36%.

Tulungagung, 15 Maret 2021.

Komentar

  1. Di zaman sekarang ini berbagai referensi sudah tersedia sangat banyak. Apalagi dengan menggunakan hp android aja seorang guru dapat menjelajah mencari referensi berupa e book, artikel maupun materi yg mendukung. Tinggal kemauan seorang guru dalam merubah sistem pembelajarannya seperti apa. Dan pembelajaran yang bermakna manakala guru dapat menggiring siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik. Tentu hal ini harus didukung dengan kemandirian belajar siswa

    BalasHapus
  2. Masuk itu Bu. Tidak hanya harus dibekali dengan kemampuan berpikir kritis dan bijak, melainkan penting pula dibimbing untuk membangun kesadaran dalam bertindak yang baik dalam realitas kehidupan sosial.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam aktiv

Deskripsi dihari Wisuda

                   Acara wisuda II IAIN Tulungagung, akhirnya telah diselenggarakan pada hari kemarin, yang lebih tepatnya pada hari Sabtu, (05/9) pagi-siang. Tempat tamu yang telah tersedia dan tertata rapi pun akhirnya mulai dipadati oleh para calon wisudawan, wisudawati dan para tamu undangan.           Acara yang telah teragendakan jauh-jauh hari oleh kampus tersebut pun Alhamdulillah berjalan dengan baik dan khidmat, (husnudzon saya). Pasalnya hal yang demikian dapat dilihat, dipahami dan dicermati dari jalannya acara tersebut yang tidak molor (memerlukan banyak waktu).        Hari itu telah menjadi saksi bisu sejarah kehidupan (baik parsial/kolektif) yang menegaskan adanya sesuatu hal yang istimewa, penting dan berharga. Tentu saja semua itu dipandang dari framework umat manusia yang lumrah.           Gejolak rasa parsial pun pastinya tidaklah lepas dari pengaruh keadaan yang sedang terjadi. Namun nampaknya rasa bahagia pun menjadi dominan dalam menyelimuti diri. Hal

Memaksimalkan Fungsi Grup WhatsApp Literasi

(Gambar download dari Twitter) Ada banyak grup WhatsApp yang dapat kita ikuti, salah satunya adalah grup literasi. Grup literasi, ya nama grup yang saya kira mewakili siapa saja para penghuni di dalamnya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi khalayak bahwa nama grup selalu merepresentasikan anggota yang terhimpun di dalamnya.  Kiranya konyol jika kemudian nama grup kontradiktif dengan anggota yang tergabung di dalamnya. Mengapa demikian? Sebab rumus yang berlaku di pasar legal per-WhatsApp-an adalah setiap orang bergabung menjadi group member selalu berdasarkan spesialisasi motif yang sama. Spesialisasi motif itu dapat diterjemahkan sebagai hobi, ketertarikan, kecenderungan dan lainnya. Sebagai contoh, grup WhatsApp jual beli mobil tentu akan memiliki nama grup yang berkorelasi dengan dunia mobil dan dihuni oleh anggota yang memiliki hobi atau pun ketertarikan yang satu suara. Tampaknya akan sangat lucu jika seseorang yang memiliki hobi memasak lantas yang diikuti secara update adal